Namun seorang G.K. Chesteron, dalam karya terbesarnya, “Heretic”, menyambungnya demikian.. “kebahagiaan adalah misteri layaknya agama, dan seharusnya tidak pernah bisa dicari-cari alasannya”. Selanjutnya, tokoh reformasi ternama, John Calvin dalam karyanya “Institutio”, dengan gamblang dan tanpa embel-embel menegaskan bahwa: “Kebahagiaan utuh adalah mengenal Tuhan “.
Menyambung ungkapan-ungkapan bahagia di atas, dalam karya kitab Amsal editan dari zaman raja Salomo, semakin memperjelas lagi, bahwasanya.. “Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian”. Dalam konteks Kekristenan, khususnya dalam ibadah-ibadah yang dilakukan, para orang-orang rohani seperti pemimpin ibadah, Pendeta dan Majelis Jemaat, biasanya setelah membaca Alkitab, selalu mengakhirinya dengan sepenggal kalimat… “Berbahagialah mereka yang mendengarkan firman Tuhan dan yang memeliharanya “.
SUMBER:
Jika di Surga Dilarang Tertawa, Saya Tak Ingin ke Sana! (Sebuah Entitas Kebahagiaan)
https://pelitaku.sabda.org/jika_di_surga_dilarang_tertawa_saya_tak_ingin_ke_sana_sebuah_entitas_kebahagiaan