TIDAK KAWIN ( SELIBAT )
I KORINTUS 7: 1-11
Ayat 1-9
1.Rasul Paulus mengajarkan bahwa Perkawinan adalah sesuatu yang baik. Di sini dan di ayat 25-35, Rasul Paulus ingin mengatakan bahwa bukan hanya kehidupan selibat yang dapat dilakukan oleh umat Kristiani. Maka ia menyatakan dua hal yang mendasar yaitu bahwa ada kehidupan selibat dan perkawinan yang keduanya merupakan hal yang baik dan kudus bagi mereka yang terpanggil untuk itu. Dalam hal ini, Rasul Paulus melihat bahwa kehidupan perkawinan dan selibat itu harus dilihat berdampingan.
2.Jadi Rasul Paulus menjawab di sini bahwa adalah baik untuk hidup selibat, namun untuk itu seseorang memerlukan rahmat yang istimewa dari Tuhan (ayat 7). Mengingat keadaan moral di Korintus yang sangat aktif dipengaruhi oleh ketidakmurnian sehingga dapat meningkatkan banyak godaan (ayat 2, 5, 9), maka lebih baik bagi mereka yang tidak mempunyai karunia untuk hidup selibat, mereka lebih baik menikah. Namun demikian tentu Rasul Paulus tidak bermaksud mengajarkan bahwa tujuan utama perkawinan adalah untuk membebaskan diri dari godaan. Sebab makna Perkawinan malah sangat luhur karena kasih suami istri menjadi gambaran akan kasih Yesus kepada Gereja-Nya (lihat Efesus 5:22-33). Di sini Rasul Paulus hanya menganjurkan agar bagi yang terpanggil untuk hidup selibat, namun bagi yang tidak terpanggil/ yang tidak mempunyai karunia untuk hidup selibat, agar tidak hidup selibat dan karenanya menanggung resiko tidak dapat mengatasi godaan itu.
Ayat 3-6 – BERTARAK
3.Rasul Paulus mengajarkan jika untuk kondisi khusus suami dan istri hendak bertarak/ tidak berhubungan suami istri (perfect continence), mereka harus melakukannya atas kesepakatan bersama, dan hanya untuk sementara waktu, agar tidak memasukkan diri sendiri ke dalam godaan setan yang tidak perlu. Juga Rasul Paulus mengajarkan agar suami dan istri bukanlah pemilik dari tubuhnya sendiri, suami memiliki hak atas tubuh istri dan demikian pula sebaliknya.
Ayat 7
4.Rasul Paulus sendiri hidup selibat. Ia menginginkan orang lainpun seperti dia, sehingga dapat mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah. Namun ia juga mengakui bahwa hidup selibat merupakan karunia istimewa dari Allah, seperti yang diajarkan Kristus (lihat Matius 19:11-12). Ini adalah tanggapan terhadap kasih yang telah dinyatakan oleh Yesus secara tak terbatas. Dan Rasul Paulus secara pribadi telah mengalaminya [dalam perjalanan ke Damsyik]. Rahmat dengan kekuatan ilahi meningkatkan kerinduan bagi orang-orang tertentu untuk mengasihi Allah dengan total, eksklusif, tetap dan selama-lamanya. Maka ketika Rasul Paulusmengatakan “setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas”, artinya bahwa perkawinan juga merupakan karunia dari Tuhan.
Ayat 10-11
5.Kehidupan selibat bagi Rasul Paulus bukan merupakan suatu perintah (tetapi sebuah panggilan khusus/ karunia). Sedangkan tentang perkawinan yang tak terceraikan itu merupakan perintah Tuhan, seperti yang telah diajarkan oleh Yesus (lihat Matius 19:6); dan suami ataupun istri tak dapat menceraikannya (Matius 5: 31-32; 19:3-23; Markus 10:12). Perkawinan yang tak terceraikan ini berakar dari kasih yang memberikan diri secara total dari pasangan suami istri, demi kebaikan anak-anak mereka. Maka perkawinan yang tak terceraikan ini menemukan kebenaran puncaknya di dalam rencana Allah yang menghendaki agar perkawinan yang tak terceraikan ini merupakan sebuah buah, tanda dan syarat dari kasih setia absolut yang Allah tujukan kepada manusia dan yang Yesus tujukan kepada Gereja.
LATAR BELAKANG ORANG SELIBAT ( TIDAK KAWIN )
Golongan 1.Dilahirkan dengan keadaan tidak mampu kawin, atau dijadikan demikian oleh orang lain. Mereka yang terpaksa tidak kawin karena tidak mampu memenuhi tujuan yang agung dari perkawinan. Meskipun demikian, dalam kemalangan ini, biarlah mereka melihat kesempatan bahwa dengan hidup melajang pun orang dapat melayani Allah dengan lebih baik, supaya dengan begitu mereka dapat mengimbangi keadaan mereka.
Golongan 2 “kebiri” (kasim/sida-sida) yang ini, yaitu yang secara alami terlahir demikian di dalam istilah Yahudi disebut dengan istilah: ( סָרִיס חַמָּה – SARIS KHAMAH (Ibrani), harfiah : ” eunuch of the sun”), dan golongan “kebiri” (kasim/sida-sida) yang dibuat manusia ( סָרִיס אָדָם – SARIS ‘ADAM) demikian seperti yang tertulis dalam Kitab Mishna (Zabim 2:1).
Golongan 3:
Mereka yang melakukannya oleh karena anugerah dari Tuhan, yaitu mereka yang membuat dirlnya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Disini ada kemampuan secara jasmaniah untuk kawin tetapi karena alasan rohani ingin mengabdi kepada Tuhan dengan sepenuhnya tanpa harus dirisaukan atau dibebani dengan masalah teman hidup (suami/istri).
Yohanes Pembabtis, Rasul Paulus (dan Yesus) bisa menjadi contoh “kaum sida-sida karena Kerajaan Surga”. Panggilan hidup/ pilihan hidup secara selibat ini dijalani oleh para rahib/ biarawan dari kalangan Roma Katolik.
SUMBER:
http://www.sarapanpagi.org/selibat-melajang-tidak-kawin-vt4273.html