DISRUPSI AGAMA

Disrupsi Agama dalam Masyarakat Digital

By Irsyad Ibadulloh

Pesatnya perkembangan Artificial Intelligence (AI) dalam beragam teknologi digital mengakibatkan hampir semua sendi-sendi kehidupan umat manusia mengalami perubahan yang radikal dan amat dahsyat. Semua terjadi begitu cepat, bahkan sebagian besar merubah karakteristik tatanan sosial, termasuk agama.

Ekses Positif dan Ekses Negatif

Teknologi Beberapa kultur masyarakat tidak mempercayai adanya kemajuan, bahkan sebagian lagi ada yang memutuskan untuk mempertahankan status quo warisan nenek moyang mereka. Kultur masyarakat seperti ini masih banyak kita temukan di negara kita, lebih sering dikenal dengan istilah komunitas masyarakat adat. Di sisi lain, masyarakat yang terbuka terhadap perubahan sekarang sudah memasuki revolusi industri 4.0. Sebuah pencapaian luar biasa yang bisa dicapai oleh manusia dalam sejarah keberadaannya di muka bumi. Lebih daripada itu, kemajuan dalam bidang teknologi berpengaruh secara luas terhadap bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Munculnya berbagai aplikasi yang dapat terpasang dalam smartphone seperti aplikasi untuk belanja, traveling, kemudian ditunjang dengan aplikasi finansial teknologi (fintech). Adanya berbagai aplikasi tersebut dirasakan sangat membantu dan mempermudah hidup penggunanya. Akan tetapi, kemajuan teknologi tersebut juga membawa pada beberapa permasalahan. Dalam penggunaan media sosial misalnya, masyarakat masih rentan terperangkap dalam provokasi, hoaks, hate speech, dan agitasi. Tak sedikit dari mereka yang berakhir dalam sel tahanan karena dianggap melanggar undang-undang ITE.

Disrupsi Agama

Jika diartikan dalam kehidupan sehari-hari, disrupsi adalah sedang terjadinya perubahan fundamental atau mendasar, yaitu evolusi teknologi yang menyasar sebuah celah kehidupan manusia. Perkembangan teknologi yang sangat pesat berdampak juga pada perubahan dalam bidang agama. Contoh disrupsi yang paling dirasakan adalah terjadinya deotorisasi tokoh agama. Dalam ruang media sosial contohnya, bisa kita temukan bahwa yang memberikan penyampaian keagamaan banyak yang bukan dari golongan kyai. Tokoh-tokoh agama yang dulunya menjadi pusat dalam mencari ilmu, sekarang kehilangan otoritasnya karena agama tidak lagi bertumpu pada standar-standar yang dibuat secara otoritatif orang-orang muslim berpengetahuan. Suatu hari, pendidikan agama bisa saja ditutup lantaran pengetahuan mengenai masalah seputar agama sudah dapat diakses dalam mbah Google dan tidak perlu repot untuk mondok menjadi santri bertahun-tahun untuk mendapatkan ilmu agama.

SUMBER:

Disrupsi Agama dalam Masyarakat Digital.

https://ibtimes.id/disrupsi-agama-dalam-masyarakat-digital/

Editor: Zahra.