KEKUATAN DALAM KELEMAHAN

KEKUATAN DALAM KELEMAHAN
2Kor 12:1-13

Jika aku lemah, maka aku kuat” (10b). Pernyataan yang paradoks ini, kita kenal dalam perjalanan rasul Paulus setelah melampaui banyak penderitaan dalam upaya penyebaran Injil. Walau Paulus merasa tidak perlu untuk mengungkapkannya kembali, ia bermaksud agar terhindar dari sikap tinggi hati. Meskipun Paulus punya banyak alasan untuk bermegah diri (11-13).

Walaupun telah mengalami peristiwa pertobatan yang hebat (1), Paulus tidak ingin membanggakannya. Sewaktu dia mengungkapkan kembali penglihatannya, ia memperhalus pernyataannya dengan kalimat \’ada seorang Kristen\’ dan bukan \’sewaktu saya bertemu Tuhan empat belas tahun yang lalu\’. Disebutkan juga \’entah di dalam tubuh, entah di luar tubuh, aku tidak tahu\’, selanjutnya ditegaskan `hanya Allah yang mengetahuinya\’ (2, 3). Lalu Paulus tiba-tiba terangkat ke Firdaus dan mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan kembali oleh manusia (4).

Para ahli menafsirkan bahwa peristiwa ini adalah kisah perjumpaan Paulus dengan Kristus, waktu Paulus berada dalam perjalanan ke Damaskus. Ada juga yang menyebutnya sebagai peristiwa pewahyuan dalam penglihatan akhir zaman. Bagi Paulus semua pengalaman adikodrati tersebut tidak melahirkan kebanggaan diri. Ia malah membanggakan kelemahannya, dengan berpendapat `supaya aku jangan meninggikan diri karena pernyataan-pernyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu suatu utusan iblis\’ (7). Berulang kali Paulus memohon kepada Tuhan agar beban itu diangkat dari dirinya. Namun Paulus kembali harus tunduk pada otoritas Tuhan, karena dalam hambatan inilah kuasa Tuhan semakin disempurnakan di dalam diri Paulus (8, 9).

Refleksi: Apakah saat ini Anda sedang merasa teraniaya dalam pelayanan? Ingatlah bahwa dalam kelemahan manusia, kuasa pemulihan Tuhan yang cukup menghasilkan ketaatan, berlimpah.

Matthew Henry: 2Kor 12:1-10 – Rasul Paulus Diangkat ke Firdaus
Di dalam pasal ini Rasul Paulus masih lanjut dengan mempertahankan kehormatan
kerasulannya. Ia mengagungkan jabatannya itu ketika ada orang-orang yang mencemarkannya. Apa yang diucapkannya ketika memuji diri sendiri semata-mata merupakan pembenaran dan pembelaan diri yang diperlukan bagi kehormatan pelayanannya. Kehormatan ini perlu dipertahankan demi mencapai keberhasilan pelayanannya. Pertama, ia menyebutkan perkenan yang telah ditunjukkan Allah kepadanya, kehormatan yang telah diberikan kepadanya, cara-cara yang digunakan Allah untuk membuatnya tetap rendah hati, dan bagaimana ia memanfaatkan tindak pemeliharaan ilahi ini (ay. 1-10). Setelah itu ia berbicara kepada orang-orang Korintus, menunjukkan kesalahan yang telah mereka perbuat, dan menjelaskan panjang lebar tentang sikap serta niat baiknya kepada mereka (ay. 11-21).

Rasul Paulus Diangkat ke Firdaus (2 Korintus 12:1-10)
Di sini kita dapat amati,
I. Uraian yang diberikan Rasul Paulus perihal perkenan Allah terhadapnya, dan kehormatan yang diberikan-Nya kepadanya. Tidak diragukan lagi bahwa tokoh di dalam Kristus yang dibicarakannya adalah dirinya sendiri. Mengenai hal ini, kita dapat memperhatikan,
1. Kehormatan yang diberikan kepada Rasul Paulus: ia tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga (ay. 2). Kita tidak dapat memastikan kapan hal ini terjadi. Entah dalam kurun waktu tiga hari ketika ia mengalami kebutaan pada saat pertobatannya, atau beberapa waktu sesudahnya. Kita juga tidak dapat mengaku-ngaku tahu bagaimana hal itu terjadi, apakah melalui terlepasnya jiwa dari raganya atau melalui pemindahan luar biasa sementara ia tenggelam dalam perenungan. Sungguh merupakan sikap yang pongah apabila kita menentukan ataupun menyelidiki hal ini, mengingat bahwa Rasul Paulus sendiri berkata, entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu. Yang pasti, kejadian ini merupakan kehormatan luar biasa yang diberikan kepadanya. Dengan cara yang tidak dapat dimengerti, ia dibawa ke tingkat yang ketiga dari sorga, sorga orang-orang yang diberkati, jauh di atas langit tempat burung-burung beterbangan, jauh di atas angkasa yang berhiaskan benda-benda langit cemerlang. Tingkat ketiga dari sorga, adalah tempat Allah menyatakan kemuliaan-Nya dengan sepenuhnya. Kita tidak mampu mengetahui segala hal.

Kita bahkan tidak layak mengetahui terlalu banyak tentang seluk beluk tempat dan keadaan yang mulia itu. Sudah menjadi kewajiban dan kepentingan kita untuk memastikan dengan sungguh bahwa kita sudah mempunyai tempat tinggal di sana. Jika hal ini sudah dapat dipastikan, maka kita akan rindu dibawa ke sana, untuk tinggal di sana selamanya. Sorga tingkat ketiga ini juga disebut Firdaus (ay. 4), yang mengingatkan kita pada Firdaus di bumi, tempat dari mana Adam diusir karena pelanggaran yang telah dilakukannya. Tempat ini disebut juga Taman Firdaus Allah (Why. 2:7), yang menunjukkan kepada kita bahwa melalui Kristus, semua sukacita dan kehormatan kita yang hilang oleh sebab dosa, dikembalikan kepada kita, bahkan jauh lebih baik daripada itu. Rasul Paulus tidak menyebutkan apa yang dilihatnya di sorga tingkat ketiga atau Firdaus itu. Namun, dia menceritakan kepada kita bahwa dia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak mungkin diucapkan manusia.

Begitu agungnya hal itu dan begitu asingnya bahasa dunia atas itu bagi kita. Selain itu, kita juga tidak berhak mengucapkan kata-kata itu, karena sementara berada di dunia ini, kita memiliki kata-kata nubuatan yang lebih pasti daripada penglihatan dan penyataan seperti itu (2Ptr. 1:19). Kita membaca perihal bahasa malaikat dan bahasa manusia, dan Paulus tahu sama banyaknya mengenai hal ini dibanding siapa pun di muka bumi ini. Walaupun demikian, ia lebih memilih kasih sayang terhadap sesama manusia, yakni kasih yang tulus terhadap Allah dan sesama kita. Uraian yang diberikan Rasul Paulus kepada kita perihal penglihatan itu sudah sepantasnya mengendalikan rasa ingin tahu kita terhadap pengetahuan yang terlarang, dan mengajar kita untuk meningkatkan pengetahuan kita tentang penyataan yang telah diberikan Allah melalui firman-Nya. Bahkan Paulus sendiri, yang telah dibawa ke sorga tingkat ketiga, tidak mengumumkan apa yang telah didengarnya di sana itu kepada dunia. Dia hanya berpegang pada pengajaran Kristus, yang di atas dasar inilah jemaat dibangun, dan di atasnya kita juga harus membangun iman dan pengharapan kita.

2. Cara bagaimana Rasul Paulus membicarakan hal ini dengan bersahaja dan rendah hati. Orang bisa saja beranggapan bahwa seseorang yang pernah menerima penglihatan dan penyataan seperti ini pasti akan membangga-banggakannya. Tetapi Paulus berkata, Aku harus bermegah, sekalipun memang hal itu tidak ada faedahnya (ay. 1). Oleh sebab itu ia tidak langsung membicarakan hal ini, bahkan sampai empat belas tahun kemudian (ay. 2). Dia merasa enggan dan sepertinya terpaksa melakukannya karena alasan yang cukup penting. Sekali lagi, ia berbicara tentang diri sendiri sebagai orang ketiga. Dia tidak berkata, akulah itu orang yang menerima kehormatan melebihi orang lain. Lagi-lagi kerendahan hatinya terlihat dari caranya menahan diri (ay. 6). Hal ini jelas memperlihatkan bahwa ia lebih suka tidak membicarakan terus hal ini. Demikianlah Paulus, yang sebenarnya tidak kalah dengan rasul-rasul lain dalam hal martabat, justru sangat menonjol kerendahan hatinya. Perhatikanlah, sangatlah baik untuk memiliki roh rendah hati meskipun sedang mencapai berbagai keberhasilan yang tinggi, dan mereka yang merendahkan diri justru akan ditinggikan.

II. Rasul Paulus menjelaskan cara-cara yang dipakai Allah supaya ia tetap rendah hati, dan untuk menjaga supaya ia jangan meninggikan diri. Ia mengatakan hal ini supaya mengimbangi kisahnya yang disampaikan sebelumnya perihal penglihatan dan penyataan yang telah diterimanya. Perhatikanlah, pada waktu umat Allah menceritakan pengalaman-pengalaman mereka, biarlah mereka senantiasa ingat untuk memperhatikan apa yang telah dilakukan Allah untuk menjaga mereka tetap rendah hati, serta juga apa yang telah dilakukan-Nya demi kebaikan dan keberhasilan mereka. Amatilah di sini,

Di sini diceritakan tentang jawaban atas doa Rasul Paulus. Meskipun masalah itu tidak diangkat, hal yang setara akan diberikan kepadanya: Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu. Perhatikanlah,
(1) Meskipun Allah menerima doa yang lahir dari iman, Ia tidak selalu mengabulkannya. Sama seperti Ia adakalanya mengabulkan dengan amarah, Ia terkadang juga menolak dengan kasih.
(2) Ketika Allah tidak mengangkat masalah dan pencobaan yang melanda kita, namun, jika Ia memberikan cukup kasih karunia kepada kita, maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh atau berkata bahwa Ia berlaku jahat kepada kita. Sungguh merupakan penghiburan besar bagi kita bahwa, tidak peduli sedahsyat apa pun duri dalam daging yang menyakiti kita, kasih karunia Allah cukup bagi kita. Kasih karunia menandakan dua hal:
[1] Kehendak baik Allah kepada kita, dan hal ini sudah cukup untuk menerangi hati dan menghidupkan kita, cukup untuk menguatkan dan menghibur, dan menopang jiwa kita serta menggembirakan roh kita di tengah semua penderitaan dan kesusahan.
[2] Karya Allah yang baik di dalam diri kita, yakni kasih karunia yang kita terima dari kepenuhan di dalam Kristus, Kepala kita. Dari Dialah kita akan mengetahui hal yang pantas, sesuai, dan cukup bagi anggota-anggota tubuh-Nya. Yesus Kristus memahami masalah kita dan mengetahui kebutuhan kita. Dia akan menyesuaikan obat untuk penyakit kita, dan tidak saja menguatkan kita, tetapi juga memuliakan diri-Nya sendiri. Dalam kelemahanlah kuasa-Nya menjadi sempurna. Demikianlah kasih karunia-Nya dinyatakan dan dimuliakan. Ia memerintahkan puji-pujian keluar dari mulut kanak-kanak kecil dan bayi-bayi yang masih menyusui.

SUMBER:
http://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=47&chapter=12&verse=1