LIMA SIKAP KRISTEN TERHADAP PRAKTEK PAWANG HUJAN
1.Praktek pawang hujan di Mandalika. Sosok pawang hujan yang muncul beberapa saat sebelum race MotoGP di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Minggu (20/3/2022), menjadi sorotan. Pawang hujan yang menjadi sorotan tersebut bernama Rara Istiani Wulandari. Rara mengatakan, jasanya sudah sering digunakan untuk sejumlah acara kenegaraan
2.Terhadap Praktek Pawang Hujan diatas timbul berbagai pendapat di masyarakat mulai dari yang pro dan kontra dengan alasan nya masing masing, Dari pihak Kristen a.l. PDt. Gilbert Lumoindong telah menyampaikan padangannya terhadap praktek tersebut melalui siaran yutube nya . Tentunya ini bukan satu satu nya pandangan yang dapat mewakiliki ke kristenan.
3.Paling tidak ada 5 sikap Kristen terhadap praktek pawang hujan sebagai bagian dari budaya. Untuk keperluan tersebut Pdt.Albertus Patty telah menulis dan dalam kesempatan ini mari kita baca tulisan nya di facebooknya Pecah Kopi 30 Maret 2022 sbb.:
4.Untuk mengkaji pro-kontra tentang pawang hujan, saya meminjam pemikiran Richard Niebuhr. Dalam buku “Christ and Culture,” Niebuhr menyampaikan bahwa ternyata respons Kristen terhadap budaya itu beranekaragam. Tidak satu! Niebuhr mencatat ada lima respons Kristen terhadap budaya.
4.1.Pertama, Christ against culture. Semua ekpresi budaya di luar kekristenan, termasuk pawang hujan, dituding sesat dan penuh dosa. Oleh karena itu harus ditolak. Sikap ini dianut kelompok fundamentalis.
4.2. Kedua, Christ of culture. Berbeda total dari yang pertama, sikap kedua menerima dengan positif, tanpa kritis, ekspresi budaya di luar kekristenan. Jadi, pawang hujan diterima.
4.3. Ketiga, Christ above culture. Budaya di luar kekristenan bisa positif tetapi, budaya yang sempurna itu tetap budaya di dalam Kristus. Kualitas budaya di luar kekristenan adalah subordinasi dari budaya Kristen. Jadi, ‘budaya’ pawang hujan bisa diterima, sejauh sudah diakomodasikan atau disempurnakan oleh budaya Kristen (Kristus).
4.4.Keempat, Christ and culture in paradox. Bagi kelompok ini semua ekspresi budaya di luar kekristenan bisa positif, bisa juga negatif. Oleh karena itu diterima dengan sikap kritis. Harus ada filter yang pas! Praktek pawang hujan itu harus dikritisi karena bisa baik, bisa juga tidak.
4.5.Kelima, Christ the transformer of culture. Semua budaya di luar kekristenan bisa bagus, bisa juga buruk. Budaya tersebut harus dibaharui oleh Kristus agar bisa memuliakan namaNya. Praktek dan metode pawang hujan itu OK sejauh ia memuliakan Tuhan.
5.Penutup. Uraian di atas menunjukkan bahwa respons Kristen terhadap budaya itu tidak seragam. Ada yang menerimanya. Ada yang menolak total. Ada yang menerima setelah diakomodasikan. Ada yang menerima dengan kritis. Ada yang OK sejauh budaya itu memuliakan Tuhan. Ada dua catatan penting yang bisa disampaikan.
5.1/Pertama, keragaman respons terhadap budaya muncul dari pengalaman spiritualitas gereja dalam lokalitasnya masing-masing. Jadi, tidak boleh ada satu kelompok pun yang menganggap responsnya lebih benar atau lebih baik dari respons yang lain.
5.2.Kedua, kita harus belajar menghargai budaya lain, atau paling sedikit tidak ‘menuding’ budaya lokal di luar kekristenan sebagai sesat. Kita harus percaya bahwa Allah pun bekerja di budaya-budaya lain di dunia ini.
Dipersilahkan untuk membaca artikel dibawah ini :