4.EKSPOSISI ROMA 6

Orang percaya mati bagi dosa, hidup bagi Allah (Roma 6:11)

https://www.members.tripod.com/gkri_exodus3/p_roma11.htm

ROMA 6”11

6:11 Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa 8 , q  tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.

Ayat 11. Kata ou[twj (“dengan cara [yang sama] ini”) mengindikasikan ayat ini sebagai rangkuman dari apa yang sudah dijelaskan di ayat 2b-10. Sebagaimana Kristus mati untuk dosa (ay. 10), demikian juga orang percaya yang mati dengan Kristus harus mempertimbangkan (logi,zomai) diri mereka sebagai orang yang telah mati untuk dosa (ay. 4a, 5a, 6, 8a). Sebagaimana kematian Kristus terjadi satu kali dan selanjutnya diikuti oleh kebangkitan dan hidup untuk melayani Allah (ay. 10), demikian juga orang percaya berpartisipasi dalam kehidupan yang dibangkitkan (ay. 4b, 5b, 8b). Jadi, logika pemikiran di ayat 2b-10 dapat digambarkan sebagai berikut:

Kristus telah mati untuk dosa sekali dan hidup terus-menerus bagi Allah

Orang percaya – melalui baptisan-pertobatan – bersekutu dengan karya Kristus

Karena itu, orang percaya juga mati untuk dosa sekali dan hidup untuk Allah

Bentuk present pada kata kerja imperatif logi,zesqe (“pertimbangkanlah”) menyiratkan bahwa konsep ini harus terus-menerus dimiliki oleh orang percaya.

Tidak membiarkan dosa menguasai hidup (ay 12)

Memakai hidup untuk kebenaran (ay. 13)

ROMA 6:12-13

6:12 Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa r  lagi 9  di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. 6:13 Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, s  tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.

Ayat 12-13. Paulus pada bagian ini menarik dua konsekuensi dari seluruh pembahasan ayat 2b-10 yang telah dirangkum di ayat 10. Konsekuensi ini diutarakan dalam bentuk negatif (ay. 12-13a) dan positif (ay. 13b).

  1. Tidak membiarkan dosa menguasai dalam tubuh yang fana (ay. 12).

Kata “menguasai” (basileu,w) di sini bisa berarti menguasai atau menjadi seperti raja (1Kor 4:8). Kata “tubuh” (sw/ma) bisa berarti “tubuh secara fisik”. Hal ini didukung oleh kata “fana” (ay. 12), “hawa nafsu” (ay. 12) dan “anggota-anggota” (ay. 13a). Bagaimanapun, sw/ma di sini tampaknya lebih merujuk pada seluruh eksistensi seseorang. Pertama, kata “tubuhmu” sinonim dengan “dirimu” (ay. 13b). Kedua, pengaruh dosa bukan hanya pada aspek fisik, tetapi juga seluruh eksistensi manusia. Ketiga, interpretasi ini konsisten dengan arti sw/ma di ayat 6. Penambahan kata sifat qnhto,j (fana) pada kata sw/ma mengindikasikan kelemahan dan ketidaksempurnaan yang menjadi ciri khas era yang lama (band. 8:11; 1Kor 15:53, 54; 2Kor 4:11; 5:4). Kehidupan orang percaya memang tidak lagi “tubuh dosa” (6:6) maupun “tubuh kematian” (7:24), tetapi masih tetap “tubuh fana”. Hal ini akan berubah pada waktu orang percaya ditebus secara penuh (8:23; band. 1Kor 15:53).

Tujuan dari tindakan di atas adalah supaya orang percaya tidak mengikuti keinginannya. Kata evpiqumi,a bisa berarti netral (“keinginan”, Fil 1:23; 1Tes 2:17), tetapi dalam konteks ini artinya lebih negatif (“hawa nafsu”, 1:24; 7:7, 8; 13:14; Gal 5:16, 24; Ef 2:3; 4:22). Mengingat sw/ma di bagian awal berarti seluruh eksistensi manusia,  hawa nafsu di sini tidak boleh dibatasi pada keinginan fisik saja. Kata ini mencakup pikiran dan keinginan hati yang berdosa (band. 7:7-8).

  1. Tidak menyerahkan anggota-anggota tubuh sebagai senjata ketidakbenaran (ay. 13a).

Istilah “anggota-anggota tubuh” tidak merujuk pada bagian fisik tubuh. Paulus memakai ungkapan ini sebagai rujukan pada kapasitas natural manusia (band. 7:5, 23). Istilah pari,sthmi (LAI:TB “menyerahkan”) seharusnya diartikan secara lebih aktif, yaitu “memberikan diri dalam pelayanan kepada seseorang”. Genitif avdiki,aj pada frase o[pla avdiki,aj sebaiknya dipahami sebagai objective genitive, sehingga frase ini diterjemahkan “senjata-senjata untuk tujuan ketidakbenaran”. Dosa sudah tidak menjadi tuan lagi, sehingga tidak perlu dilayani.

  1. Menyerahkan diri kepada Allah sebagai senjata kebenaran (ay. 13b).

Secara positif orang percaya harus menyerahkan diri kepada Allah dan menyerahkan anggota-anggota tubuh menjadi senjata kebenaran. Dasar untuk dua hal ini adalah karena orang percaya sudah dihidupkan dari antara orang-orang mati. Hal ini sekaligus juga sebagai syarat untuk mampu melakukan konsekuensi di ayat 12-13.