VICTOR IMMANUEL TANJA

Victor Immanuel Tanja

1.Tanja adalah seorang teolog yang lahir di Sawu, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 31 Mei 1936. Ia menamatkan pendidikan Sarjana Teologi pada tahun 1964 di Sekolah Tinggi Teologia Jakarta. Tahun 1974, Tanja meraih gelar Master of Theology (M.Th.) dari Christian Theologycal Seminary, Indianapolis, Indiana, USA. Gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) ia selesaikan pada tahun 1979 di Hartford Seminary Foundation, Hartford, Connecticut, USA dengan menulis disertasi tentang HMI. Disertasi tersebut diterjemahkan dan diterbitkan dengan judul Himpunan Mahasiswa Islam: Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia. 20

2.Pada masa Tanja hubungan Islam-Kristen sudah banyak ditandai dengan konflik fisik seperti terjadi di Ujung Pandang dan Aceh. Pada masa itu pemerintah sedang giat-giatnya mengadakan program kerukunan antar agama. Oleh karena itu, teologi Tanja sangat berbeda dibanding dengan teologi Sidjabat tentang agama-agama lain.

3.Teologi Victor Immanuel Tanja atas agama-agama lain lebih banyak menitikberatkan pada usaha untuk mengadakan dialog antarumat agama. Istilah dialog antarumat beragama menurutnya merupakan istilah yang paling tepat untuk menyebut dialog antara orang-orang yang beriman dan beragama bukan dialog agama atau dialog iman. 21 Kata dialog oleh Tanja dimaknai sebagai, “percakapan antara dua orang atau lebih mengenai berbagai permasalahan yang menyangkut kepentingan bersama”22 atau di karangan lain ia menyatakan bahwa, “percakapan yang terjadi antara dua orang atau lebih yang pada dasarnya berkeluarga antara satu dengan yang lain.” 23 Hal ini disebabkan dalam negara Pancasila bangsa Indonesia menganut asas kekeluargaan, sehingga walaupun berbeda agama tetapi dalam satu keluarga bangsa yang sama. 24

4. Ajaran asasi dari iman Kristen untuk menafsirkan pokokpokok akidahnya; bukan untuk membenarkan diri, tetapi untuk memberikan landasan moral, etik, dan spiritual bagi hidup umatnya, sehingga mereka menjadi mandataris Allah yang tiada henti-hentinya berjuang untuk mencapai keadilan, kebenaran serta kesejahteraan dalam suasana takwa, aman, tertib, bagi semua tanpa melihat perbedaan suku, agama, ras, dan asal-usul (SARA). 30

Dari semua itu perlu ditekankan bahwa Tanja tidak pernah menyetujui adanya kompromi akidah38 dan usaha penyamaan agama.

5.Dalam naungan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari Pancasila, kedudukan semua agama itu tanpa memandang mayoritas atau minoritas adalah sama dan sederajat di hadapan hukum. Ini dapat pula berarti bahwa tidak bermaksud menerima pandangan bahwa atas landasan Pancasila semua agama itu adalah sama karena pada hakikatnya mereka pun menyembah Allah yang sama. Sikap yang demikian patut ditolak, karena akan bermuara pada terjadinya kompromi aqidah. 39

Dialog tidak harus mengorbankan identitas hakiki masing-masing agama, namun untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Maka dari itu, para pemeluk agama perlu menghargai dan mengukuhkan kepelbagaian dan kebhinekaan dalam hidup beragama manusia. Pemaksaan terhadap keberagamaan monolitik tidak akan pernah relevan dengan kenyataan pluralitas agama.

Sumber :

TEOLOGI KRISTEN PROTESTAN TERHADAP AGAMA-AGAMA LAIN DI INDONESIA 1966-1990

Sukamto

Sekolah Tinggi Teologi INTI Bandung Email: amossukamto@gmail.com

Religió: Jurnal Studi Agama-agama

ISSN: (p) 2088-6330; (e) 2503-3778 V0l. 9, No. 2 (2019); pp. 197-221