Kajian tekstual terhadap Metafora Perjalanan dalam Serat Jatimurti
Memasuki Alam Kahanan Jati sebagai akhir perjalanan (4)
1.Dalam Serat Jatimurti, Soedjonoredjo mena-makan alam keempat ini sebagai Kahanan Jati atau kenyataan yang sesungguhnya. Sebagai-mana telah dipaparkan di atas, tidak ada ruang
atau waktu di dalam Kahanan Jati. Tidak ada yang dapat dibandingkan dengan luas dan vo-lumenya. Bahkan, tidak ada metafora yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan-nya.
2.Karena itu, Serat Jatimurti menggunakan ungkapan linear yang multitafsir, abstrak dan bahkan terkadang dialektis. Misalnya, perta-ma, dalam menggambarkan alam keempat ini Serat Jatimurti menyatakan bahwa “alam ini tidak terbatas.” Bahkan, disampaikan bahwa, tidak ada kata yang dapat menggambarkan-nya. Jadi, Soedjonoredjo menyatakan bahwa, tidak ada manusia yang dapat menjelaskannya. Namun, setelah menyampaikan hal itu, ia menambahkan dengan pernyataan kedua yang menunjukkan bahwaKahanan Jati tidak mem-butuhkan ruang dan waktu, bahkan sebaliknya seluruh ruang dan waktu di alam-alam yang lain dikendalikan oleh Kahanan Jati ini.
3.Dalam Serat Jatimurti disebutkan bahwa alam yang se-sungguhnya ini adalah Allah sendiri. Allahlah yang melahirkan waktu dan ruang untuk me-manifestasikan diri-Nya di alam garis, bidang, dan Jirim. Apakah manifestasi ini merupakan hal yang di dalam teologi dikenal dengan istilah emanasi ilahi atau bukan, hal ini perlu diteliti lebih lanjut. 4.Dengan demikian, sangat menarik bahwa Soedjonoredjo memberikan dua pernyataan yang berbeda dan saling ber-lawanan. Di satu pihak, tidak ada manusia yang dapat menjelaskan alam ini. Namun, Soe-djonoredjo sebagai manusia dapat memapar-kannya. Hal ini dapat berarti bahwa sebagian besar orang tidak mengenal hal ini dan mem-butuhkan orang-orang khusus yang sudah mengalami penyatuan dengan Sang Ilahi yang menuntun untuk memahaminya, seperti Soe-djonoredjo dipimpin oleh gurunya.
5.Dari analisis pada metafora-metafora di atas, tersirat suatu konsep bahwa manusia sebagai Homo Viator mulanya terbatas, namun sema-kin lama semakin mengenali pilihan-pilihanyang ada dalam perjalanannya di alam yang lebih luas. Namun, bagaimana manusia dapat tiba pada kesadaran adanya Kahanan Jati ini? Yang pasti, tidak ada seorang manusia yang dapat menangkap eksistensi Kahanan Jati ber-dasarkan penangkapan inderawi karena mere-ka membutuhkan suatu titik berangkat yang lain.
6.Dalam Serat Jatimurti, perjalanan sebagai Ho-mo Viator dapat terjadi karena, secara esensi-al , roh manusia adalah percikan dari Yang Ilahi. Esensi manusia inilah yang membuatnya mampu memilih diam, mengalahkan nafsu atau keakuannya, dan berjalan sampai men-capai penyatuan dengan Allah. Percikan dari keilahian ini memberikan kemampuan pada manusia untuk mampu mengendalikan, atau meredakan, dan menghilangkan dorongan-dorongan perasaan dan persepsi inderawi yang mengikat mereka entah ke Alam Garis, Alam Bidang, atau Alam Jirim. Titik berangkat ke-seluruhannya dimulai dengan berdiam diri, membiarkan keheningan menguasai diri ma-nusia, dan dilatih atau dibimbing menyadari serta mengendalikan keakuannya.
SUMBER:
Perjalanan Spiritual Homo Viator: Studi Komparatif Serat Jatimurti dengan Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11–32)
https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/465/400
Robby Igusti Chandra Sekolah Tinggi Teologi Cipanas,
Korespondensi: Robbycha@yahoo.com