PENDAHULUAN KITAB HAKIM HAKIM

HAKIM  HAKIM
KITAB HAKIM HAKIM
Penulis : Tidak Diketahui
Kita tidak tahu siapa penulis kitab itu. Mungkin juga dikumpulkan dari catatan-catatan pada masa itu dan lama sesudahnya baru diterbitkan.
Tema : Kemurtadan dan Pembebasan
Tanggal Penulisan: Sekitar tahun 1050 — 1000 SM

JUDUL KITAB
Kitab Hakim-hakim adalah satu kitab di dalam Kitab Perjanjian Lama. Hakim-hakim dalam bahasa Ibrani, sopetim dan dalam bahasa Yunani kritai. Istilah ni dipakai di dalam septuaginta..Di dalam bahasa Latin kitab ini disebut Judicum.
Para pemimpin (shop’tim) melepaskan Israel dari serangkaian penindasan oleh kekuatan asing sepanjang kurun waktu di antara kematian Yosua dan awal berdirinya kerajaan.
Istilah shopet memiliki konotasi yang lebih luas daripada istilah “hakim” yang merupakan terjemahan dari istilah Inggris, “judge.” Di Kartago dan Ugarit kuno, istilah ini dipakai untuk pejabat pemerintahan atau pemimpin negara dari kalangan sipil.
Sastra Kanaan yang memakai bahasa Ugarit kuno memanfaatkan istilah shptn yang artinya “hakim kita” dalam hubungan sejajar dengan yang artinya “raja kita” (Ba’al, V, hlm. 32). Sekalipun demikian, kurun waktu pemerintahan para shop’tim di Alkitab harus dibedakan dengan kurun waktu pemerintahan para raja. Pada masa pemerintahan para Hakim terdapat sikap anti kerajaan yang jelas (bdg. Hak. 9:8-15) sekalipun tekanan dari luar dari para calon penyerbu akhirnya membuat bangsa itu menuntut adanya seorang raja (I Sam. 8).

PARA HAKIM
Para hakim adalah tokoh-tokoh yang diurapi Roh, diangkat oleh Allah dan memperoleh kuasa dari Allah pula untuk mengatasi berbagai krisis tertentu di dalam sejarah Israel. Allah sendiri dilihat sebagai Raja Israel (I Sam. 8:7), sekalipun dosa bangsa itu sering kali mengurangi kenyataan luhur ini menjadi keadaan yang kacau (Hak. 21:25). Para hakim memiliki wewenang dari Allah di bidang militer maupun sipil, dapat memberikan keputusan hukum jika diperlukan (4:4, 5).
Para hakim datang dari berbagai suku dan berfungsi sebagai panglima perang dan pemimpin masyarakat; banyak yang pengaruhnya terbatas pada sukunya sendiri, sedangkan beberapa orang memimpin seluruh bangsa Israel. Samuel, yang pada umumnya dipandang sebagai hakim terakhir dan nabi yang pertama tidak termasuk dalam kitab ini.

Dalam Hakim-hakim 11:27 Allah Israel disebut hashhõpét, yaitu “Sang Hakim.” “Hukuman” (mishpãtîm) Allah merupakan bagian dari perintah yang dikenal dengan nama hukum (tora) Yehovah (bdg. Mzm. 19:9; 119:7).

KERANGKA WAKTU
Periode para hakim mulai dari sekitar tahun 1375 sampai 1050 SM, ketika Israel masih merupakan perserikatan suku-suku.
Kitab ini sendiri menunjukkan kerangka waktu berikut mengenai saat penulisannya:
(1) penulisannya terjadi setelah tabut perjanjian dipindahkan dari Silo pada masa Eli dan Samuel (Hak 18:31; Hak 20:27; bd.1Sam 4:3-11);
(2) penulis yang sering menyebut masa hakim-hakim sebagai “zaman itu tidak ada raja” (Hak 17:6; Hak 18:1; Hak 19:1; Hak 21:25) memberi kesan bahwa kerajaan Israel sudah berdiri ketika kitab ini ditulis;
(3) Yerusalem belum direbut dari suku Yebus (Hak 1:21; bd. 2Sam 5:7).

Ketiga petunjuk ini menunjukkan bahwa kitab ini diselesaikan sesaat sesudah Raja Saul naik takhta (sekitar 1050 SM), tetapi sebelum Raja Daud menaklukkan Yerusalem (sekitar 1000 SM). Talmud Yahudi mengaitkan asal-usul kitab ini dengan Samuel.
Yang pasti ialah: kitab ini mencatat dan menilai masa para hakim dari segi perjanjian (mis. Hak 2:1-5). Musa sudah menubuatkan bahwa penindasan oleh bangsa-bangsa asing akan menimpa bangsa Israel sebagai salah satu kutukan Allah jikalau mereka menyimpang dari perjanjian (Ul 28:25,33,48). Kitab Hakim-Hakim menggarisbawahi kenyataan nubuat tersebut dalam sejarah.

TUJUAN
Dari segi sejarah, Hakim-Hakim memberikan catatan utama sejarah Israel di tanah perjanjian sejak kematian Yosua hingga masa Samuel. Dari segi teologi, kitab ini mengungkapkan kemerosotan rohani dan moral dari suku-suku Israel setelah menetap di negeri itu, serta menunjukkan dengan jelas dampak-dampak yang merugikan yang senantiasa terjadi apabila Israel melupakan perjanjian mereka dengan Allah dan mulai mengikuti berhala dan kebejatan.