HIDUP SETELAH KEMATIAN 7


HIDUP SETELAH KEMATIAN 7
BUKANKAH ALKITAB PERNAH MENCATAT ORANG HIDUP BERTEMU ORANG MATI?

Saul bertemu dengan roh Samuel di Endor
(1Sam. 28). Kasus ini menarik dan cukup menjadi perdebatan di
kalangan Kristen. Perdebatan itu terjadi di seputar pertanyaan
apakah benar yang menjumpai Saul itu rohnya Samuel. Karena itu,
mari kita perhatikan dua pandangan berikut.

a. Bukan rohnya Samuel, tetapi setan yang menyamar

Pandangan ini memiliki beberapa alasan. Pertama, Perjanjian Lama
melarang dengan tegas: manusia tidak boleh berhubungan dengan arwah
orang mati. Jika manusia melanggarnya, manusia akan dihukum berat
oleh Tuhan (Ul. 18:10-12; Im 20:6, 27). Jika Allah telah melarang,
tidak mungkin Samuel datang kepada Saul dengan menyatakan ulang apa
yang Tuhan telah lakukan kepada Saul. Allah tidak mungkin berbicara
melalui orang mati.

Kedua, Allah yang berkuasa atas roh Samuel telah memutuskan
hubungan dengan Saul, kendatipun Saul telah berusaha menjumpai-Nya
dengan instrumen yang telah Allah sediakan (1Sam. 28:6). Adalah
suatu kemustahilan kalau Allah mengizinkan ditemui oleh Saul dengan
cara-cara yang Ia sendiri tidak sukai. Allah berfirman, “Janganlah
kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah
kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena
mereka; Akulah Tuhan Allahmu. (Im. 19:31; bdg. Ul. 18:10-11).

Ketiga, waktu itu perempuan peramal mengatakan bahwa ia melihat
seorang berkerudung, lalu Saul sendirilah yang menyimpulkan bahwa
itu Samuel. Jadi, sebenarnya tidak jelas siapa yang tampil kepada
Saul. Ada kemungkinan, dalam kepanikannya saat itu, Saul salah
menafsirkan. Kalau Alkitab kemudian mencatat dengan memakai nama
Samuel, itu hanya menunjukkan bahwa itu hanyalah anggapan Saul.

Keempat, bukti-bukti Alkitab yang lain tidak mendukung bahwa itu
roh Samuel. Dalam Lukas 16:19-31, diceritakan bahwa orang yang
sudah mati tidak dapat menjumpai orang yang masih hidup. Konteks
yang ada di sini adalah orang mati di tempat penantian yang berbeda
dapat saling melihat. Orang kaya itu meminta agar Abraham menyuruh
Lazarus pergi menjumpai saudara-saudaranya. Mengapa ia tidak pergi
sendiri dan memberitahukan kepada saudaranya? Jawabnya karena orang
kaya itu sudah dapat merasakan bahwa ia tidak berdaya dan tidak
mungkin pergi kepada saudaranya yang masih hidup. Kemudian ia
berpikir bahwa Lazaruslah yang dapat pergi karena tidak sedang
dalam hukuman. Kenyataannya, Lazarus tidak pergi, bukan karena
tidak mau, tetapi ia tahu bahwa ia tidak akan bisa pergi. Pastilah
seandainya bisa, Lazarus akan memperingatkan saudara-saudara orang
kaya itu agar nasibnya nanti tidak sama dengan si kaya yang ada
dalam penghukuman itu. Bukankah perbuatan memperingatkan orang
jahat agar berbalik kepada Tuhan merupakan suatu tindakan mulia dan
diperkenan oleh Tuhan? Namun demikian, tindakan untuk itu hanya
dapat dilakukan oleh orang yang masih hidup. Pengkhotbah 12:7
mencatat bahwa roh orang mati ada di tangan Tuhan. Jika roh manusia
ada di tangan Tuhan yang berkuasa, dapatkah ia berjalan-jalan
membebaskan diri dan menjumpai orang hidup sekehendaknya sendiri?

b. Ada pandangan bahwa orang hidup berjumpa dengan orang mati

Itu berarti yang dijumpai oleh Saul bisa jadi adalah benar roh
Samuel. Beberapa alasan yang mendukung ialah, pertama, Jika ada
larangan Tuhan bahwa manusia tidak boleh berhubungan dengan roh-roh
orang mati, secara logika sederhana, hal itu bisa berarti bahwa
manusia dapat saja berhubungan dengan orang mati, hanya hal seperti
itu dilarang Tuhan. Maka, peristiwa Saul berjumpa dengan Samuel itu
benar ada, tetapi pasti tidak disukai oleh Tuhan.

Kedua, fakta pertemuan Yesus-Musa-Elia yang dapat dilihat kasat
mata oleh para murid membuktikan bahwa sesungguhnya orang hidup
dapat saja melihat orang yang sudah mati. Memang Elia, dicatat oleh
Alkitab, bukan mati, tetapi diangkat naik ke Surga; “Sedang mereka
berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta
berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke
Surga dalam angin badai” (2Raj. 2:11). Namun, harus diingat bahwa
Musa mati seperti yang dicatat dalam Ulangan 34:5; “Lalu matilah
Musa, hamba Tuhan itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman
Tuhan.” Jika ada peristiwa dalam Alkitab demikian, tidak boleh
orang berpendapat secara membabi buta bahwa tidak mungkin orang
yang sudah meninggal dunia dapat dijumpai atau dilihat oleh orang
yang masih hidup.

Saya berpendapat bahwa pandangan pertama yang benar, tetapi saya
tidak menyepelekan pandangan yang kedua. Tuhan itu besar dan tidak
terjangkau oleh pikiran manusia. Karena itu, jika seandainya Ia
mengizinkan roh orang mati untuk waktu yang sangat singkat bertemu
dengan orang yang hidup, tentulah tujuannya adalah agar manusia
memuliakan-Nya. Kasus Yesus bertemu Elia dan Musa, kasus Saul di
Endor, bukan menunjukkan bahwa semua itu akan terjadi pada masa-
masa sesudahnya.

Larangan Tuhan agar tidak berhubungan dengan orang
mati bukan berarti manusia dapat bertemu dengan orang mati, tetapi
karena ada kebiasaan orang-orang pada konteks tersebut untuk selalu
bertanya kepada arwah-arwah melalui peramal dan penenung sehingga
Tuhan tidak ingin umat-Nya tersesat dengan cara yang tidak benar
itu. Perilaku berdoa untuk minta petunjuk di depan kuburan, foto,
atau debu dari seseorang yang sudah meninggal dunia, dan mendoakan
arwah bukanlah sikap kristiani yang sejati. Melepas burung pada
waktu pemakaman, meletakkan buah semangka agar dilindas oleh mobil
pengangkut jenazah, dan sebagainya yang sarat dengan muatan mistik,
termasuk memberi makanan atau sesajen, bukanlah cara yang muncul
karena refleksi iman kristiani sejati. Tradisi-tradisi yang
bertentangan dengan Alkitab hendaknya tidak lagi diteruskan oleh
umat Tuhan yang sudah menerima karya keselamatan di dalam dan
melalui Tuhan Yesus Kristus.

======================================================================

Sumber diedit dari:
Judul buku : Manusia dari Penciptaan Sampai Kekekalan
Judul artikel: Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati
Penerbit : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang 2002
Penulis : Hendra Rey
Halaman : 113–123

SUMBER:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/cetak/?tahun=2006&edisi=77