SELEKSI PEMIMPIN JEMAAT
1Tim 3:1-13
Guna mengatasi ajaran palsu yang mengancam kehidupan iman jemaat, Timotius diperintahkan untuk mengangkat pemimpin-pemimpin jemaat sebagai pengajar dan pemberi teladan iman bagi jemaat. Para pemimpin ini, yang terdiri atas penilik jemaat dan diaken (= pelayan meja), haruslah “tak bercacat” (2, 10), yaitu, perilaku atau reputasi mereka di mata masyarakat adalah tak bercela.
Perilaku demikian dijabarkan Paulus dalam lima kriteria utama. Dalam karakter pribadi, pemimpin jemaat harus dewasa serta menguasai diri (2, 3, 8); dalam hubungan dengan keluarga, ia setia terhadap istri dan dapat mendisiplinkan anak-anaknya (2, 4, 5, 12); dalam relasi dengan orang lain, ia dapat dipercaya, peramah, dan suka memberi tumpangan (2, 3, 11); terhadap orang luar, reputasinya baik (7, 8); dan dalam hal iman, ia teguh memelihara kebenaran Injil (bdk. 1Tim. 3:16; Rm. 16:25-26; Kol. 1:26, 27), cakap mengajar, dan bukan orang yang baru bertobat (2Tim. 3:2, 6, 9). Dari perikop ini jelas pula, bahwa tugas diaken bukan hanya melayani kebutuhan praktis anggota jemaat. Para diaken juga membantu gembala jemaat dalam pelayanan firman dan pemberitaan Injil (9, 13; lih. Kis. 6:8-10; 8:5-7).
Kehidupan keluarga seorang pemimpin jemaat mendapat sorotan utama, karena hal ini terkait erat dengan tugasnya “mengurus jemaat (keluarga) Allah” (2Tim. 3:5, 15). Karena tugas ini tidak ringan, maka persyaratan yang Paulus ajukan cukup berat. Namun merupakan pelayanan yang mulia (1, 13), yang telah dirintis oleh Yesus sendiri. Ia menyebut diri-Nya “pelayan” (Luk. 22:27), dan Ia juga disebut “Gembala dan Penilik jiwamu” (1Pet. 2:25). Adakah kehormatan yang lebih besar bagi kita, jika kita dipanggil untuk mengikuti jejak langkah-Nya, dan kita dipercayakan pelayanan penggembalaan serta diakonia?
Renungkan: Kriteria para pemimpin jemaat juga berlaku bagi setiap orang Kristen sebagai pedoman menuju kepada kedewasaan rohani.
Wycliffe: 1Tim 3:1-13
3) Berbagai Persyaratan Bagi Pejabat Gereja (3:1-13).
1a. Kata-kata pembukaan bagian ini mungkin merupakan lanjutan dari pokok pembahasan terakhir dari pasal 2. Semua pemakaian lain dari pernyataan tersebut (1:15; 4:19; II Tim. 2:11; Tit. 3:8) tampaknya mengikuti atau mendahului berbagai pernyataan penting tentang doktrin Injil. Demikian pula di sini jika melahirkan anak dari 2:15 dianggap mengacu kepada kelahiran sang Juruselamat. Tampaknya inilah penafsiran yang lebih disukai.
Paulus kemudian mengawali pembahasan mengenai persyaratan bagi penatua yang dilakukannya secara berurutan: persyaratan pribadi (ay. 2, 3). persyaratan menyangkut keluarga (ay. 4, 5), persyaratan mengenai sikapnya terhadap jemaat (ay. 5, 6), dan mengenai hubungannya dengan dunia non-Kristen (ay. 7). Pada bagian kedua sang rasul membahas persyaratan bagi kedudukan diaken dan diaken perempuan (ay. 8-13) yang sama dengan persyaratan bagi penatua. (Untuk melihat pembahasan klasik tentang fungsi dan jabatan penatua, baca Charles Hodge, Church Polity, Index, “Elder”: D. D. Bannerman, The Scripture Doctrine of the Church, Bagian VI. pasal iv; dan juga esai Lightfoot, ‘The Christian Ministry.’ Commentary on Philippians, hlm. 181-269).
Wycliffe: 1Tim 3:1 – Jabatan penilik jemaat // penilik jemaat // Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan, // menghendaki, // menginginkan
1. Jabatan penilik jemaat. Satu kata; juga dipakai dalam Lukas 19:44: Kisah Para Rasul 1:20 dan I Petrus 2:12. Kata kerjanya muncul dalam Ibrani 12:15 yang menunjukkan bahwa fungsi pokok penatua merupakan tanggung jawab setiap orang percaya. Kata penilik jemaat dipakai dalam Kisah Para Rasul 20:28; Filipi 1:1; Titus 1:7; I Petrus 2:25. Jabatan penatua dan penilik jemaat itu sama: di dalam Titus 1:5, 7 kedua kata ini dipakai untuk orang yang sama di dalam ayat-ayat yang berurutan. Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan, dan seterusnya. Ada dua kata yang sama artinya di sini. Yang pertama. menghendaki, hanya dipakai di dalam ayat ini, 6:10 dan Ibrani 11:16. Keinginan sungguh-sungguh dari seseorang untuk memperoleh jabatan ini hendaknya seperti keinginan Abraham akan negeri surgawi. Kata yang satunya, menginginkan, lebih sering dipakai, dan juga mengungkapkan keinginan yang sungguh-sungguh (Ibr. 6:11; I Ptr. 1:12, Luk. 22:15).
SUMBER:
http://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=54&chapter=3&verse=1