“BERPIKIR SEMPIT,FANATISME DAN AGRESIVITAS”. 4
AWAS VIRUS FANATISME
https://brotherhu.wordpress.com/tag/sikap-fanatik/
Banyak sarana virus fanatisme bisa menjangkiti orang-orang percaya, beberapa diantaranya yang begitu familier adalah:
fanatisme terhadap doktrin, fanatisme terhadap denominasi, dan fanatsime terhadap sosok pemimpin rohani.
Saya akan membahas satu per satu dari ketiga hal tersebut.
Fanatisme terhadap Doktrin.
Fanatisme terhadap doktrin telah terjadi berabad-abad silam, goncangan besar akibat hal ini terjadi setelah sepeninggal para rasul generasi pertama. Fanatisme terhadap doktrin telah banyak menjangkiti orang-orang yang dianggap rohaniawan-rohaniawan, dan sebagai akibatnya beberapa orang benar harus terkucilkan, dan bahkan menjadi martir karena mempertahankan kebenaran yang bertentangan dengan doktrin-doktrin yang dipegang erat oleh mereka-mereka yang dianggap rohaniawan yang memiliki otoritas tinggi dalam Gereja pada zaman itu.
Sampai saat inipun fanatisme doktrin masih eksis, bahkan begitu eksis. Tidak sedikit orang-orang Kristen saat ini yang begitu fanatik dengan doktrin yang di yakininya, dan menganggap doktrin yang dipegang orang lain adalah menyimpang dan sesat.
Kebenaran dan kenyataannya adalah : “Belum tentu” doktrin yang kita pegang dan yang kita yakini adalah yang benar. Dan andaipun doktrin yang kita pegang dan yang kita yakini tersebut benar, belum tentu juga bahwa doktrin itu sempurna bukan.? Seperti ada seorang rohaniawan yang pernah mengatakan bahwa tidak ada doktrin yang sempurna / utuh, terkadang suatu doktrin dari seseorang adalah memang kebenaran, namun hanya sebagain saja, yang mana sebagian yang lain dari kebenaran tersebut ada pada doktin dari seseorang yang lain. Sebaliknya juga, “belum tentu” doktrin yang diyakini dan dipegang oleh orang lain yang berbeda dengan yang kita pegang pasti salah. Bisa saja doktrin tersebut adalah benar namun dari sudut pandang yang lain yang itu tidak kita pikirkan, dan bisa juga doktrin tersebut memang benar adanya dan doktrin yang kita yakini yang salah.
Yang terpenting dalam hal ini adalah, bila kita yakin bahwa doktrin yang kita pegang adalah kebenaran dan Alkitabiah, maka gunakanlah doktrin tersebut sebagai kebenaran untuk memerdekakan orang, bukan sebagai sejata yang untuk menyerang apalagi menghujam setiap mereka yang memegang doktrin yang berbeda dengan kita.
Tidak jarang sikap fanatisme terhadap doktrin ini terjadi diantara orang-orang yang suka memperdebatkan doktrin. Mungkin bagi sebagian pembaca tidak mempermasalahkan mengenai debat doktrin, dan mungkin beberapa juga meyakini debat doktrin itu perlu. Namun dalam hal ini, “bagi saya pribadi” , saya memandang hal tersebut adalah hal yang konyol. Mengapa saya beranggapan demikian.? Mungkin karena selama ini saya belum pernah menemukan suatu debat doktrin Kristen yang berakhir dengan sepaham, justru sebaliknya, disetiap debat doktrin yang saya saksikan, berakhir dengan di mana mereka yang debat tetap sama-sama menyakini bahwa doktrin yang mereka masing-masing pegang adalah yang akurat sedangkan yang lain tidak.
Bukanlah masalah bagi saya untuk menelah (menguji) sebuah doktrin, dan bagi saya hal ini perlu, karena untuk mengklarifikasi apakah doktrin tersebut Alkitabiah atau tidak. Namun bila beranjak untuk memperdebatkan doktrin tersebut, bagi saya lebih baik tidak.
Seperti ada tertulis:
Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. (1 Tesalonika 5 : 21)
Di dalam ayat diatas sangat jelas “ujilah segala sesuatu” bukan “perdebatkanlah segala sesuatu”. Kita memang perlu menguji (menelah) doktrin-doktrin yang ada, mengingat di zaman sekarang semakin gencarnya bermunculan doktrin-doktrin yang berisikan kebenaran Alkitab namun disusupi oleh kepalsuan-kepalsuan dan penyimpangan-penyimpangan yang samar. Namun, kendati demikian, kita juga perlu menghayati pernyataan akhir pada ayat di atas yang berbunyi: “dan peganglah yang baik”. Tidak perlu kita menghabiskan emosi dan waktu kita untuk berdebat, cukup mengujinya, serta memegang apa yang benar dan yang baik, lalu sampaikan dengan tegas mengenai kebenaran tersebut, terlepas orang lain mau menerimanya atau tidak.
Namun demikian, dalam hal ini saya tidak mengatakan bahwa 100% debat itu selalu buruk, salah atau negative. “Mungkin” saja ada segelintir orang yang bisa membawa debat dengan hasil memberikan pencerahan dan membukakan kebenaran. Yang terpenting disini adalah jangan sampai sikap fanatisme tersebut menguasai / mengontrol kita sehingga bisa-bisa kita memang memegang kebenaran yang sesungguhnya, namun kita pakai hal itu sebagai senjata untuk menyerang dan menghujam orang lain.
Fanatisme Terhadap Denominasi
Fanatisme terhadap denominasi (kelompok) juga telah ada berabad-abad silam, bahkan hal ini pernah di singgung oleh Rasul Paulus pada zamannya, seperti yang terdapat pada 1 Korintus 1 : 10 – 13, di mana pada waktu itu Rasul Paulus menasehati jemaat supaya tidak terpecah-pecah karena ada jemaat yang mengatakan bahwa mereka golongan Paulus, golongan Apolos, dll.
Dan setelah sepeninggalan para Rasul generasi pertama, dalam perjalanan & perkembangan ajaran Kristen, makin timbul banyak golongan, kelompok, atau yang lebih kita kenal sekarang dengan sebutan denominasi. Sikap fanatisme terhadap denominasi ini juga telah membuat suatu kondisi yang merusak, bahkan rusak parah di dalam struktur Gereja Tuhan sebagai Tubuh Kristus hingga saat ini.
Saya sudah cukup banyak mendengar dari beberapa pendoa syafaat senior yang peka akan pimpinan Roh Kudus, di mana mereka mendapat hikmat & pengertian dari Tuhan, bahwa denominasi selama ini telah menjadi penghalang besar bagi anggota-anggota TubuhNya bersatu sebagai TubuhNya sebagaimana yang Dia rindukan.
Sikap fanatisme terhadap denominasi merasuki tidak hanya di kalangan jemaat Tuhan, bahkan juga para pemimpin-pemimpin dan rohaniawan. Sungguh akan berdampak kepada seluhuh jemaat apabila pemimpin dari denominasi menggengam sikap fanatisme ini.
Contoh h: Adanya sebuah denominasi (di Indonesia) yang merasa ajaran denominasinya sangat Alkitabiah, di mana di dalam denominasi tersebut sering di sampaikan dalam ibadah dan seminarnya bahwa ajaran denominasi lain seperti aliran Kharismatik dan Pantekosta adalah menyimpang dan sesat, padahal ternyata hal ini karena disebabkan perbedaan doktrin yang dianut.
Ke “Aku’an” (kelompok-ku, denominasi-ku) adalah dasar dari sikap fanatisme ini, dan jelas-jelas ini bukanlah hasil dari pekerjaan Roh Kudus.
Siapakah gerangan doanya yang sudah begitu sangat lama namun belum terjawab sampai saat ini? Mari kita simak dari nats berikut ini:
Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
(Yohanes 17 : 21)
Apa yang menjadi penghalang Gereja Tuhan sampai saat ini untuk bisa meresponi kerinduan-Nya yang tertuang di dalam doa tersebut? Salah satu penghalang yang mencolok dari hal ini, tidak lain dan tidak bukan adalah fanatisme terhadap denominasi.
Denominasi sendiri bukanlah apa-apa, namun dalam hal ini, kenyataannya selama berabad-abad denominasi telah dijadikan tugu berhala dan dijadikan sebagai tembok tebal yang telah membuat Tubuh-Nya, Gereja-Nya terpecah-pecah.
Hanya melalui pertobatan yang sejati (meruntuhkan tembok-tembok dan berhala denominasi), dengan diikuti sikap kerendahan hati, dan mengakui satu sama lain bahwa kita saling membutuhkan satu sama lain, bahwa kita sebenarnya saling terhubung satu sama lain yang akan membawa kita Gereja Tuhan (Tubuh-Nya) mengalami rekonsiliasi untuk meresponi dan menjawab kerinduan Tuhan Yesus yang Dia ungkapkan di dalam doa-Nya yang telah dia ucapkan lebih dari 2000 tahun yang lalu. Hal ini perlu dimulai dari pemimpin-pemimpin dan rohaniawan.
Fanatisme Terhadap Pemimpin (Rohaniawan).
Fanatisme terhadap para pemimpin umat dapat saja terjadi dikalangan gereja Roma Katolik dan denominasi gereja lain. Tidak sedikit, bahkan bisa dibilang banyak umat Tuhan yang memiliki sikap fanatisme terhadap seorang tokoh pemimpin rohani, terutama pemimpin yang berkharisma, punya banyak pengaruh ataupun pemimpin yang dipakai dalam perkara-perkara adikodrati.
Tidak sedikit umat Tuhan, jemaat Kristen yang memiliki sikap fanatisme terhadap pemimpin rohani mereka, entah itu secara sengaja maupun tidak, dan secara sadar maupun tidak. Dalam hal ini sering kali dimulai / diawali ketika seseorang mulai mengidolakan seorang tokoh pemimpin rohani.
Efek terparah dari fanatisme terhadap pemimpin rohani adalah pengkultusan sosok pemimpin tersebut, dan penyimpangan setiap mereka yang fanatik “bila” pemimpin yang mereka ikuti menyimpang ataupun sesat. Hal ini dikarenakan sikap fanatisme ini bisa membuat pandangan orang kabur (sulit membedakan) tentang kebenaran yang telah disusupi atau dibelokan, sehingga ketika apa yang dia yakini benar telah disusupi atau dibelokan, maka ia tetap menganggap bahwa yang ia yakini tersebut masih benar, dan dalam kasus pemimpin rohani, apabila pemimpin rohani tersebut melenceng jalannya atau mengalami penyimpangan / penyesatan, maka mereka-mereka yang fanatik terhadap pemimpin tersebut akan mengekor mengikuti kemanapun pemimpin tersebut akan pergi tanpa mempedulikan penyimpangan yang terjadi pada pemimpin mereka –sekalipun tujuan pemimpin tersebut adalah menuju jurang api. Hal ini bisa terjadi dikarenakan mereka (para fanatik) tidak melihat adanya penyimpangan tersebut, yang mana ini adalah efek dari sikap fanatisme. Ini adalah bahaya yang sangat serius.
Dalam hal ini telah banyak kasus terjadi diberbagai belahan di dunia. Di Korea misalnya, ada seorang pemimpin aliran Kristen yang memiliki banyak sekali pengikut, dan dalam kurun waktu yang cukup lama, pemimpin aliran Kristen ini di guncang dengan berbagai skandal baik secara karakter maupun ajarannya, bahkan asosiasi gereja di Korea tidak mengakui keabsahannya karena aliran ini dianggap bidat / sesat. Tapi bagaimana dengan pengikutnya.? Mereka para jemaat begitu mengidolakan pemimpin ini, bahkan mereka berusaha melindungi pemimpin ini dari serangan pihak luar, termasuk dari aparat pemerintahan ketika adanya investigasi sebuah kasus.
Jemaat yang dewasa rohaninya akan mengarahkan kehidupan rohaninya terfokus kepada Kristus, bukan kepada pemimpin rohani. Dalam hal ini, pentingnya seorang pemimpin rohani untuk dapat membawa jemaat Tuhan mengalami kehidupan pribadi dengan Tuhan dan memiliki pandangan terpusat kepada Tuhan bukan kepada diri pemimpin itu sendiri. –Juga di sini perlu diingat bahwa seorang pemimpin rohani adalah seorang pelayan Tuhan bukan penggantinya Tuhan, atau KW’nya Tuhan. Peran seorang pemimpin rohani atau rohaniawan menurut Efesus 4 : 11 – 13 adalah untuk memperlengkapi jemaat (orang-orang kudus) dalam hal pelayanan bagi pembangunan Tubuh Kristus, dan untuk membawa jemaat mengalami kedewasaan di dalam Kristus. Jadi sudah memang seharusnya jemaat Tuhan dibawa untuk menjadi pribadi-pribadi yang berpusatkan kepada Kristus, bukan kepada yang lain, termasuk kepada pemimpin rohani sekalipun.
Ketika anda “agresif” membela pemimpin rohani anda saat ada pribadi-pribadi yang menyerangnya, dan anda menyerang kembali terhadap mereka-mereka yang menyerang pemimpin rohani anda tersebut, –ketika anda lebih cenderung mempercayai perkataan pemimpin rohani anda saat berseberangan dengan pemimpin rohani yang lain, “terlepas” dari kebenarannya mana yang benar (tanpa mengujinya terlebih dahulu), –ketika anda selalu mengiyakan setiap perkataan pemimpin rohani anda tanpa perlu adanya filter –karena anda menganggap bahwa apa yang dikatakan pemimpin rohani anda selalu benar dan berasal dari Tuhan (lihat 1 Tesalonika 5 : 21) , –ketika anda dalam hal pengajaran, kotbah, dan penyampaian merasa puas bila mendapat “hanya” dari pemimpin rohani anda, seakan-akan menandakan bahwa penyampaian pemimpin rohani anda lebih dari pemimpin rohani yang lain, –ketika anda begitu mengagumi dan mengidolakan seorang pemimpin rohani atau rohaniawan layaknya idola di dunia sekuler,,, –bila hal-hal ini ada dalam kehidupan rohani anda, anda perlu berhati-hati, karena ini adalah tanda-tanda sikap fanatisme terhadap seorang pemimpin rohani menghinggapi anda.
Perlu di pahami bagi para pembaca, ulasan di atas sama sekali tidak bermaksud untuk mengurangi rasa hormat kepada mereka-mereka para pemimpin rohani dan rohaniawan. Tentu mereka perlu dihormati serta dihargai, dan diapresiasi atas peran mereka dalam kehidupn rohani kita. Namun demikian kita perlu memahami porsinya dan tidak keluar dari batas-batas yang seharusnya / sewajarnya.
Sikap fanatisme terhadap pemimpin ini berdampak bahaya tidak hanya kepada jemaat, namun juga terhadap pemimpin itu sendiri. Karena bila ia (pemimpin) tidak bisa menjaga langkahnya, maka akan mudah bagi pemimpin tersebut untuk memiliki rasa “bangga diri” dan “terbuai” akan posisinya, yang mana hal ini akan menjalar ke hal-hal yang lebih serius dan sangat mungkin bisa berdampak pada penyimpangan. Kasus seperti ini tidak hanya ada dalam teori tulisan saja, namun di dunia nyata Gereja hal ini bernar-benar terjadi. Bila anda menyimak mengenai kondisi Gereja di Amerika Serikat akhir-akhir ini, apa yang sudah saya ulas diatas telah banyak terjadi.
Bagaimana Mengatasi Masalah Fanatisme Ini.?
Setiap kita dapat terhindar dari perangkap fanatisme ini bila kita mau menundukan kehidupan kita dalam tawanan Roh Kudus setiap hari, dalam artian kita memiliki kehidupan pribadi dengan Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai fokus dan pusat hidup kita, –bukan yang lain. Serta menjadikan Dia sebagai penuntun pribadi hidup kita yang akan memimpin kita di dalam jalan-jalan dan kehendak-Nya. Hal tersebut ibarat sebagai vaksin yang melumpuhkan propaganda yang disebabkan oleh virus fanatisme ini. Namun demikian kenyataannya memang tidaklah semudah teori atau kata-kata, karena kenyataan yang terjadi di dalam Gereja Tuhan tidak sedikit dari mereka yang tampaknya peka, yang tampaknya radikalpun ternyata terinfeksi juga oleh virus fanatisme ini. Diperlukan adanya kesadaran pribadi dalam mengatasi sikap fanatisme ini, baik bagi kita yang mungkin sudah terinfeksi ataupun kita yang baru jadi incaran dari virus fanatisme ini.
Di sini peran para pemimpin rohani dan rohaniawan sangatlah penting, yaitu untuk membawa jemaat menjadi jemaat yang dewasa dan memiliki kehidupan pribadi masing-masing dengan Tuhan, dalam artian para pemimpin membawa jemaat untuk menjadi pribadi-pribadi yang hidupnya fokus dan terpusat kepada Kristus bukan kepada yang lain termasuk diri pemimpin itu sendiri.
Seorang pemimpin rohani dikatakan sebagai seorang pemimpin rohani yang berhasil apabila jemaat yang dia layani menjadi jemaat yang dewasa di dalam Tuhan dan memiliki kehidupan yang fokus dan terpusat kepada Kristus bukan kepada diri pemimpin tersebut.
Maksud Dari Penulisan Artikel Ini.
Dan dalam menulis tulisan ini saya tidak bemaksud untuk menyinggung pribadi atau kelompok tertentu, namun demikian saya cukup yakin bahwa setiap orang yang terjangkiti virus fanatisme akan tersentil ketika membaca tulisan ini. –Saya berdoa kiranya mereka dibukakan kebenaran mengenai hal ini.
Kiranya para pembaca mendapat berkat serta wawasan yang berarti dalam tulisan ini, dan di akhir tulisan ini saya akan mengutip nats-nats berikut:
Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!
(1 Korintus 10 : 12)
(4) Karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Tuhan, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. (5) Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Tuhan. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus,
(2 Korintus 10 : 4 – 5)
Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.
(1 Tesalonika 5 : 21)
Immanuel Dan Maranatha
Tuhan Yesus Memberkati.
BrotherHu