PERSEMBAHAN YANG BENAR
ROMA 12:1-2
1.Roma fasal 1-11 boleh dikatakan memberi dasar atau fondasi mengenai kebenaran kebenaran dalam Kristus, keberdosaan manusia, pembenaran manusia melalui iman, anugerah Allah berupa hidup baru dalam Kristus. HIdup baru ini bukan hasil usaha pencapaian manusia tetapi kasih karunia Allah, pemberian kebaikan Allah didalam Kristus. Didalam Kristus kita dipandang bernar dihadapan Allah. Lalu selanjutnya apa yang harus diperbuat? Roma 12 dstnya memberi petunjuk etis bagaimana orang Kristen harus hidup.
Ayat 1:
2.Sapaan ‘saudara-saudara’ biasa dipakai Paulus bila ia mulai membicarakan perkara yang dianggapnya penting (bandingkan Roma 10:1; 11:25; 15:30). Menyusullah isi nasihat Paulus: supaya kamu mempersembahkan tubuhmu. Perkataan Yunani paristēmi berkaitan dengan suasana lingkungan istana: menyediakan, mengabdikan kepada raja. Di ayat ini paristēmi merupakan istilah peribadatan dari lingkungan bait Allah: mempersembahkan (kurban). Artinya itu ditegaskan oleh pemakaian ‘persembahan’ (kurban).
3.Inilah yang hendak Paulus katakan di sini. Seluruh pikiran, perkataan, dan perbuatan, pokoknya seluruh kemampuan dan kegiatan kita, harus dipersembahkan kepada Tuhan. Hal itu membawa kita pada beberapa pertimbangan:
3.1.Pertama, bahwa ‘mempersembahkan’ berarti penyerahan total. Kita tak dapat menyisihkan sebagian untuk dipegang sendiri atau diserahkan kepada pihak lain (bandingkan Kisah 5:1 dyb.). Pun, kurban itu harus bersifat sempurna (bandingkan kata-kata ‘tidak bercela’ yang berkali-kali dipakai dalam Kitab Imamat).
3.2.Kedua, bahwa selain ‘tubuh’ itu tak ada kurban lain yang harus dipersembahkan orang Kristen. Dalam dunia abad pertama Masehi. orang membawa berbagai kurban. Orang Kristen tidak dapat lagi turut membawanya. Kalau kurban agama kafir, mereka tak dapat turut lagi karena ilah-ilah kafir bukan ilah, melainkan kesiasiaan (1 Korintus 8:4-6). Dan kalau ibadah dalam bait Allah di Yerusalem, bagi orang Kristen ibadah itu pada asasnya sudah tidak berlaku. Karena Allah sendiri telah menyediakan kurban yang mencegah murka-Nya, yaitu Kristus, dan kurban itu, yaitu kematian Kristus, sudah cukup untuk selama-lamanya. Persembahan itu sudah tidak diperlukan lagi.
Maka, bukanpemberian kita yang Tuhan kehendaki, tetapi Dia menghendaki kita sendiri. Oleh karena itu juga persembahan itu disebut persembahan hidup.
4.Perkataan hidup Itu dipakai bukan karena kita sendiri memang hidup, bertentangan dengan hewan kurban yang mati. “Hidup’ dipakai di sini dengan arti yang sama seperti mlsalnya dalam Roma 6:4: ‘yang hidup dalam hidup yang baru’. Hidup yang baru Itu dibangkitkan oleh Roh Kudus (Roma 8:11). Dan karena orang percaya hidup bagi Allah, mereka ‘telah mati bagi dosa’ (Roma 6:11). Jadi, ‘persembahan yang hidup’ adalah penyerahan diri kita untuk menempuh kehidupan baru, yang menjauhi dosa dan menentang kuasa dosa itu.
5.Persembahan itu disebut juga kudus. Kudus berarti sepenuhnya dikhususkan dan dipersembahkan menjadi milik Tuhan. Seorang Kristen harus berupaya terus hidup semakin sesuai dengan kehendak Dia yang menjadi pemiliknya, tuannya. Dengan demikian juga persembahannya menjadi berkenan kepada Allah. Hal serupa dikatakan pula dalam Roma 14:18; 2 Korintus 5:9 dan lain-lain tempat.
6.Akhirnya Paulus menulis: “itu adalah ibadahmu yang sejati.” “Ibadah” dalam Bahasa Yunani latrea dan Bahasa Iberani Abodah yang dalam Bahasa Indonesia menjadi ibadah. Memiliki perngertian sempit yaitu ibadah dalam ritus keagamaan pada hari Minggu dan juga ibadah dalam arti luas/umum diluar hari minggu . SEmua tindakan baik minggu dan diluar itu harus merupakan ibadah sejati yaitu tindakan persembahan bagi Tuhan dan kemuliaanNya.
Ayat 2:
7.’Persembahan tubuh’ dan’ ibadah’ yang disebut dalam ayat 1 memiliki segi negatif dan segi positif. Segi negatifnya ialah orang Kristen tidak boleh lagi membiarkan pola hidup mereka ditentukan oleh dunia. Menurut terjemahan harfiah: ‘jangan lagi biarkan dirimu menjadi sepola dengan dunia ini’. Istilah ‘dunia’ mengandung arti ‘dunia yang dikuasai dosa dan ketidaksempurnaan’.
8.Dilihat dari segi positif, anjuran Paulus berbunyi: ‘berubahlah oleh pembaharuan budimu’. Atau, menurut terjemahan yang mungkin lebih tepat, ‘biarlah rupamu diubah terus’ ‘Rupa’ itu bukan hanya segi manusia yang lahiriah. Sebagaimana tampak dalarn Filipi 3:21, baik ‘pola’ maupun ‘rupa’ bagi Paulus mengandung pengertian: wujud, yang menunjukkan hakikat Maka perubahan yang diharapkan dari orang percaya Itu bukan hanya perkara lahiriah saja. Yang diharapkan ialah perubahan hati. yang terwujud dalam seluruh kehidupan.
9.Perubahan itu berlangsung oleh pembaharuan budimu. Budi dipandang sebagai pusat kemanusiaan. Pusat itu perlu dibarui. Telah kita lihat bahwa pembaruan hidup dikerjakan oleh Roh Kudus (7:6; 8:4). Namun, di sini manusia sendiri juga diajak membarui diri.
Tujuannya ialah sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah. Ternyata kehendak Allah tidak dengan sendirinya jelas, karena dua alasan:
9.1.Pertama, karena dalam kehidupan sehari-hari seorang Kristen dihadapkan dengan berbagai keadaan. Sering sulit baginya untuk begitu saja menentukan sikapnya. Apalagi pada masa kini, dengan perkembangan teknologi yang cepat di berbagai bidang, orang Kristen tidak begitu saja dapat menentukan apakah la boleh menggunakan anekaragam sarana mutakhir. Dalam semua hal itu diperlukan pertimbangan matang sebelum kita dapat menentukan (itu pun dengan hati-hatil) manakah kehendak Allah.
9.2.Kedua, kita diajak mengusahakan ‘budi’ kita dalam mencari kehendak Allah, karena Alkitab bukanlah kitab hukum . Alkitab tidak menyajikan kepada kita seperangkat peraturan yang menunjuk jalan kepada orang Kristen sekaligus mengikat mereka. Sebab Injil tidak merupakan hukum yang haru, tetapi justru memberi kita kebebasan anak-anak Allah (Roma 8:15,21) untuk menafsirkan seluruh kebenaran Alkitab. Menafsirkan segela kehendak Allah dilakukan secara pribadi demi pribadi tetapi juga dalam kebersamaan gereja yang memberi tuntunan kepada para anggotanya.