TEOLOGI SISTIMATIKA
TS 40-PERJAMUAN KUDUS MENURUT GEREJA ROMA KATOLIK
1.Gereja Katolik Roma memahami sakramen sebagai saluran anugerah Allah. Jadi mereka menekankan arti perjamuan kudus sebagai sarana keselamatan bagi umat. Tidak cukup hanya kesetiaan terhadap Gereja saja melainkan mengikuti sakramen juga untuk selamat.
2.Gereja Roma Katolik pada saat itu memercayai ajaran Perjamuan Kudus bahwa waktu imam yang melayani Perjamuan Malam mengucapkan kata-kata penetapan – “Inilah tubuhku… Inilah darah-Ku…” – substansi roti dan anggur (secara otomatis) berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Ajaran inilah yang dikenal dengan transubstansiasi.Jadi Gereja Katolik mengatakan bahwa roti dan anggur telah berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (transsubstansiasi) pada saat ditahbiskan (konsekrasi) dalam pelaksanaan Perjamuan Kudus.
3.Setiap Perjamuan Kudus dilakukan diyakini bahwa setiap kali Yesus mengorbankan ulang tubuh dan darah-Nya untuk keselamatan manusia berdosa. Oleh karena itu ketika perjamuan kudus, Gereja Katolik membagikan tubuh Kristus dalam rupa roti yang disebut komuni. Makna penerimaan komuni adalah merujuk kepada partisipasi umat dalam persitiwa karya penebusan Tuhan yang dihadirkan pada waktu doa syukur agung yang dibawakan oleh imam. Komuni yang umat terima akan menghubungkan dan memasukkan umat ke dalam karya penebusan Tuhan itu.Itulah sebabnya, dalam Katolik juga mereka sangat menghargai dan menjaga roti itu, jangan sampai jatuh ke lantai.Namun anggur tidak dibagikan kepada jemaat.
4.Dalam ajaran Katolik Roma, peran iman atau percaya tidak banyak memainkan peranan.Yang diutamakan di sini adalah objektivitas dari Perjamuan Kudus yaitu misa yang dilayani atau dilakukan.Sehingga iman dari objek yang merasakannya hampir-hampir tidak mendapat perhatian.Dalam ajaran ini misa dianggap sebagai pekerjaan yang dilakukan (opus operatum).Ia adalah suatu “korban” yang dipersembahkan oleh imam atau gereja. Jadi, misa dipandang sebagai sesuatu pekerjaan yang baik yang dapat menghasilkan pahala, bahkan keselamatan.Karena itu para imam menanggap bahwa jika mereka melayani misa, mereka mempersembahkan Kristus sebagai korban kepada Allah.
5.Pada konsili ke-4 di Lateran (1215), ajaran transsubstansiasi disahkan menjadi dogma gereja.Ajaran ini kemudian dikembangkan oleh Thomas Aquino (1274).Di konsili Trente (1545- 1563) diteguhkan dan dikuatkan ajaran transsubstansiasi sebagai jawaban gereja Roma Katolik atas Reformasi. Konsili ini dengan kuat mempertahankan baik ajaran maupun terminologi transsubstansiasi.“Oleh penyucian atas roti dan anggur suatu perubahan terjadi atas keseluruhan substansi dari roti itu menjadi substansi tubuh Kristus dan keseluruhan substansi anggur itu menjadi darah Kristus.”
SUMBER: TULISAN : Queency Christie Wauran