KRISTUS DAN KEBUDAYAAN 1

1.Bagian ini akan lebih terfokus pada relasi antara Kristus dan kebudayaan manusia sebagaimana yang disajikan oleh kitab suci. Perhatian akan ditujukan pada lima model historis yang berbeda dari relasi ini, yaitu lima cara yang dipahami oleh orang Kristen berkaitan dengan relasi Kristus dan kebudayaan. Setiap orang yang mendiskusikan kekristenan dan kebudayaan, biasanya mendiskusikan kelima model ini.

2.Orang pertama yang memformulasikannya adalah H. Richard Niebuhr, dalam bukunya Christ and Culture,  yang kemungkinan besar merupakan karya yang paling berpengaruh di abad keduapuluh sehubungan dengan topik ini. Kelima model dari Niebuhr adalah sebagai berikut:

(2.1) Kristus melawan kebudayaan (oposisi), Christ Against Culture

(2.2) Kristus dari kebudayaan (akomodasi), Christ of Culture

(2.3) Kristus di atas kebudayaan (Dominasi atau sintesis), Christ above Culture

(2.4) Kristus dan kebudayaan dalam paradoks ( Dualis) , Christ and Culture in paradox.

(2.5) Kristus, transformator kebudayaan. (Transformatoris- Christ transforming Culture)

3.Pada waktu kita berpikir tentang kebudayaan, maka tentu saja kita harus berpikir tentang banyak hal di luar Alkitab. Namun, Alkitab adalah norma tertinggi kita satu-satunya, sola Scriptura. Sebagai orang Kristen, kita tidak boleh mandiri seperti Hawa di Kejadian 3, di mana ia menjadikan hikmat sebagai otoritas yang tertinggi. Dari sudut pandang Allah, hikmat manusia yang paling baik merupakan kebodohan. Oleh karena itu, kita harus mendengarkan Dia terlebih dahulu, karena takut kepada Tuhan merupakan permulaan dari hikmat yang benar. Hal itu perlu dinyatakan sekarang, pertama, karena sangatlah baik untuk selalu diingatkan mengenai hal itu, dan kedua, karena bagi saya hal itu sangatlah penting dalam pembahasan tentang Kristus dan kebudayaan.

4.Pada saat orang Kristen mengevaluasi kebudayaan, banyak penekanan seringkali diberikan pada berbagai teori tentang perkembangan historis, sosiologis, psikologis, keindahan, dan sebagainya. Memang pengetahuan tentang bidang-bidang tersebut dapat menolong kita untuk menerapkan prinsip-prinsip kitab suci. Namun, teori-teori di luar Alkitab tidak pernah menjadi standar terakhir. Hanya kitab suci yang merupakan standar terakhir.

Kita harus selalu terbuka untuk membiarkan kitab suci mengkritik teoriteori kita. Kita sama sekali tidak boleh memaksa kitab suci untuk mengatakan apa yang dituntut oleh teori kita, melainkan kita harus bersedia terus menerus merevisi dan bahkan meninggalkan teori-teori kita pada waktu berinteraksi terus menerus dengan firman Allah.

SUMBER:

VERITAS 6/1 (April 2005) 1-27

KEKRISTENAN DAN KEBUDAYAAN (Bagian 1 )

* JOHN M. FRAME