Kajian Tekstual atas Perumpamaan Anak yang Hilang sebagai Metafora Perjalanan (1)
1.Ia (Anak yang hilang setelah habis harta dan timbul bencana kelaparan) be-kerja sebagai penjaga babi, yaitu suatu peker-jaan yang di masa itu hampir serupa dengan status hamba sahaya. Di dalam perjuangan hidupnya, ternyata ia terus merasa kelaparan dan tidak ada yang membantunya. Pada saat itu, ia melakukan percakapan dengan dirinya sendiri untuk mengevaluasi apa yang terjadi. Hasilnya, ia bertekad kembali ke rumah orang tuanya untuk mengaku salah dan meminta pekerjaan.
2.Setelah ia melakukan perjalanan, ayahnya ternyata bukan hanya menerimanya kembali, dan mengampuni kesalahannya, namun memberikan jubah, sandal, dan cincin serta menyuruhnya berpesta karena orang pa-tut mengenali kebahagiaan sang ayah yang te-lah mendapatkan anaknya kembali. Namun, narasi kemudian bergeser menyoroti respons putra sulungnya yang tidak mampu menerima kehadiran adiknya kembali.
3.Dalam perumpamaan Anak yang Hilang, terlihat ranah konkret perjalanan yang dimulai dengan tokoh perjalanan itu sendiri yaitu si putra bungsu. Karena prakarsanya, sekurang-kurangnya ia akan menjalani perjalanan yang memiliki tiga tahap.
3.1.Tahap pertama dari perjalanan ini adalah se-mua hal yang terjadi ketika ia berada di rumah ayahnya. Dalam tahap pertama dari perjalan-an ini terlihat beberapa hal yang kentara pada ranah konkret perumpamaan ini. Kesatu, si bungsu memiliki pilihan dan berani mengam-bil inisiatif. Di masa itu, pilihan ini merupakan penyimpangan besar dari apa yang seorang ayah inginkan atau rindukan dari putranya yaitu berdiam di sekitar, belajar dari nya, dan kemudian melanjutkan pekerjaannya .41 3.2.Kedua, ia memiliki impian atau destinasi yang ia ingin-kan dalam proses perjalanan tersebut.
3.3.Ketiga, ia mampu mengeksekusi pelaksanaan dari apa yang telah direncanakannya.
4.Hal yang tersembunyi dari perjalanan pertama di dalam teks ini adalah sebagai berikut.
4.1.Ke-satu, si bungsu melakukan tindakan yang, me-nurut budaya Yahudi pada zaman itu, dipan-dang sebagai hal yang tidak pantas. Dengan meminta harta warisan dan pergi meninggal-kan keluarganya berarti ia telah mengambil harta yang semestinya digunakan untuk me-melihara hidup sang ayah di hari tua dan Dalam masyarakat agraria pada zaman itu, pertanian adalah pekerjaan yang dinilai sangat tinggi sehingga me-ninggalkan pekerjaan tersebut sama dengan menghilang-kan sikap respek masyarakat atau sebaliknya membawa malu kepada keluarga.
4.2.Kedua, dengan me-ninggalkan keluarganya berarti i a telah meng-abaikan pendapat ayahnya yang mungkin me-nasihatinya mengenai pilihannya yang buruk. Bahkan, tindakannya yang berani tersebut menunjukkan bahwa ia telah memilih, bukan hanya untuk meninggalkan keluarganya secara fisik, namun juga memutuskan hubungan psi-kologis dengan keluarga dan masyarakat dari mana ia berasal.43 Dengan demikian, si bungsu juga telah mempersiapkan diri untuk tidak lagi diakui sebagai anak oleh ayahnya.44
SUMBER:
Perjalanan Spiritual Homo Viator: Studi Komparatif Serat Jatimurti dengan Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11–32)
https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/465/400
Robby Igusti Chandra Sekolah Tinggi Teologi Cipanas,
Korespondensi: Robbycha@yahoo.com