PERTOBATAN NINIWE

YUNUS 3:1-9
1.Untuk kedua kalinya “Firman Tuhan” datang kepada Yunus: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu. (vs. 2). Itu bukan perintah baru yang diberikan pada Yunus, tapi pengulangan perintah dalam pasal 1. Kali ini Yunus taat, tidak dengan sukacita atau perilaku yang layak, tapi setidaknya Yunus pergi keNiniwe.
Populasi Niniwe, sangat besar (cf. 1:2; 3:2; 4:11). Kita juga tahu kalau kota itu ukurannya sangat besar. Kota itu digambarkan dikelilingi “dalam 3 hari perjalanan” (3:3). Sejarah secular memiliki latar belakang lebih mengenai kota Niniwe, ibukota Assyria.
Niniwe penting bagi Allah. Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan bahwa terjemahan ay 3 seharusnya adalah: ‘And Niniveh was a great city to God’ (= Dan Niniwe adalah suatu kota besar bagi Allah). Footnote NIV: ‘a city important to God’ (= suatu kota yang penting bagi Allah).
Ini menunjukkan bahwa sekalipun Allah sebetulnya tidak membutuhkan orang-orang Niniwe itu, tetapi orang-orang Niniwe itu tetap penting bagi Allah. Mengapa? Karena Allah mengasihi mereka (bandingkan dengan Maz 8:4,5).

2.Pesan Yunus sederhana, langsung, dan menakutkan: Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan. (3:4).16
Seperti pelaut dalam pasal 1, orang Niniwe menganggap serius perkataan ini sebagai penghakiman ilahi. Kita melihat “mereka percaya pada Tuhan” (3:5), yang menfokuskan pada iman nonYahudi pada Tuhan orang Yahudi, tidak hanya pada ketakutan mereka akan penghukuman. Ada kebangkitan rohani yang dihasilkan oleh proklamasi Yunus. Kebangkitan ini dimulai dari bawah keatas daripada atas kebawah. Orang-orang percaya Tuhan. Mereka berpuasa dan memakai pakaian berkabung (3:5). Responnya serentak, dari bawah keatas.
Saat perkataan ini sampai pada raja, pertobatan kota sudah berjalan, tapi karena peringatan Yunus dipercayai raja, dia memerintahkan hal yang sama untuk seluruh kota untuk bertobat. Dia secara pribadi bertobat (3:6). Raja membuat proklamasi agar semua orang Niniwe berpuasa dan tidak minum air (3:7). Baik manusia dan binatang memakai pakaian berkabung, dan semua orang berseru pada Tuhan bertobat dari perbuatan mereka yang salah (3:8).
Secara khusus menarik untuk diperhatikan adalah tidak perlu diberitahu kesalahan mereka. Tentu saja, Yunus sudah menjelaskan pada orang-orang, tapi kelihatannya tidak perlu adanya klarifikasi kembali. Masalahnya bukan pada kurangnya pengetahuan akan apa yang Tuhan tidak suka atau dosa, tapi kurangnya keinginan untuk tidak melakukannya. Masalahnya bukan informasi, tapi motivasi. Saya percaya jika bangsa kita menerima perkataan penghukuman Tuhan, kita tidak mendapat kesulitan menentukan apa yang kita lakukan itu dosa atau tidak.

3.Keindahan pertobatan terangkai dalam suatu kebenaran,Pertama bahwa pertobatan terjadi karena Tuhan berinisiatif; Ialah yang “mengunjungi” Niniwe dan menyampaikan peringatan-Nya; Ialah yang mencari manusia, bukan sebaliknya.
Kedua, pertobatan tidak akan terjadi jika manusia tidak mau mendengarkan suara Tuhan. Rakyat Niniwe masih menaruh hormat kepada Tuhan;
Ketiga, pertobatan ditunjukkan melalui perubahan nyata. Raja Niniwe meminta rakyatnya untuk “berbalik dari tingkah lakunya yang jahat…”.
Banyak keadaan yang melahirkan penyesalan. Misalnya, penyesalan yang muncul sebagai akibat rasa malu, rasa takut, dan rasa bersalah. Namun, pertobatan tidak harus dilandasi oleh ketiga perasaan ini sebab sudah seyogianyalah pertobatan timbul dari (a) kesadaran akan kesalahan, (b) keinginan untuk melakukan yang benar di hadapan Tuhan, dan (c) tindakan nyata untuk mewujudkannya.
Camkan hal ini: Sebagian aspek dari manusia lama kita memerlukan waktu untuk berubah. Ada yang memerlukan waktu singkat, ada juga yang memerlukan waktu panjang. Karena itu, jangan menyerah dan berkata, “Saya tidak mungkin berubah!” Itu bisikan Iblis yang harus kita lawan

4.Sepertinya cerita ini banyak berisi hal-hal yang tidak terduga. Di satu sisi Yunus tidak menduga bahwa orang Niniwe akan meresponi pemberitaannya, dan di lain sisi orang Niniwe sendiri tidak menduga bahwa Allah akan merespons perkabungan mereka. Benarlah firman Tuhan yang disampaikan oleh nabi Yesaya: “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba (Yes. 1:18).”
Camkan hal ini: Allah tidak pernah menolak mereka yang menyesali dosanya. Sekalipun kita merasa bahwa kita sudah sangat jauh dari Tuhan, tetapi sesungguhnya Ia tidak pernah berlambat-lambat untuk mendengar seruan umat-Nya.

5.Pertobatan bukan hanya penyesalan; pertobatan adalah perubahan. Konon, sebelum bertobat, Agustinus hidup dalam dosa bersama wanita yang bukan istrinya. Karena Tuhan mendengar doa ibunya, Monika, dan berbelas kasihan kepada Agustinus, maka ia bertobat. Ketika suatu hari Agustinus berjalan-jalan di pasar, wanita yang pernah dikencaninya memanggil-manggil namanya, “Agustinus! Agustinus!” Mendengar namanya dipanggil, tiba-tiba Agustinus berlari menjauh seraya berseru, “Aku bukan Agustinus! Bukan Agustinus!” Agustinus menyatakan bahwa Agustinus yang lama sudah tidak ada lagi.