HOMO VIATOR 5

Latar Belakang Penafsiran Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (5)

1.Dalam konteks masa itu, per-umpamaan dipergunakan untuk  menyampai-kan  suatu  standar  moral  atau  prinsip  iman.  Dengan demikian, perumpamaan yang Kristus sampaikan di dalam Lukas 15 mengenai anak yang hilang  dapat  dianggap  termasuk  suatu metafora yang diperluas di dalam narasi.

2.Dalam Injil Lukas, perumpamaan-perumpamaan  ini  disampaikan  Tuhan  Yesus  dalam suatu konteks menjawab kritik dari orang-orang  Farisi  dan  ahli-ahli  Taurat  me-ngenai  tindakan  dan  pelayanan-Nya.  Secara sepintas   lalu, perumpamaan-perumpamaan tersebut  menyampaikan  ajaran  mengenai  ke-gembiraan  yang  hadir  ketika  apa  yang  hilang  diperoleh   kembali.   Domba   melambangkan   ternak, mata uang menggambarkan harta yang berharga,  dan  anak  menggambarkan  darah  daging, reputasi, serta hubungan dekat..

3.Christopher Naseri menyatakan  bahwa,  ahli-ahli  Alkitab  telah lama  membahas  dan  men-cari suatu  judul  yang  paling  tepat  bagi  per-umpamaan  tersebut  karena,  bagaikan sebuah gunung, perumpamaan tersebut memiliki dua puncak   dalam   penggambarannya   mengenai   dua  tokoh  yang  bertentangan  yaitu  si  bungsu  dan si sulung.24 Karena itu, walaupun mulanya secara   tradisional   perumpamaan   ini   diberi   judul “Anak  yang  Hilang,”  beberapa sarjana mengusulkan nama lain. Misalnya, Allan Cul-pepper  mengajukan  judul  “The  Prodigal  Son,  the   Compassionate   Father   and,   the   Angry   Brother”bagi perumpamaan ini karena, selain si  bungsu,  ada  dua  tokoh  ditonjolkan  yaitu  sang  ayah  dan  si  sulung.

4.Secara  umum  para  sarjana  sepakat  bahwa perumpamaan  ini  setidaknya mencakup tiga makna berikut ini. Pertama, perumpamaan ini mengilustrasikan karakter Allah sebagai Bapa yang  penuh  kasih  sedemikian  rupa  sehingga  tidak  ada  ayah  di  dunia  yang mengasihi  dan  bertindak  seperti  demikian.27 Kedua, melalui perumpamaan  ini, Yesus ingin mengesahkan pelayanannya  kepada  kaum  marjinal  sebagai  jawaban   kepada   mereka   yang   mengkritik-Nya.28 Ketiga, melalui  perumpamaan  ini,  Ye-sus juga ingin mengajarkan para pengecamnya (kaum   Farisi   dan   ahli-ahli   Taurat)   bahwa Kerajaan Allah sudah tiba melalui pelayanan-Nya dan seharusnya disambut dengan sukacita dan  perayaan  ketika  mereka  yang  terhilang  merespons berita injil   dan   datang   kepada   Allah di dalam pertobatan.

5.Selanjutnya, menurut pendekatan  penafsiran secara etnis,  si  sulung  digambarkan  dengan  orang Yahudi yang mendengar tentang Kristus namun menolak-Nya sedangkan si bungsu se-bagai golongan  bangsa  bukan  Yahudi  yang  menerima anugerah di dalam Kristus, sebagai-mana pandangan Tertulianus dan Agustinus.30Jelaslah adanya berbagai pilihan untuk menaf-sirkan perumpamaan ini muncul karena, aspek perumpamaan  ini sangat kaya.

6.Namun, salah satu hal yang tidak banyak ditekankan adalah proses perjalanan  si  Anak  yang  Hilang  pergi menjauh  dan  kemudian  kembali  ke  ayahnya sebagai  konsep  konkret  yang  menunjukkan  suatu perjalanan  spiritual.  Hal  ini  antara  lain  dipaparkan  dalam  artikel  The  Parable  of  the  Prodigal  Son:  A  Cognitive  Linguistic  Analysis  yang  merupakan  studi  Lehaci dari  Romania.  Dalam tulisan tersebut, perjalanan ini sebagai ranah konkret  dapat  menekankan  beberapa  hal seperti titik berangkat perjalanan, halang-an, kemajuan atau kemunduran, dan destinasi atau  tujuannya.31 Pemahaman serupa ini  di-sampaikan  oleh  peneliti  lain  misalnya,  Linne-mann,  yang melihat perjalanan si bungsu seba-gai perjalanan ke dalam dosa dan kematian lalu kembali  ke  dalam  kehidupan  baru  berdasar-kan teks yang memuat kata-kata “Anakku te-lah mati dan hidup kembali, terhilang dan di-dapat kembali.”

 SUMBER:

Perjalanan Spiritual Homo Viator: Studi Komparatif Serat Jatimurti dengan Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11–32)

https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/465/400

Robby Igusti Chandra Sekolah Tinggi Teologi Cipanas,

Korespondensi: Robbycha@yahoo.com