SERI KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN
BAGIAN 1
Rahasia yang selalu menjadi pertanyaan manusia adalah, apakah ada
kehidupan setelah kematian. Kematian itu memang suatu misteri yang
tidak dapat diselidiki oleh orang berilmu sekalipun. Bagi akal
manusia, dunia yang akan datang itu penuh rahasia, di luar kemampuan
manusia untuk menerobosnya. Tetapi bagi orang Kristen tidaklah
demikian. Allah telah membuka tabirnya dalam terang firman-Nya.
Rahasia setelah kematian itu dikemukakan dalam poin-poin di bawah
ini.
MANUSIA DICIPTAKAN UNTUK HIDUP KEKAL
1. PANDANGAN ALKITABIAH
Cicero, filsuf Yunani yang kesohor itu, pernah berkata, “Dalam
pikiran manusia ada suatu firasat tertentu akan kekekalan, dan ini
berakar sangat dalam dan dapat dengan jelas dilihat pada orang-
orang yang sangat jenius, dan mereka yang berjiwa paling mulia.”
Kebenaran Alkitab menunjukkan bahwa manusia selalu berhubungan
dengan kekekalan. Allah yang kekal menciptakan manusia untuk maksud
kekekalan. Artinya, bahwa manusia akan hidup selama-lamanya. Dosa
telah menyebabkan manusia harus bertemu dengan kematian di dalam
hidupnya. Namun, kematian bukan berarti bahwa manusia telah
kehilangan esensi hidupnya, atau tidak dapat merasakan sama sekali
sesuatu yang menimpa dirinya. Memang, tubuh yang mati tidak dapat
merasakan cubitan atau pukulan dari sesamanya, tetapi orang yang
mati rohnya dapat merasakan kesakitan di dalam tempat penantian
seperti yang tampak jelas dalam catatan Lukas, yaitu tentang orang
kaya dan Lazarus (Luk. 16:19-31). Orang kaya masuk dalam tempat
penantian hukuman, sedangkan Lazarus masuk dalam tempat penantian
untuk menerima upah pada waktu Yesus datang sebagai Hakim. Orang
kaya merasakan kesakitan dan kepanasan, Lazarus merasakan hal yang
menyenangkan. “Sesungguhnya, aku menyatakan kepadamu suatu rahasia:
kita tidak akan mati semuanya tetapi kita semuanya akan diubah,”
demikian kata Paulus (1Kor. 15:51). Orang yang tidak mengenal Tuhan
sebenarnya juga memiliki pengetahuan bahwa kematian tidak
mengakhiri segalanya. Naluri demikian tidak dapat diabaikan. Naluri
itu membuktikan bahwa manusia pada hakikatnya bersifat rohani dan
telah dikaruniai kemampuan untuk mengenal Allah. Seperti catatan
Salomo, “Allah telah memberikan kekekalan dalam hati manusia” (Pkh.
3:11)
Sumber: http://sabda.org/publikasi/e-reformed/cetak/?tahun=2006&edisi=77
Bersambung kebagian 2