Kesamaan dan Perbedaan antara Metafora Perjalanan Serat Jatimurti dengan Perumpamaan Anak yang Hilang
Uraian terdahulu telah mencatat persamaan persamaannya dan kali ini kita akan menengok apa saja perbedaan perbedaannya,
PERBEDAAN
Selain kajian di atas menunjukkan adanya tigakesamaan, juga terdapat beberapa perbedaan
1.Pertama, dalam hal titik be-rangkat perjalanan menuju Allah, terdapat perbedaan yang kontras antara perumpamaan anak yang hilang dengan Serat Jatimurti. Serat Jatimurti tidak memiliki konsep dosa dan anu-gerah, melainkan mengajarkan bahwa manu-sia dapat memilih untuk melakukan perja-lanan spiritual dan mencapai tujuannya, yaitu tiba pada kenyataan yang sejati. Serat Jatimurti mengajarkan mengenai manusia secara hakiki memiliki percikan ilahi di dalam dirinya se-hingga hal ini merupakan titik berangkat per-jalanan spiritualnya. Konsep ini memang me-rupakan keyakinan umum di kalangan Keja-wen.47 Artinya, manusia punya pilihan untuk memiliki kesadaran mengenai realitas dan me-milih menempuh perjalanan melewati ke tiga alam: garis, bidang, dan Jirim agar menyatu dengan Allah. Berbeda dengan Serat Jatimurti, perumpa-maan anak yang hilang memperlihatkan titik berangkat (baca: titik balik) si bungsu untuk kembali kepada ayahnya dimulai dari keterpu-rukan dan ketidakberdayaannya, sebagai wu-jud pertobatan. Pertobatannya dimulai dari penilaian dan pengakuan yang jujur terhadap kondisi dirinya yang sama sekali tidak mampu untuk menyelamatkan diri sendiri.48 Ia pun menyadari dosanya terhadap Allah dan terha-dap bapanya. Dalam kondisi diliputi keputus-asaan itulah, ia mengalami perubahan pemi-kiran dan melihat dari perspektif yang baru. Jikalau sebelumnya ia hidup dalam pengenal-an yang dangkal akan ayahnya, egois dan materialistis, maka sekarang ia melihat ayah-nya sebagai sosok yang murah hati terhadaporang-orang upahannya sehingga mereka me-miliki makanan yang berlimpah.49 Karena itu, ia bangkit dan pergi kembali kepada sang ayah yang ia yakini penuh kemurahan tersebut.
2.Kedua, sekalipun Serat Jatimurti dan perumpa-maan anak yang hilang sama-sama menunjuk-kan adanya titik berangkat, proses perjalanan, dan destinasi akhir, namun ada perbedaan dalam hal titik akhir penyatuan dengan Allah. Pada Serat Jatimurti, penyatuan dengan Allah (unio mystica)terjadi ketika identitas manusia lenyap melebur dengan Allah. Ajaran tersebut memang diterima luas oleh sebagaian besar kalangan Kejawen.50 Sebaliknya, dalam perum-pamaan anak yang hilang, penyatuan tersebut lebih merupakan communion atau kondisi di mana ayah dan anak saling memeluk dengan identitas masing-masing tetap hadir, bukan peleburan sama sekali.
3.Ketiga, menurut Serat Jatimurti, halangan yang nyata hadir dalam proses perjalanan adalah karena manusia lebih mementingkan persepsi dan keinginan dirinya. Sementara itu, dalam perumpamaan anak yang hilang, halangan po-tensial dalam perjalanan kembali kepada sang ayah terdapat pada kenyataan bahwa perjalan-an ini merupakan proses yang penuh penderi -taan. Ia harus siap sedia menanggung rasa ma-lu dicemooh oleh lingkungan sosial masyara-kat di mana keluarganya berada. Bahkan, ia harus siap sedia menghadapi hukuman dilem-pari batu hingga mati karena telah bersikap ti-dak hormat kepada orang tua dan juga mem-permalukan keluarganya (bdk. Ul. 21:18–21). Namun, kehendak dan tekadnya sudah bulat: “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku … Maka bangkitlah ia dan pergi kepada ba-panya.” Rasa malu, penderitaan dan hukuman tidak menghalanginya untuk berharap kepada belas kasihan ayahnya, sekalipun hanya diteri -ma sebagai seorang pekerja upahan. Sekarang si bungsu merasakan sendiri bagaimana susahnya kehidupan seorang pekerja upahan yang berada di tingkat terendah dari tangga ekonomi.
4.Keempat, di dalam Serat Jatimurti, Allah ada-lah khalik yang abstrak. Namun sebaliknya, dalam perumpamaan anak yang hilang, Allah digambarkan dengan sangat konkret sebagai pribadi yang aktif dan berinisiatif, pemrakarsa dalam memberikan anugerah tanpa syarat. Allah adalah pemberi warisan, pemberi ke-sempatan memilih, yang tergerak hatinya oleh belas kasihan dan tidak menuntut hukuman balasan yang setimpal. Allah juga adalah pem-beri peran pada manusia dengan mengenakan jubah, cincin, sepatu untuk berpesta setelah sang manusia diampuni. Jadi, melalui perum-pamaan anak yang hilang, Yesus memperlihat-kan figur Allah yang di dalam kelimpahan kasih karunia-Nya berinisiatif mencari dan menyela-matkan manusia berdosa untuk membawa me-reka kembali kepada persekutuan dengan-Nya, yang diiringi dengan sukacita besar di sorga ka-rena yang terhilang sudah bertobat dan didapat kembali (bdk. 15:7, 10, 32).
SUMBER:
Perjalanan Spiritual Homo Viator: Studi Komparatif Serat Jatimurti dengan Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11–32)
https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/465/400
Robby Igusti Chandra Sekolah Tinggi Teologi Cipanas,
Korespondensi: Robbycha@yahoo.com