ANCAMAN DEMOKRASI DI ERA POST TRUTH

“Bedah Buku KPG:

Media Sosial dan Ancaman Demokrasi di Era Post-truth

Penulis: Silviana Dharma | KPG KOMPAS.com –

1.Kunci demokrasi adalah partisipasi politik dari masyarakat. Demikian pernyataan Benjamin Barber, penulis dan pakar teori politik Amerika dalam bukunya Strong Democracy yang terbit pada 1984 dan telah direvisi pada 2004. Kehadiran internet, dan khususnya media sosial, membuka peluang sebesar-besarnya untuk warga negara menyuarakan pendapat, mendapatkan akses informasi politik, dan terlibat aktif dalam berbagai aktivitas politik. Bahkan, mengintervensi kebijakan politik yang dinilai merugikan masyarakat. Dengan begitu, internet dan media sosial jelas pendukung terbesar demokrasi.

2.Meski begitu, Peter Dahlgren, Peneliti dan Profesor Emeritus Departemen Komunikasi dan Media Lund University, Swedia melalui bukunya “The Political Web: Media, Participation, and Alternative Democracy” (New York: Palgrave Macmillan, 2013) memberikan catatan bahwa kemampuan media sosial dan platform media baru dalam memfasilitasi partisipasi politik warga tidak bisa begitu saja dapat dianggap sebagai solusi bagi persoalan demokrasi. Terlalu reduktif untuk mengatakan bahwa problem demokrasi teratasi dengan hadirnya media baru berbasis internet, termasuk munculnya berbagai platform media sosial.

3.Timothy Synder, Profesor Yale University pun menegaskan hal serupa. Menurutnya, “media sosial bukanlah pengganti. Media sosial meningkatkan kebiasaan mental yang kita gunakan untuk mencari rangsangan dan kenyamanan emosional, yang berarti kehilangan perbedaan antara apa yang terasa benar dan apa yang sebenarnya benar.” Dan di sinilah kita sekarang, terjebak di tengah banjir informasi dari media sosial yang sayangnya, tidak semua mengandung kebenaran. Akan tetapi, sebagian masyarakat dibuat terlena dan percaya begitu saja pada informasi yang terkandung di dalamnya. Para ahli menyebut fenomena ini sebagai era pasca-kebenaran (post-truth).

4.Senada dengan kegusaran Dahlgren dan Synder tersebut, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan dan stafnya, Barito Mulyo Ratmono menyusun buku Demokrasi di Era Post-truth (KPG, 2021). Keduanya lebih lanjut memperlihatkan betapa media sosial memiliki kapasitas menyebarluaskan informasi yang salah, memunculkan teori-teori konspirasi liar, membicarakan kubu tertentu secara negatif tanpa dasar yang jelas, serta menyebabkan terjadinya polarisasi di masyarakat. Pada titik ini, media baru berbalik menampakkan wajahnya yang lain, yang justru menjadi ancaman bagi demokrasi. Fenomena ini pernah menghantui Indonesia pada Pemilu 2014 dan 2019, serta Pilkada DKI Jakarta 2017. Bentrok antara tim sukses tak terhindarkan, mulai dari adu mulut di media sosial sampai baku hantam di dunia nyata. Usai pemilu, kedua kubu masih berseteru. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi terjadi secara global.

5.Contoh kasus ancaman demokrasi di era post-truth paling kesohor dapat dilihat pada Peristiwa Pilpres Amerika Serikat 2016 dan 2020.

Donald Trump dari Partai Republik aktif berkampanye di media sosial dengan mengumbar banyak kebohongan dan ujaran kebencian. Sejumlah media massa nasional dan internasional menyoroti disinformasi yang disebarkan Trump, bahkan memperingatkan masyarakat agar tak termakan bualan Trump. Tapi yang terjadi sungguh di luar dugaan. Donald Trump memenangkan Pilpres AS. Pada putaran kedua tahun 2020, Trump kembali berulah. Kali ini ia tidak mampu mempertahankan jabatannya, dan membuka jalan bagi Partai Demokrat—melalui Joe Biden—menduduki lagi Gedung Putih. Tapi sang petahana tak terima. Trump memprovokasi pendukungnya dengan cuitan menuduh kalau kubu seberang curang, dia tidak akan menghadiri pelantikan penggantinya, dan justru mengimbau orang-orang melayangkan protes patriotik ke Gedung Capitol. Akibatnya, sidang pelantikan Joe Biden dan Kamala Harris pada 6 Januari 2021 diwarnai kerusuhan.

6.Media sosial dan platform media baru begitu nyata mengancam demokrasi kita, namun kita juga tak bisa lagi hidup tanpanya, apa yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir dan menghindari kekacauan politik tanpa fakta di masa depan? Cari tahu selengkapnya di buku Demokrasi di Era Post-truth. Buku tersedia di Gramedia, Gramedia.com, dan versi elektronik di Gramedia Digital.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Bedah Buku KPG: Media Sosial dan Ancaman Demokrasi di Era Post-truth”, Klik untuk baca: https://www.kompas.com/edu/read/2021/12/08/174506571/bedah-buku-kpg-media-sosial-dan-ancaman-demokrasi-di-era-post-truth?page=2

Bandingkan:

ERA POST TRUTH