ARIANISME-MENYANGKALI KE ILAHIAN YESUS

ARIANISME

https://www.wikiwand.com/id/Daftar_bidat_menurut_Gereja_Katolik

1.Ada beragam bentuk penyangkalan terhadap keilahian Yesus Kristus, tetapi semua bentuk penyangkalan tersebut mengajarkan bahwa Yesus Kristus diciptakan Allah Bapa, keberadaannya memiliki awal, dan sebutan “Putra Allah” hanyalah gelar kehormatan.[1

2.Doktrin ini dikait-kaitkan dengan Arius (sekitar 250–336) yang hidup dan mengajar di Aleksandria, Mesir.  Arius menolak ajaran mengenai keilahian Kristus dengan pandangan bahwa Kristus hanyalah ciptaan Allah dan bukan Allah. Pandangannya ini kemudian memengaruhi munculnya sebuah gerakan yang disebut Arianisme. Pemikiran Arius mengenai keilahian Kristus kemudian ditolak dalam Konsili Nicea dan ia dikucilkan dari gereja.

3.Segala macam ajaran yang memungkiri “kesehakikatan Yesus Kristus dengan Allah Bapa”, baik dengan dalih bahwa Yesus hanya “serupa hakikatnya” maupun dengan dalih bahwa Yesus “tidak serupa hakikatnya” dengan Allah Bapa, dapat dianggap sebagai bentuk lain dari Arianisme.

 

LATAR BELAKANG SEJARAH

PERTENTANGAN ANTARA ARIUS DENGAN ALEXANDER

https://id.wikipedia.org/wiki/Arius

5.Tahun 318 terjadi ketegangan antara Arius dan Alexander, ketika Arius mengembangkan teologinya yang khas tradisi Antiokhia.[2] Pemikiran Arius yang kemudian menimbulkan perdebatan dan perselisihan dengan Alexander adalah mengenai keilahian Kristus. Sejalan dengan pemikiran Origenes, ia percaya bahwa Allah Bapa lebih besar daripada Sang Anak atau Kristus dan juga kemudian lebih besar daripada Roh Kudus.[4] Namun, ia memasukkan konsep monoteisme dalam pemahaman mengenai Allah dengan berkesimpulan bahwa hanya Allah Bapa yang merupakan Allah, sedangkan Kristus atau Sang Anak hanya merupakan makhluk ciptaan Allah Bapa yang sulung dan tertinggi, tetapi bukan Allah.[2][4] Sebagai makhluk ciptaan, Kristus tidak kekal.[4] Pernah Ia tidak ada, dan kemudian diciptakan dari yang tidak ada.[4] Pokok-pokok pemahaman Arius ini terdapat dalam buku tulisannya yang berjudul Thallia.

6.Alexander tidak menyetujui pandangan Arius ini. Menurut Alexander, Sang Bapa adalah kekal, tetapi tidak pernah ada tanpa Sang Anak, maka Sang Anak juga kekal.[1] Sang Anak tidaklah diciptakan Allah dari ketiadaan, tetapi Ia sudah ada bersama Allah dan sehakikat (homoousios) dengan Allah.[1] Menurut Alexander Sang Anak haruslah benar-benar Allah agar dapat menyelamatkan manusia.[5] Tahun 318 Alexander mengadakan sinode di Alexandria yang memutuskan agar Arius dihukum. Alexander mengutuk ajaran Arius.[1] Arius juga dikutuk bersama lima orang presbiter dan enam orang diaken lain.[1][5] Namun, Arius juga memiliki banyak pendukung.[5] Ia kemudian meminta bantuan kepada Eusebius dari Nikomedia.[3] Eusebius memiliki posisi yang kuat untuk mendukung Arius, dan hal ini menyulut perpecahan besar.[3] Keributan ini membagi dua gereja di Alexandria menjadi kubu Arius dan kubu Alexander.[5]