MENGINGAT KEBAIKAN ALLAH

Wycliffe: Neh 9:1–10:39
C. Sebuah Pengakuan Umum dan Perjanjian (9:1-10:39).
Segera sesudah Perayaan Pondok Daun, bangsa itu berkumpul untuk mendengar Firman Allah lagi, lalu mengakui dosa-dosa mereka kepada Allah di dalam sebuah upacara umum yang khidmat di bawah pimpinan sejumlah orang Lewi tertentu. Sesudah itu, seluruh lapisan orang Israel mengadakan perjanjian untuk menaati Hukum Allah, khususnya yang berkenaan dengan pemisahan dari orang-orang kafir dan sokongan untuk Bait Suci.

Wycliffe: Neh 9:1 – Kain kabung // Tanah di kepala
1. Satu bulan sesudah tembok selesai (6:15) dan dua hari sesudah Perayaan Pondok Daun (8:18), bangsa itu menyisihkan suasana sukacita dan kebahagiaan mereka untuk mengaku secara umum di hadapan Allah tentang hebatnya dosa-dosa mereka serta penyesalan mereka karenanya (bdg. Yl. 2:15-17). Kain kabung adalah pakaian yang dipakai untuk menunjukkan pertobatan yang dibuat dari rambut. Tanah di kepala. Mereka menaruh tanah di kepala mereka sebagai tanda kesedihan yang amat mendalam (I Sam. 4:12).

MENGINGAT KEBAIKAN ALLAH
Neh 9:1-15

Doa dan firman adalah dua dasar pertumbuhan iman Kristen yang tidak tergantikan. Dengan membaca firman Tuhan maka gereja dan umat Tuhan mengenal kehendak Tuhan untuk diterapkan dalam hidup mereka. Melalui doa, Tuhan menyatakan kuasa-Nya sehingga memampukan setiap anak Tuhan melakukan kehendak-Nya. Kebaikan Tuhan merupakan dasar dan alasan umat berdoa.

Bagi umat Israel, kebaikan Allah tak perlu dipertanyakan lagi. Sejak awal, Allah pencipta dan pemilik alam semesta (6) telah memilih dan mengikatkan perjanjian kekal dengan nenek moyang Israel (7-8). Kesetiaan Allah terhadap umat-Nya sepanjang sejarah inilah inti doa Israel. Saat umat diperbudak di Mesir, Allah membangkitkan Musa untuk menolong mereka keluar dari perbudakan itu dan membawa mereka ke Tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang mereka untuk mereka miliki. Perjalanan padang gurun bukan perjalanan yang mudah, tiap saat mereka diperhadapkan dengan musuh yang mau menghancurkan mereka. Namun kesetiaan-Nya tidak pernah berkurang dan kekuatan-Nya tidak pernah memudar sehingga semua musuh dikalahkan. Bukan hanya Allah memimpin dengan keperkasaan-Nya, Dia pun menurunkan Taurat sebagai tuntunan cara hidup umat yang berkenan kepada-Nya, ketika kelak mereka sudah menikmati Tanah Perjanjian (13-14).

Mengingat kembali kebaikan Tuhan di masa lampau menjadi pembangkit keinsyafan akan kegagalan-kegagalan dan ketidaksetiaan kita. Tidak pernah ada masa dalam hidup kita ketika Tuhan lupa atau ingkar janji, maka seharusnya juga tidak ada alasan kita bertahan dalam kegagalan dan ketidaksetiaan.

Renungkan: Jauh melampaui langit dan bumi yang tak berubah adalah kesetiaan Allah yang tak lekang oleh waktu. Apakah kenangan akan kebaikan-Nya mendorong kita mendekat kepada Allah justru saat kita gagal dan jatuh?

SUMBER:
http://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=16&chapter=9&verse=1