Kajian Tekstual atas Perumpamaan Anak yang Hilang sebagai Metafora Perjalanan (3)
10.Tahap keempat dalam perjalanannya adalah saat perjumpaan dan penyatuan dirinya kem-bali dengan ayahnya. Aspek-aspek yang diton-jolkan adalah sebagai berikut. Sang ayah yang dari kejauhan sudah melihat si bungsu, berlari mengejarnya, merangkul dan mencium si anak yang tanpa status, bau, lapar, dan telah meng-habiskan harta orang tuanya. Tindakan lanjut-an sang ayah adalah memberikan cincin se -bagai lambang kuasa, jubah yang merupakan lambang status, dan sepatu sebagai lambang kelayakan serta perlindungan hidup.46
11.Kesim-pulan yang dapat ditarik dari semua penekan-an di atas adalah bahwa sang ayah memberi -kan pengampunan, penerimaan, dan anugerah yang tanpa syarat (unconditional grace) bagi putera bungsunya yang telah kembali.Berikut ini beberapa hal yang tersembunyi di dalam perjalanan keempat. Sang ayah lebih menekankan rekonsiliasi dalam relasi dengan anaknya daripada membuat perhitungan ataspilihan dan tindakan yang salah serta konse-kuensi dari tindakan anaknya. Sang ayah tidak hanya memberikan makanan yang sangat di-butuhkan anaknya, namun juga penerimaan tanpa syarat, status yang dipulihkan, kuasa ba-ru, perlindungan, serta tugas yang baru.
12.Dari semua kajian linguistik kognitif terhadap perjalanan spiritual dari si anak yang hilang terlihat pada ranah abstrak adanya suatu pro-ses yang sulit.
12.1.Pertama, si anak yang hilang harus melangkah dalam proses transformasi diri ketika terpanggil kembali untuk memilih berada dekat pada ayahnya daripada berada sendiri di tempat yang ia pilih sebelumnya. Dalam ranah konkret hal ini dipaparkan bah-wa, ketika ia berangkat, bekalnya melimpah. Sebaliknya, ketika memutuskan untuk pulang kembali, ia harus menanggung kelaparan, ketiadaan harta milik apa pun, bahkan tidak mengenakan sepatu sebagaimana layaknya seorang pemelihara babi di masa itu. Selain itu, dari kata-kata pada dirinya sendiri, ia tiba pada kesadaran atas dosa atau tindakannya yang menyimpang dari harapan ayah baginya. Proses tersebut membutuhkan tekad yang ku-at dan kesediaan membayar harga.
12.2.Kedua, dari saat memutuskan kembali pulang dan selama perjalanan, ia akan bergumul dengan kemungkinan mengalami penolakan dari ayah atau keluarganya. Menelusuri perumpamaan dari pendekatan ini akan memberikan penje-lasan mengenai segala tantangan dan hambat-an ketika seorang yang memutuskan mende-kat pada Tuhan dengan menapaki perjalanan spiritual.
SUMBER:
Perjalanan Spiritual Homo Viator: Studi Komparatif Serat Jatimurti dengan Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11–32)
https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/465/400
Robby Igusti Chandra Sekolah Tinggi Teologi Cipanas,
Korespondensi: Robbycha@yahoo.com