TINGGAL SERTAKU
Jangan mengaku sebagai penggemar liga Inggris jika Anda tidak mengenal lagu ini. Sejak tahun 1927, bait pertama lagu yang berjudul “Abide with Me” selalu dinyanyikan menjelang pertandingan final piala F.A. Tidak jelas apa hubungan antara sepakbola dengan lagu tersebut. Yang jelas, lagu ini sangat populer di berbagai gereja, negara dan pada beberapa korps musik militer. Lagu yang disuka oleh Mahatma Gandhi ini, sering dinyanyikan dalam ibadah pemakaman. Akan tetapi ternyata juga prenah dibawakan dalam pesta pernikahan raja George VI . Juga pernikahan putrinya, yang kelak menjadi ratu bergelar Elizabeth II. Konon, ketika kapal Titanic mulai tenggelam, para pemain musik memainkan lagu ini.
Siapa pencipta lirik lagu ini? Adalah pendeta Henry Francis Lyte (1793-1847) yang menuliskannya, sekitar 3 minggu menjelang akhir hayatnya. Sudah lama tubuhnya menjadi ringkih akibat gerogotan penyakit TBC. Karena kondisi tubuh yang semakin memprihatinkan, dokter menyarankan supaya dia beristirahat dari pelayanannya dan berpindah ke wilayah yang lebih hangat. Henry Francis setuju. Dia memutuskan untuk berhenti pelayanan yang sudah dilakukan selama 54 tahun. Dia merencanakan melakukan perjalanan ke Roma, Italia.
Pada tanggal 4 September 1847, dia menyampaikan khotbah perpisahan. Henry mengambil bahan dari Lukas 24:29, yang menceritakan perjumpaan Yesus dengan dua murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus. Saat sampai tujuan, dua murid ini meminta pada Yesus: “Tinggallah bersama-sama dengan kami [Abide with us], sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.”
Ayat ini begitu membekas dalam batinnya, sehingga mendorongnya untuk menulis sebuah syair:
Abide With Me
Dalam Kidung Jemaat 329, Yamuger menerjemahkan sebagai berikut:
1.Tinggal sertaku; hari t’lah senja.
G’lap makin turun, Tuhan, tinggalah!
Lain pertolongan tiada kutemu:
Maha penolong, tinggal sertaku!
2.Hidupku surut, ajal mendekat,
nikmat duniawi hanyut melenyap.
Tiada yang tahan, tiada yang teguh;
Kau yang abadi tinggal sertaku!
3.Aku perlukan Dikau tiap jam;
dalam cobaan Kaulah kupegang.
Siapa penuntun yang setaraMu?
Siang dan malam tinggal sertaku!
4.Aku tak takut kar’na Kau dekat;
susah tak pahit, duka tak berat.
Kubur dan maut, di mana jayamu?
Tuhan yang bangkit tinggal sertaku!
5.B’rilah salibmu nyata di depan;
Tunjukkan jalan yang menuju t’rang.
Fajar menghalau kabut dan mendung.
Tuhan, kekal Kau tinggal sertaku.
Orang yang menghadapi kematian itu seperti musafir yang mendapati senja. Selalu saja ada kegentaran menghadapi kelam malam. Ada berbagai kemungkinan tak terduga yang dapat terjadi. Maka, satu-satunya yang dapat dilakukan adalah mencari kawan seperjalanan. Syair yang ditulis Henry Francis Lyte ini mengandung keyakinan bahwa jika memiliki Yesus sebagai kawan seiring, maka hatinya menjadi tenang.
Henry Francis Lyte tidak bisa menuntaskan perjalanannya menuju Italia. Ketika baru sampai di Nice, Perancis, Allah memanggilnya pulang. Rupanya Allah punya rencana lebih indah. Dia menyediakan tempat yang selalu hangat bagi Henry, dimana Dia sendiri yang menjadi matahari dan kawan bagi hamba-Nya ini.
SUMBER:
Nama Situs : SABDA SPACE
Alamat URL : https://www.sabdaspace.org/tinggal_sertaku
Judul Asli : Tinggal Sertaku
Penulis : Purnawan Kristanto
Apel Parade Senja di Departemen Pertahanan memainkan musik Tinggal Sertaku