HOMO VIATOR 10

Kajian tekstual terhadap Metafora Perjalanan dalam Serat Jatimurti

 Memasuki Alam Kahanan Jati sebagai akhir perjalanan (4)

1.Dalam Serat  Jatimurti,  Soedjonoredjo  mena-makan alam keempat ini sebagai Kahanan Jati atau  kenyataan  yang  sesungguhnya.  Sebagai-mana telah dipaparkan di atas, tidak ada ruang

atau  waktu  di  dalam  Kahanan Jati.  Tidak  ada  yang dapat dibandingkan dengan luas dan vo-lumenya.  Bahkan,  tidak  ada  metafora yang dapat  dipergunakan  untuk  menggambarkan-nya.

2.Karena  itu,  Serat Jatimurti menggunakan ungkapan linear yang multitafsir, abstrak dan bahkan  terkadang  dialektis.  Misalnya,  perta-ma, dalam menggambarkan alam keempat ini Serat  Jatimurti  menyatakan  bahwa  “alam  ini  tidak  terbatas.”  Bahkan,  disampaikan  bahwa,  tidak  ada  kata  yang  dapat  menggambarkan-nya.  Jadi,  Soedjonoredjo  menyatakan  bahwa,  tidak ada manusia yang dapat menjelaskannya.     Namun,   setelah   menyampaikan   hal   itu,   ia   menambahkan dengan pernyataan kedua yang menunjukkan bahwaKahanan Jati tidak mem-butuhkan ruang dan waktu, bahkan sebaliknya seluruh  ruang  dan  waktu  di  alam-alam  yang  lain dikendalikan oleh Kahanan Jati ini.

3.Dalam Serat Jatimurti disebutkan bahwa alam yang se-sungguhnya ini adalah Allah sendiri. Allahlah yang  melahirkan  waktu  dan  ruang  untuk  me-manifestasikan diri-Nya di alam garis, bidang, dan Jirim.  Apakah  manifestasi  ini  merupakan  hal  yang  di  dalam  teologi  dikenal  dengan  istilah  emanasi  ilahi  atau  bukan,  hal  ini  perlu  diteliti  lebih  lanjut.  4.Dengan  demikian,  sangat  menarik  bahwa  Soedjonoredjo  memberikan  dua  pernyataan  yang  berbeda  dan  saling  ber-lawanan.  Di  satu pihak,  tidak  ada  manusia  yang dapat menjelaskan alam ini. Namun, Soe-djonoredjo  sebagai  manusia  dapat  memapar-kannya.  Hal  ini  dapat  berarti  bahwa  sebagian  besar orang tidak mengenal hal ini dan mem-butuhkan   orang-orang   khusus   yang   sudah   mengalami penyatuan dengan Sang Ilahi yang menuntun untuk memahaminya,  seperti  Soe-djonoredjo dipimpin oleh gurunya.

5.Dari  analisis  pada  metafora-metafora di  atas,  tersirat  suatu  konsep  bahwa  manusia  sebagai  Homo Viator  mulanya  terbatas,  namun  sema-kin  lama  semakin  mengenali  pilihan-pilihanyang  ada  dalam  perjalanannya  di  alam  yang lebih luas. Namun, bagaimana manusia dapat tiba pada kesadaran adanya Kahanan Jati ini?  Yang  pasti,  tidak  ada  seorang  manusia yang dapat menangkap eksistensi Kahanan Jati ber-dasarkan penangkapan inderawi karena mere-ka  membutuhkan suatu titik  berangkat  yang  lain.

6.Dalam Serat Jatimurti, perjalanan sebagai Ho-mo Viator dapat terjadi karena, secara esensi-al  ,  roh  manusia  adalah  percikan  dari  Yang  Ilahi. Esensi manusia inilah yang membuatnya mampu  memilih  diam,  mengalahkan  nafsu  atau  keakuannya,  dan  berjalan  sampai  men-capai  penyatuan  dengan  Allah.  Percikan  dari  keilahian  ini  memberikan  kemampuan  pada  manusia  untuk  mampu  mengendalikan,  atau  meredakan,   dan   menghilangkan   dorongan-dorongan perasaan dan persepsi inderawi yang mengikat mereka entah ke Alam Garis, Alam Bidang,  atau  Alam  Jirim.  Titik  berangkat  ke-seluruhannya  dimulai  dengan  berdiam  diri,  membiarkan  keheningan  menguasai  diri  ma-nusia,  dan  dilatih  atau  dibimbing  menyadari  serta mengendalikan keakuannya.

SUMBER:

Perjalanan Spiritual Homo Viator: Studi Komparatif Serat Jatimurti dengan Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11–32)

https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/465/400

Robby Igusti Chandra Sekolah Tinggi Teologi Cipanas,

Korespondensi: Robbycha@yahoo.com