HOMO VIATOR 6

Kajian tekstual terhadap Metafora Perjalanan dalam Serat Jatimurti

 Metafora mengenai perjalanan dan lokasi yang harus ditempuh. 

1.Kalimat pertama dalam Serat Jatimurti menya-takan,  : “Sesungguhnya ada realitas yang sungguh dan ada realitas yang tidak sungguh. Apa yang ada memang  dari  semula  sudah  ada.  Apa  yang  tidak  ada  memang  tidak  ada.” Kalimat  per-tama  ini  adalah  kalimat  yang  multi  tafsir  dan  abstrak. Kemungkinan    penerjemahanyang lain adalah “Sesungguhnya ada eksistensi yang  sejati  dan  ada  eksistensi  yang  tidak  asli.  Apa yang ada itu memang dari semula ya eksis, yang tidak eksis, ya, memang tidak eksis.”.

2.Jadi, dengan kalimat ini Serat Jatimurti meng-ajarkan  bahwa  ada  suatu  realitas  yang  utama  atau paling pokok dan sesungguhnya.  Sebagai bandingnya disampaikan tentang adanya suatu realitas yang tidak sungguh, atau asli. Selanjut-nya,  dalam  Serat Jatimurti  ditunjukkan bahwa hanya  Allah  yang  merupakan  realitas.  Istilah  yang   digunakan   untuk  menunjukkan  Allah  bukanlah istilah Gusti,  Hyang  Manon,  atau  Tuhan, namun Allah.

3.Jadi realitas yang utama adalah  Allah  sendiri.  Hal  ini  memang  selaras  dengan   agama   yang   dianut   Soedjonoredjo   yaitu agama Islam.34Melanjutkan  paparannya  tentang  realitas  di  atas,  Soedjonoredjo  menggunakan  sekurang-nya ada tiga metafora untuk menjelaskan apa yang  manusia  harus  lakukan  dalam  realitas  yang  bersifat  fluktuatif,  berubah,  sementaraserta  tidak  sungguh  tersebut.    Soedjonoredjo  menuliskan,  :  “Dunia  adalah  jalan, harus dijalani semestiya. Apa yang dila-lui tidak patut jadi tujuan. Siapa yang melalui jalan  itu  harus  menyadari  bahwa  apa  yang  di  depan akan dihampiri lalu dilewati saja.”

4.Kemudian,  sang  pengarang  karya  ini  mema-parkan  adanya  tiga  alam  di mana  manusia  harus datangi,  masuki,  dan  lalui,  yaitu  alam garis, alam bidang atau permukaan, dan alam jirim  atau  material.  Oleh  Soedjonoredjo,  ke-tiga metafora di atas dikaitkan dengan sebuah tangan,  yaitu  ada  garis  tangan,  ada  telapak  tangan,   dan   ada   keseluruhan   tangan.   Jadi manusia  seakan  makhluk  kecil  sebesar  titik

yang  berjalan  di  tangan  yang  sangat  raksasa. Sejauh  yang  pernah  diteliti,  metafora  tangan sebagai  realitas   wadah di  mana para manusia berada  belum  pernah  dikenal  luas  walaupun  Hui  Fan  pernah  melakukan  studi  mengenai  metafora atau  alegori  tangan  dalam  budaya  Tionghoa.3

 SUMBER:

Perjalanan Spiritual Homo Viator: Studi Komparatif Serat Jatimurti dengan Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11–32)

https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/465/400

Robby Igusti Chandra Sekolah Tinggi Teologi Cipanas,

Korespondensi: Robbycha@yahoo.com