Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. ( 2 Tim 4:7 )
Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya. ( 2 Tim 4:8 )
1.Menurut kisah, Polikarpus adalah murid langsung dari Yohanes. Yohanes yang dimaksud bisa merujuk pada Yohanes anak Zebedeus yang menurut tradisi merupakan penulis Injil Yohanes, atau Yohanes Sang Presbiter[1]. Eusebius berkeras bahwa koneksi apostolik dari Papius adalah dengan Yohanes Sang Penginjil yang merupakan penulis Injil keempat. Jika demikian, mungkin ialah orang terakhir yang berhubungan dengan gereja para rasul. Polikarpus tidak mengutip Injil Yohanes dalam suratnya yang masih dapat ditemukan. Hal itu dapat menjadi indikasi bahwa Yohanes yang dikenalnya bukanlah penulis Injil keempat, atau bisa jadi juga merupakan suatu indikasi bahwa Injil Yohanes belum diselesaikan selama Polikarpus berguru kepada Yohanes.
2.Karena orang-orang Kristen menolak menyembah kaisar dan dewa-dewa Romawi, tetapi memuja Kristus secara sembunyi-sembunyi di rumah masing-masing, mereka dianggap orang kafir. Orang-orang Smyrna memburu orang-orang Kristen dengan pekikan, “Enyahkan orang-orang kafir.”
Polikarpus, uskup yang disegani di kota itu, diburu oleh prajurit Smyrna. Polikarpus telah meninggalkan kota itu dan bersembunyi di sebuah ladang milik teman-temannya. Bila pasukan mulai menyergap, ia pun melarikan diri ke ladang lain. Meskipun hamba Tuhan ini tidak takut mati, dan memilih berdiam di kota, teman-temannya mendorongnya bersembunyi.
3.Meskipun ada kesempatan lari, Polikarpus memilih tinggal di tempat, dengan tekad, “Kehendak Allah pasti terjadi.” Di luar dugaan, ia menerima polisi polisi yang akan menangkapya seperti tamu, memberi mereka makan dan meminta izin selama satu jam untuk berdoa. Ia berdoa dua jam lamanya.
Beberapa penangkap merasa sedih menangkap orang tua yang hegitu baik. Dalam perjalanannya kembali ke Smyrna, kepala prajurit yang memimpin pasukan itu berkata, “Apa salahnya menyebut Kaisar Romawi sebagai Tuhan (Kurios) dan mempersembahkan bakaran kemenyan?” Dengan tenang Polikarpus mengatakan bahwa ia tidak akan melakukannya.
4.Gubernur Romawi yang mengadilinya berusaha mencarikan jalan keluar untuk membebaskan uskup tua itu. Gubernur Romawi itu untuk kesekian kalinya berusaha membujuk Polikarpus : “Angkatlah sumpah dan saya akan membebaskanmu. Hujatlah Kristus!”
Polikarpus pun berdiri dengan tegar. Ia mengatakan kalimat terakhirnya yang terkenal, “Selama 86 tahun aku telah mengabdi kepada Kristus dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana aku dapat menghujat Raja [Kristus] yang telah menyelamatkanku?”
Ketika ia diancam akan dibakar, Polikarpus menjawab, “Apimu akan membakar hanya satu jam lamanya, kemudian akan padam, namun api penghakiman yang akan datang adalah abadi.”
5.Rakyat Smyrna pun berteriak: “Inilah guru dari Asia, bapa orang-orang Kristen, pemusnah dewa-dewa kita, yang mengajar orang-orang untuk tidak menyembah (dewa-dewa) dan mempersembahkan korban sembelihan.”
Gubernur Romawi menitahkan agar ia dibakar hidup-hidup. la diikat pada sebuah tiang dan dibakar. Namun, menurut seorang saksi mata, badannya tidak termakan api. “la berada di tengah, tidak seperti daging yang terbakar, tetapi seperti roti di tempat pemanggangan, atau seperti emas atau perak dimurnikan di atas tungku perapian. Kami mencium aroma yang harum, seperti wangi kemenyan atau rempah mahal.” Ketika seorang algojo menikamnya, darah yang mengalir memadamkan api itu.
Kisah2 para martir menginspirasi orang2 Kristen tiap generasi untuk “bertahan sampai titik darah penghabisan” dan untuk membawa Injil ke segala tempat berapa pun harga yg harus dibayar secara pribadi.
Baca selengkapnya di : https://id.wikipedia.org/wiki/Polikarpus
Video Clip : St.Polycarp