PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT TOKOH LINTAS AGAMA DI KOTA BANDUNG
Siti Nur Fatoni dan Iu Rusliana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung Email : noerfatoni@yahoo.co.id
Abstrak
Para agamawan mengakui fakta sosiologis tentang nikah beda agama, hanya saja mereka berusaha sekuat tenaga untuk membina umatnya agar tidak melakukan pernikahan beda agama karena akan menyulitkan secara teologis.
KESIMPULAN
Meski sama-sama menolak pernikahan beda agama, namun ada pergeseran argumen disini.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Dalam tradisi Buddha, kelonggaran tentang pernikahan beda agama itu dimungkinkan. Ini disebabkan karena teks tidak mengatur secara detail tentang pernikahan beda agama. Pada prinsipnya, Buddha menyerukan agar pemeluknya menikah dengan sesama pemeluk Buddha. Tapi jika hal tersebut tidak bisa dilakukan, maka tidak ada eksklusi bagi penganut Buddha yang melakukan pernikahan beda agama tersebut.
Agama Katolik yang mungkin sedikit berbeda dalam argumenttasinya tentang pernikahan beda agama. Jika Buddha relatif moderat, pernikahan beda agama dalam tradisi Katolik dibenarkan secara gerejawi, meski hanya melalui pemberkatan, bukan sakramen perkawinan. Walaupun demikian, pasangan nikah beda agama ini tetap mendapatkan surat keterangan telah menikah secara Katolik untuk kemudian dicatatkan di KCS. Meski kemudian di KCS, seringkali petugas meminta untuk agar agama pasangan ini harus sama, sehingga salah satu di antaranya harus berganti agama. Tapi gereja sendiri tidak mewajibkan non-Katolik untuk berpindah menjadi Katolik hanya untuk alasan perkawinan. Konsekuensi yang harus diterima oleh pasangan menikah beda agama yang diberkati sesuai iman Katolik adalah pengurusan anak. Pasangan ini harus bersepakat di hadapan saksi dan pastur atau diakon yang menikahkan, bahwa anak-anak mereka akan diasuh dan dibersarkan dalam tradisi Katolik. Janji itu diucapkan juga dihadapan pasangannya yang nonKatolik.
Sementara di kalangan Kristen, pernikahan beda agama relatif berbeda pandangan dari sudut pandang serta posisi gerejawi. Kalangan ekumenis yang dalam konteks Indonesia sebagian besar ada di bawah naungan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), relatif lebih bisa menerima fenomena ini.Argumentasinya, selain ada dasar Alkitab, juga merujuk pada memilih pasangan sebagai sesuatu yang asasi dan fundamental. Perbedaan ada di kalangan evangelikal dan pentakostal yang umumnya menolak perkawinan beda agama.
BACAAN REKOMENDASI :
Kawin Beda Agama Menurut Hukum Indonesia
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl290/gimana-caranya/
MENELAAH PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT HUKUM POSITIF