HOMO VIATOR 15

Kesamaan dan Perbedaan antara Metafora Perjalanan Serat Jatimurti dengan Perumpamaan Anak yang Hilang

Uraian terdahulu telah mencatat persamaan persamaannya dan kali ini kita akan menengok apa saja perbedaan perbedaannya,

PERBEDAAN

Selain kajian di atas menunjukkan adanya tigakesamaan, juga terdapat beberapa perbedaan

1.Pertama,  dalam  hal  titik  be-rangkat  perjalanan menuju  Allah,  terdapat perbedaan yang kontras antara perumpamaan anak yang hilang dengan Serat Jatimurti. Serat Jatimurti tidak memiliki konsep dosa dan anu-gerah,  melainkan  mengajarkan  bahwa  manu-sia  dapat  memilih  untuk  melakukan  perja-lanan spiritual dan mencapai tujuannya,  yaitu tiba pada kenyataan yang sejati. Serat Jatimurti mengajarkan mengenai manusia secara hakiki memiliki  percikan  ilahi di  dalam  dirinya  se-hingga hal ini merupakan titik berangkat per-jalanan spiritualnya. Konsep ini memang me-rupakan  keyakinan  umum  di  kalangan  Keja-wen.47 Artinya, manusia punya pilihan  untuk  memiliki kesadaran mengenai realitas dan me-milih  menempuh  perjalanan  melewati  ke  tiga  alam:  garis,  bidang,  dan  Jirim  agar  menyatu  dengan Allah.  Berbeda  dengan  Serat  Jatimurti,  perumpa-maan anak  yang  hilang  memperlihatkan  titik  berangkat  (baca:  titik  balik)  si  bungsu  untuk kembali kepada ayahnya dimulai dari keterpu-rukan  dan  ketidakberdayaannya,  sebagai  wu-jud  pertobatan.  Pertobatannya dimulai  dari  penilaian  dan  pengakuan  yang  jujur  terhadap  kondisi dirinya yang sama sekali tidak mampu untuk  menyelamatkan  diri  sendiri.48 Ia  pun  menyadari dosanya terhadap Allah dan terha-dap bapanya. Dalam kondisi diliputi keputus-asaan  itulah,  ia  mengalami  perubahan  pemi-kiran  dan  melihat  dari  perspektif  yang  baru.  Jikalau sebelumnya ia hidup dalam pengenal-an   yang   dangkal   akan   ayahnya,   egois   dan   materialistis,  maka  sekarang  ia  melihat  ayah-nya  sebagai  sosok  yang  murah  hati terhadaporang-orang upahannya sehingga mereka me-miliki makanan yang berlimpah.49 Karena itu, ia    bangkit dan pergi kembali kepada sang ayah yang ia yakini penuh kemurahan tersebut.

2.Kedua, sekalipun Serat Jatimurti dan perumpa-maan anak yang hilang sama-sama menunjuk-kan adanya titik berangkat, proses perjalanan, dan destinasi  akhir,  namun  ada  perbedaan  dalam hal titik akhir penyatuan dengan Allah. Pada Serat Jatimurti, penyatuan dengan Allah (unio mystica)terjadi ketika identitas manusia lenyap melebur dengan Allah. Ajaran tersebut memang  diterima  luas  oleh  sebagaian  besar  kalangan Kejawen.50 Sebaliknya, dalam perum-pamaan anak yang hilang, penyatuan tersebut lebih  merupakan  communion atau  kondisi  di mana ayah  dan  anak  saling  memeluk  dengan  identitas  masing-masing  tetap  hadir,  bukan  peleburan sama sekali.

3.Ketiga, menurut Serat Jatimurti, halangan yang nyata  hadir  dalam  proses  perjalanan  adalah karena manusia lebih mementingkan persepsi dan  keinginan  dirinya.  Sementara  itu,  dalam perumpamaan anak yang hilang, halangan po-tensial dalam perjalanan kembali kepada sang ayah terdapat pada kenyataan bahwa perjalan-an ini merupakan proses yang penuh penderi  -taan. Ia harus siap sedia menanggung rasa ma-lu  dicemooh  oleh  lingkungan  sosial  masyara-kat  di  mana  keluarganya  berada.  Bahkan,  ia  harus siap sedia menghadapi hukuman dilem-pari batu hingga mati karena telah bersikap ti-dak hormat kepada orang tua dan juga mem-permalukan  keluarganya  (bdk.  Ul.  21:18–21). Namun,  kehendak  dan  tekadnya  sudah  bulat: “Aku  akan  bangkit  dan  pergi  kepada  bapaku  …  Maka  bangkitlah  ia  dan  pergi  kepada  ba-panya.” Rasa malu, penderitaan dan hukuman tidak menghalanginya untuk berharap kepada belas kasihan ayahnya, sekalipun hanya diteri  -ma sebagai seorang pekerja upahan. Sekarang  si  bungsu  merasakan sendiri bagaimana susahnya kehidupan seorang pekerja upahan yang berada di tingkat terendah dari tangga ekonomi.

4.Keempat, di dalam Serat Jatimurti, Allah ada-lah  khalik  yang  abstrak.  Namun  sebaliknya,  dalam perumpamaan anak yang hilang, Allah digambarkan  dengan  sangat  konkret  sebagai  pribadi yang aktif dan berinisiatif, pemrakarsa dalam  memberikan  anugerah  tanpa  syarat.  Allah  adalah  pemberi  warisan,  pemberi  ke-sempatan memilih, yang tergerak hatinya oleh belas  kasihan  dan  tidak  menuntut  hukuman  balasan yang setimpal. Allah juga adalah pem-beri peran pada manusia dengan mengenakan jubah,  cincin,  sepatu  untuk  berpesta  setelah  sang  manusia  diampuni.  Jadi,  melalui  perum-pamaan anak yang hilang, Yesus memperlihat-kan figur Allah yang di dalam kelimpahan kasih karunia-Nya berinisiatif mencari dan menyela-matkan manusia berdosa untuk membawa me-reka kembali kepada persekutuan dengan-Nya, yang diiringi dengan sukacita besar di sorga ka-rena yang terhilang sudah bertobat dan didapat kembali (bdk. 15:7, 10, 32).

SUMBER:

Perjalanan Spiritual Homo Viator: Studi Komparatif Serat Jatimurti dengan Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11–32)

https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/465/400

Robby Igusti Chandra Sekolah Tinggi Teologi Cipanas,

Korespondensi: Robbycha@yahoo.com