PANDANGAN KRISTEN TERHADAP LGBT 5
(LESBIAN, GAY, BISEKSUAL DAN TRANSGENDER
TEOLOGI PENERIMAAN :
Sebuah Tantangan bagi Gereja di Masa yang Akan Datang
1.Pandangan gereja-gereja yang menolak keras terhadap keberadaan kaum homoseksual di tengah-tengah mereka telah menimbulkan berbagai reaksi dari mereka yang adalah kaum homoseksual dan beragama Kristen. Banyak di antaramereka yang merasa ditolak oleh gereja yang sama sekali tidak memberikan tempat bagi kaum homoseks untuk terlibat aktif di dalam komunitas keagamaan tersebut.
2.Tidak jarang pandangan-pandangan keagaamaan seperti ini juga menuntunpadasikap penolakan orang tua terhadap anak-anak mereka yang “coming out” sebagai kaum homoseks. Anak-anak tersebut kemudian tidak diakui sebagai bagiandari anggota keluarga dan bahkan ada yang sampai mengalami depresi dan bunuhdiri. Selain itu tekanan dari ajaran gereja seperti ini juga mempengaruhi pandangan komunitas yang juga ikut-ikutan mengucilkan kaum homoseks. Di sinilahpertanyaan yang timbul adalah berkenaan dengan sikap gereja di dalammenyingkapi fenomena LGBT ini.
3.James Nelson, seorang profesor etika mengatakan bahwa keberadaankaumhomoseks yang semakin banyak terutama di kalangan orang Kristen sendiri menuntut gereja untuk tidak melupakan tanggung jawabnya untuk menghadapi isu ini dengan cara yang lebih terbuka, jujur dan sensitif. Bagi Nelson, sudah saatnyabagi gereja untuk melihat kembali teologi dan praktek keimanannya.
Ada lima point utama yang kemukakan oleh Nelson yaitu:
3.1) Kaum homoseks Kristen adalah saudari dan saudara kita yang secara tulus mencari penerimaan gereja terhadap mereka tanpa adanya prejudis berdasarkan orientasi seksual mereka – sesuatu yangmerupakan jalan hidup mereka;
3.2) gereja harus mengambil tindakan yang penuh tanggung jawab untuk menghadapi sikap antihomoseks yang kuat di dunia ini dengan cara membentuk, mendukung dan mengubah sikap negatif terhatap kaumhomoseks;
3.3) Perintah kekristenan untuk melakukan keadilan sosial hendaknya tidak membuat kita lupa bahwa diskriminasi terhadap berjuta-juta kaum homoseks terus terjadi hingga saat ini. Mereka diingkari haknya atas pekerjaan, perumahan, akomodasi publik, pendidikan dan dalam menikmati kemerdekaan mendasar yangseyogyanya dinikmati oleh para warga negara di wilayahnya;
3.4) Gereja dipanggil untuk terus mengasah upaya-upaya berteologi dan beretikanya sebertanggungjawab mungkin. Pandangan-pandangan penting dari para teolog feminis, para homoseks Kristen dan mereka yang merupakan para pakar sekuler mengingatkankita melalui berbagai cara tentang bagaimana kondisi seksualitas kita sendiri mempengaruhi dan mewarnai persepsi kita tentang sifat dan kehadiran Allahdi dunia. Jika prinsip-prinsip di dalam Kekristenan kita membuat kita melawanberbagai upaya pengabsolutan penilaian-penilaian teologis yang telah terjadi di sepanjang sejarah, maka demikian pula keterbukaan kita terhadap penyataanyang berkelanjutan Allah hendaknya meyakinkan kita, bersama dengan para leluhur imankita bahwa “Tuhan memiliki terang kebenaran yang hendak dinyatakan;
3.5) Mayoritas berorientasi hereteroseksual di dalam gereja-gereja memiliki banyak keuntungan ketika bergulat di dalam masalah homos eksualitas yaitu peningkatan kemampuan untuk mencintai manusia lain dengan lebih sungguh dan tanpa rasatakut.
4.Lima point yang ditawarkan oleh Nelson ini menunjukkan dinamika yangdihadapi oleh gereja-gereja Kristen baik yang ada di dunia maupun di Indonesiabahwa cepat atau lambat kita harus berusaha untuk menerima kenyataanbahwa kaum LGBT ada di tengah-tengah kita dan kita harus berupaya untuk menanggapi keberadaan mereka. Penjelasan Nelson menegaskan bahwa gereja secara perlahan namun berkesinambungan harus berjuang untuk menciptakan teologi yang dapat menjawab tantangan jaman ini. Kita bisa saja menolak keberadaan kaumLGBTdengan alasan ayat-ayat kitab suci yang telah disebutkan tadi namun kita juga dapat memilih sikap yang berbeda.
5.Salah satu sikap etis yang ditawarkan oleh Nelsonadalah berhubungan dengan diperkenalkannya “teologi penerimaan.” Inilah menurut Nelson yang menjadi salah satu pesan moral dan etis dari Injil yaitu bahwa setiap orang harus menerima dirinya sendiri apanya dan penerimaan diri hanyadapat terjadi ketika orang diterima oleh orang lain dan terutama oleh Allah. Di sini hal penerimaan ini yang belum dirasakan oleh kaumhomoseks baikdi rumah mereka sendiri di mana mereka diberitahu oleh keluarga mereka bahwamereka tidak diterima; kemudian di gereja mereka diberitahukan bahwa mereka adalah orang-orang berdosa akibat orientasi seksual mereka; lalu di rumahsakit mereka didiagnosa sebagai yang sakit dan menyimpang; serta oleh hukum sebagai kaum kriminal.
6.Di sinilah maka gereja harus berusaha untuk menjawab panggilannya untuk melayani mereka yang tersisih dan terbuang ini. Untuk itu teologi penerimaan dikumandangkan mengingat bahwa Allah sendiri adalah“Pencinta Kosmik” yang tidak pernah henti-hentinya ataupun gagal untukmenunjukkan tindakanNya sebagai wujud kasih dan hal itu telah ternyata di dalamYesus Kristus. Di sinilah kemampuan kita untuk memanjangkandanmeningkatkan kapasitas kita untuk mencintai tanpa syarat seperti Allah mencintai kita sebenarnya ditantang dengan kehadiran kaum homoseks ini. Pada akhirnya, pertanyaan Yesus tentang “Siapakah sesamamu?” seperti yang pernah diungkapkanNya di dalam cerita “Orang Samaria yang Baik Hati” kini kembali didengungkan di telinga kita. Siapakah sesama kita? Apakah sesama kitaadalah semua orang di muka bumi ini kecuali kaum LGBT? Ataukah sesama kitaadalah semua orang di muka bumi ini termasuk kaum LGBT? Inilah pertanyaan yang hendaknya kita renungkan di konteks kekinian kita.
SUMBER:
LESBIAN, GAY, BISEKSUAL DAN TRANSGENDER MENURUT PANDANGAN KRISTEN
IRA D. MANGALILO Ph.D.
Dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana. Makalah disampaikan pada acara Studium Generale tanggal 14 November 2015 yang diselenggarakan oleh Fakults Teologi UKSW.