TAURAT MENUNTUN KEPADA KRISTUS
Gal 3:19-25
Melakukan hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan orang dari dosa. Keselamatan adalah anugerah Allah kepada orang yang percaya sesuai dengan janji Allah kepada Abraham. Kalau begitu, apa gunanya Allah memberikan hukum Taurat?
Paulus menjelaskan fungsi hukum Taurat.
Pertama, hukum Taurat berfungsi untuk menunjukkan keberadaan dosa yang memperbudak umat manusia (ayat 19). Dengan hukum Taurat orang tidak dapat berdalih bahwa dirinya tidak berdosa atau tidak tahu bahwa yang diperbuatnya adalah dosa (Lihat Rm. 7:7-11). Dengan demikian hukum Taurat mengurung orang dalam kesadaran akan belenggu dosa yang mengikat mereka (ayat 22). Bahkan dengan hukum Taurat manusia menjadi frustasi karena menyadari diri tidak berdaya.
Kedua, hukum Taurat diberikan untuk memimpin orang-orang yang hidup sebelum janji keselamatan dalam Kristus digenapi. Hukum Taurat berfungsi sebagai penjaga kehidupan supaya moral dan perilaku tetap tertahankan sampai janji yang diberikan digenapi. Hukum Taurat tidak dapat membawa manusia kepada keselamatan yang menjadi kebutuhan utama manusia, namun ia dapat menuntun orang untuk mencari atau merindukan kelepasan itu dari sang Juruselamat (ayat 23-24). Maka ketika Kristus sudah datang sebagai pembebas dari segala belenggu dosa, hukum Taurat tidak lagi diperlukan sebagai penjaga kehidupan yang benar (ayat 25). Di dalam Kristus tidak ada lagi perhambaan dosa.
Hukum Taurat menuntun kita kepada Kristus. Jadi Kristuslah yang utama. Dialah yang menjadi dasar anugerah kita beroleh hidup. Dia pulalah yang menjadi alasan kita memelihara hidup suci selaras dengan ajaran Taurat. Di dalam Tuhan Yesus kita membaca dan menerapkan ajaran Taurat dari perspektif hukum kasih, yaitu kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama (Mat. 22:37-39).
Renungkan: Orang yang terobsesi melakukan hukum Taurat justru kehilangan fokus pada yang utama, yaitu Kristus
BAGI YANG MAU MENDALAMI KEBENARAN DIATAS DIPERSILAHKAN MEMBACA URAIAN DIBAWAH INI
Matthew Henry: Gal 3:19-29 – Maksud Hukum Taurat; Anak-anak Abraham yang Sejati
Setelah Rasul Paulus berbicara tentang janji yang diberikan kepada Abraham dan menyatakannya sebagai aturan pembenaran kita, dan bukan hukum Taurat, maka supaya orang tidak berpikir bahwa ia terlampau mengecilkan hukum Taurat dan membuatnya sama sekali tidak bermanfaat, ia mengambil kesempatan untuk membicarakan rancangan dan sifat hukum itu, serta memberitahukan kepada kita tujuan-tujuan hukum tersebut diberikan. Orang mungkin saja bertanya, “Jika janji itu sudah cukup untuk memperoleh keselamatan, untuk apa orang menjalankan hukum Taurat? Atau, mengapa Allah memberikan hukum Taurat melalui Musa?” Atas pertanyaan ini Rasul Paulus menjawab,
I. Hukum Taurat ditambahkan oleh karena pelanggaran-pelanggaran (ay. 19). Ia tidak dirancang untuk membatalkan janji itu dan untuk menetapkan cara memperoleh pembenaran yang berbeda dengan yang telah ditetapkan melalui janji itu. Sebaliknya, ia ditambahkan kepada janji itu, sengaja ditambahkan untuk melayani pencapaian janji itu. Hal ini terjadi oleh karena pelanggaran-pelanggaran. Meskipun telah terpilih menjadi umat khusus Allah, orang Israel berbuat dosa sama seperti bangsa lain. Itulah sebabnya hukum Taurat diberikan untuk menyadarkan mereka akan dosa dan perilaku mereka yang menjijikkan sehingga menimbulkan murka ilahi. Karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa (Rm. 3:20), dan hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak (Rm. 5:20). Hukum Taurat juga dimaksudkan untuk menahan mereka berbuat dosa, untuk menanamkan rasa takut dan hormat dalam pikiran mereka, dan untuk mengekang hawa nafsu mereka. Juga supaya mereka tidak jatuh ke dalam kekacauan yang memang menjadi kecenderungan alami mereka. Selain itu, pada saat yang sama, hukum Taurat dirancang untuk menuntun mereka kepada satu-satunya cara yang benar yang dengannya dosa ditebus, supaya mereka dapat memperoleh pengampunan atas dosa. Jalan satu-satunya itu adalah melalui kematian dan pengorbanan Kristus, yang merupakan tujuan khusus mengapa hukum korban persembahan dan penyucian diberikan. Rasul Paulus menambahkan bahwa hukum Taurat diberikan untuk tujuan ini sampai datang keturunan yang dimaksud oleh janji itu. Artinya, sampai Kristus datang (keturunan utama yang dimaksudkan dalam janji itu, seperti yang telah ditunjukkan Rasul Paulus sebelumnya), atau sampai masa penyelanggaraan Injil berlaku, ketika orang Yahudi dan orang bukan Yahudi tanpa terkecuali, menjadi keturunan Abraham karena percaya. Hukum Taurat ditambahkan oleh karena pelanggaran-pelanggaran, sampai kegenapan waktu tersebut, atau sampai masa penyelenggaraan Injil itu tiba. Namun, ketika Keturunan itu datang, dan kasih karunia ilahi dalam janji itu semakin terungkap, hukum Taurat yang diberikan Musa itu akan berakhir. Perjanjian itu, yang didapati tidak dijalankan dengan baik, harus memberi tempat kepada janji yang lain dan yang lebih baik (Ibr. 8:7-8). Meskipun hukum Taurat, yang dianggap hukum alam, hingga kini senantiasa masih memiliki kekuatan dan masih tetap berguna untuk menyadarkan manusia akan dosa, serta untuk mencegah orang dari berbuat dosa, namun kita sekarang tidak lagi berada di dalam belenggu serta kengerian perjanjian hukum itu. Karena itu, hukum Taurat tidak dimaksudkan untuk memberikan jalan lain bagi pembenaran, yang berbeda dari jalan yang telah diungkapkan lewat janji itu, melainkan semata-mata untuk menuntun manusia supaya dapat melihat kebutuhan mereka akan janji itu, yaitu dengan menunjukkan kepada mereka tentang jahatnya dosa, dan untuk membimbing mereka kepada Kristus, yang melalui-Nya saja mereka dapat diampuni dan dibenarkan. Sebagai bukti selanjutnya bahwa hukum Taurat tidak dimaksudkan untuk meniadakan janji itu, Rasul Paulus menambahkan bahwa hukum Taurat disampaikan dengan perantaraan malaikat-malaikat ke dalam tangan seorang pengantara. Hukum Taurat diberikan kepada orang-orang berbeda, dan melalui cara-cara yang berbeda dengan cara pemberian janji itu, sehingga dengan demikian, untuk tujuan-tujuan yang berbeda juga. Janji itu diberikan kepada Abraham dan semua keturunannya secara rohani, termasuk orang-orang percaya dari semua bangsa, orang bukan Yahudi serta orang Yahudi juga. Sementara, hukum Taurat diberikan kepada orang Israel sebagai bangsa yang khusus dan terpisah dari dunia selebihnya. Dan sementara janji itu diberikan langsung oleh Allah sendiri, hukum Taurat disampaikan dengan perantaraan malaikat-malaikat ke dalam tangan seorang pengantara. Dengan demikian, tampaklah bahwa hukum Taurat tidaklah dirancang untuk menyingkirkan janji itu. Sebab seorang pengantara bukan hanya mewakili satu orang, atau satu pihak saja (ay. 20), sedangkan Allah adalah satu, satu pihak saja yang membuat janji atau perjanjian itu dengan Abraham. Oleh sebab itu, orang tidak boleh beranggapan bahwa melalui persetujuan yang hanya terjadi di antara Dia dan bangsa Yahudi, Ia akan membatalkan janji yang jauh sebelumnya telah diberikan-Nya kepada Abraham dan keturunannya secara rohani, baik itu orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi. Hal ini tidak akan sesuai dengan hikmat-Nya, ataupun dengan kebenaran dan kesetiaan-Nya. Musa hanyalah merupakan pengantara di antara Allah dan keturunan rohani Abraham. Oleh sebab itu hukum Taurat yang diberikan-Nya tidak berpengaruh pada janji yang telah diberikan-Nya kepada mereka, apalagi sampai menghapuskannya.
II. Hukum Taurat diberikan untuk menyadarkan manusia akan pentingnya seorang Juruselamat. Rasul Paulus mengajukan pertanyaan tentang suatu hal (ay. 21), seperti yang mungkin akan dipertanyakan oleh sebagian orang, “Kalau demikian, bertentangankah hukum Taurat dengan janji-janji Allah? Apakah keduanya benar-benar saling bertentangan? Atau tidakkah kamu mempertentangkan janji kepada Abraham dengan hukum Musa?” Terhadap pertanyaan seperti ini, ia menjawab, “Sekali-kali tidak.” Ia sama sekali tidak berpikir seperti itu, dan hal demikian juga tidak dapat disimpulkan dari apa yang telah dikatakannya. Hukum Taurat sama sekali tidak bertentangan dengan janji itu, tetapi ada untuk melayaninya, sebab tujuannya adalah untuk mengungkap pelanggaran manusia, dan untuk menunjukkan kepada mereka betapa mereka membutuhkan kebenaran yang lebih baik daripada kebenaran hukum Taurat. Pikiran bahwa hukum Taurat bertentangan dengan janji itu lebih mungkin ditarik dari pengajaran orang-orang Yahudi itu daripada dari pengajaran Rasul Paulus. Sebab andaikata hukum Taurat diberikan sebagai sesuatu yang dapat menghidupkan, maka memang kebenaran berasal dari hukum Taurat. Jika memang demikian halnya, janji itu tentunya akan digantikan dan dianggap tidak berguna. Namun, hal itu tidak dapat terjadi pada kita sekarang, sebab Kitab Suci telah mengurung segala sesuatu di bawah kekuasaan dosa (ay. 22), atau menyatakan bahwa semua orang, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, sudah bersalah, dan oleh sebab itu tidak dapat mencapai kebenaran dan pembenaran dengan melaksanakan hukum Taurat. Hukum Taurat mengungkapkan luka-luka mereka, tetapi tidak mampu memberikan obat bagi luka-luka mereka itu. Hukum Taurat menunjukkan bahwa mereka bersalah, karena ia menetapkan korban persembahan dan penyucian, yang jelas-jelas tidak cukup untuk dapat menghapuskan dosa. Oleh sebab itu, tujuan utamanya adalah supaya oleh karena iman dalam Yesus Kristus janji itu diberikan kepada mereka yang percaya. Maksudnya, supaya setelah disadarkan akan dosa mereka serta ketidakmampuan hukum Taurat untuk menghasilkan kebenaran bagi mereka, mereka dapat diajak untuk percaya kepada Kristus, sehingga dengan demikian memperoleh manfaat dari janji itu.
III. Hukum Taurat dirancang sebagai penuntun bagi kita sampai Kristus datang (ay. 24, KJV: sebagai penuntun, untuk membawa kita kepada Kristus). Di dalam ayat sebelumnya (ay. 23), Rasul Paulus memperlihatkan kepada kita perihal keadaan orang Yahudi di bawah pengaturan hukum Musa, bahwa sebelum iman itu datang, atau sebelum Kristus datang dan ajaran pembenaran melalui iman kepada-Nya lebih terungkap, mereka berada di bawah pengawalan hukum Taurat, mereka diwajibkan, ada di bawah hukuman-hukuman berat, harus menjalankan dengan cermat berbagai ketentuannya. Pada masa itu mereka terkurung dan terkungkung oleh kengerian dan keketatan aturannya, seperti orang-orang tahanan di dalam penjara. Tujuannya adalah supaya dengan demikian mereka dapat lebih disiapkan untuk menerima iman itu, yang akan dinyatakan, atau dapat diajak untuk menerima Kristus apabila Ia datang ke dunia. Juga, supaya mereka dapat menyesuaikan diri dengan pengaturan yang akan diperkenalkan-Nya, yang dengannya mereka dapat dilepaskan dari perbudakan dan perhambaan, serta dibawa kepada terang dan kebebasan yang besar. Nah, dalam keadaan seperti itu, katanya, hukum Taurat adalah penuntun bagi mereka sampai Kristus datang, supaya mereka dibenarkan karena iman. Sama sebagaimana hukum Taurat menyatakan pikiran dan kehendak Allah menyangkut diri mereka, sekaligus menjatuhkan kutuk atas mereka bagi setiap kegagalan mereka dalam menjalankan hukum itu, demikian pula sudah sepatutnya apabila hukum itu adalah untuk menyadarkan mereka perihal kebinasaan mereka, serta untuk membuat mereka melihat kelemahan dan ketidakmampuan kebenaran mereka sendiri untuk membawa mereka berkenan kepada Allah. Sama seperti hukum Taurat mengharuskan mereka untuk mengadakan berbagai persembahan korban yang sebenarnya tidak mampu menghapuskan dosa, tetapi merupakan lambang Kristus serta pengorbanan luar biasa yang akan dijalani-Nya demi menebus dosa, demikian juga hukum Taurat membimbing mereka (meskipun dengan cara yang lebih samar dan tidak jelas) kepada-Nya sebagai satu-satunya pertolongan dan tempat perlindungan mereka. Dengan demikian, hukum Taurat merupakan penuntun yang mengajar dan mengatur mereka ketika mereka berada di pihak lemah. Atau, seperti yang digambarkan dengan sangat tepat melalui istilah paidagōgos, sebagai pelayan yang menuntun dan membimbing mereka kepada Kristus (seperti kanak-kanak yang biasa diantar ke sekolah oleh para pelayan yang bertugas mengasuh mereka). Tujuannya adalah supaya mereka dapat diajar dengan lebih baik oleh Dia sebagai penuntun mereka, di dalam jalan pembenaran dan keselamatan yang benar, yang hanya dapat diperoleh melalui iman kepada Dia yang telah ditetapkan untuk menyampaikannya secara paling lengkap dan jelas. Namun, supaya orang tidak berkata, jika hukum Taurat dimaksudkan demi penggunaan tersebut dan pelayanannya di antara orang Yahudi, mengapa hal ini tidak boleh tetap berlanjut dalam Kekristenan, maka Rasul Paulus menambahkan, bahwa sesudah iman itu telah datang, dan masa penyelenggaraan Injil telah berlaku, di mana Kristus dan pengampunan dan jalan kehidupan melalui iman kepada-Nya diungkapkan dengan sangat jelas, maka kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun. Kita tidak begitu membutuhkan hukum Taurat lagi untuk menuntun kita kepada-Nya seperti pada zaman sebelumnya. Demikianlah Rasul Paulus menunjukkan kepada kita, untuk maksud dan tujuan apa hukum Taurat diberikan.
Dari apa yang dikatakannya mengenai hal ini, kita dapat mengamati,
1. Kebaikan Allah terhadap umat-Nya pada zaman dahulu, dengan memberikan hukum Taurat kepada mereka. Dibandingkan dengan keadaan di bawah Injil, walaupun hukum Taurat menimbulkan ketakutan dan kengerian, tetapi ia juga melengkapi mereka dengan cara dan bantuan yang cukup untuk membimbing mereka melaksanakan kewajiban kepada Allah dan meningkatkan pengharapan mereka kepada-Nya.
2. Kesalahan dan kebodohan besar orang Yahudi, dalam menyalahartikan tujuan hukum Taurat dan menyalahgunakannya untuk tujuan yang sangat berbeda dengan maksud Allah dalam memberikannya. Mereka berharap bisa dibenarkan dengan cara menjalaninya, padahal hukum Taurat tidak pernah dimaksudkan menjadi pedoman pembenaran mereka, tetapi hanya sebagai sarana untuk menyadarkan mereka akan kesalahan dan kebutuhan mereka akan seorang Juruselamat. Selain itu, juga untuk menuntun mereka kepada Kristus dan beriman kepada-Nya, sebagai satu-satunya cara untuk memperoleh hak istimewa ini (lihat Rm. 9:31-32; 10:3-4).
3. Keuntungan besar yang diperoleh dalam keadaan di bawah Injil yang melebihi apa yang didapatkan bila berada di bawah hukum Taurat, yang membuat kita tidak saja menikmati penyingkapan lebih jelas tentang kasih karunia dan belas kasihan ilahi jika dibandingkan dengan yang diterima orang Yahudi zaman dahulu, tetapi juga dibebaskan dari keadaan perbudakan serta ketakutan yang ada di dalamnya. Kita sekarang tidak lagi diperlakukan seperti kanak-kanak yang berada di pihak lemah, tetapi sebagai anak-anak dewasa yang diberi kebebasan yang lebih besar dan hak yang lebih istimewa daripada yang mereka peroleh sebelumnya. Hal ini diperjelas Rasul Paulus melalui ayat-ayat berikutnya. Setelah menunjukkan untuk maksud apa hukum Taurat diberikan, di dalam bagian akhir pasal ia memberi tahu kita perihal hak istimewa kita melalui Kristus. Di situ ia terutama menyatakan,
(1) Bahwa kita semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus (ay. 26). Di sini kita dapat mengamati,
[1] Hak yang luar biasa istimewa dan dapat dinikmati orang-orang Kristen sejati di bawah Injil: Mereka adalah anak-anak Allah. Mereka tidak lagi dianggap sebagai hamba, melainkan anak-anak. Sekarang mereka tidak dijauhkan dan tidak dikekang lagi sebagaimana orang Yahudi, tetapi diperbolehkan datang dan menghampiri Allah lebih dekat daripada yang diizinkan bagi mereka. Ya, mereka sungguh diperhitungkan dan boleh menerima semua hak istimewa sebagai anak-anak-Nya.
[2] Bagaimana mereka bisa memperoleh hak istimewa ini, yaitu karena iman di dalam Yesus Kristus. Dengan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, serta mengandalkan Dia semata untuk memperoleh pembenaran dan keselamatan, mereka pun diperbolehkan masuk ke dalam hubungan yang membahagiakan dengan Allah ini, serta boleh menerima hak-hak istimewa dari hubungan itu. Sebab semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh. 1:12). Dan iman di dalam Kristus ini, yang olehnya mereka menjadi anak-anak Allah, Rasul Paulus mengingatkan kepada kita (ay. 27), adalah apa yang mereka akui dalam baptisan. Sebab ia menambahkan, karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Setelah mengakui beriman di dalam Dia melalui baptisan, mereka pun mengabdi kepada-Nya dan seperti telah mengenakan pakaian seragam-Nya, mereka menyatakan diri sebagai hamba-hamba dan murid-murid-Nya. Sesudah dengan jalan demikian mereka menjadi anggota tubuh Kristus, melalui Dia mereka diakui dan diperhitungkan sebagai anak-anak Allah. Amatilah di sini,
Pertama, sekarang baptisan merupakan upacara khidmat yang menandakan bahwa kita sudah masuk ke dalam jemaat Kristen, sama seperti yang dijalankan orang Yahudi melalui upacara penyunatan. Yesus Tuhan kita menetapkannya demikian ketika Ia memberi penugasan kepada murid-murid-Nya (Mat. 28:19). Maka sudah menjadi pekerjaan mereka untuk membaptis orang-orang yang telah mereka bawa ke dalam iman Kristen. Boleh jadi di sini Rasul Paulus memperhatikan baptisan mereka dan keadaan mereka yang telah menjadi anak-anak Allah karena iman di dalam Kristus dan diakui dalam baptisan, guna menyingkirkan keberatan lebih lanjut, yang bisa saja diajukan para guru palsu yang lebih memilih penyunatan. Guru-guru palsu itu mungkin saja siap berkata, “Kalaupun diperbolehkan bahwa hukum Taurat, seperti yang diberikan di gunung Sinai, dibatalkan dengan kedatangan Kristus, keturunan yang dijanjikan itu, mengapa penyunatan harus disingkirkan, padahal perintah ini juga diberikan kepada Abraham bersama janji itu, bahkan jauh sebelum hukum Taurat diberikan Musa?” Namun masalah ini tersingkir saat Rasul Paulus berkata, Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dari situ tampaklah bahwa di bawah Injil, baptisan menggantikan penyunatan, dan mereka yang mengabdikan diri kepada Kristus melalui baptisan dan percaya kepada-Nya dengan sepenuh hati dengan segala maksud dan tujuannya, akan memperoleh hak-hak istimewa sebagai orang Kristen, sama seperti yang dialami orang Yahudi dahulu melalui penyunatan menurut hukum Taurat (Flp. 3:3). Oleh sebab itu, tidak ada alasan mengapa upacara penyunatan itu harus terus dilaksanakan. Perhatikanlah,
Kedua, di dalam baptisan, kita mengenakan Kristus. Melalui upacara itu kita mengakui bahwa kita adalah murid-Nya dan wajib berperilaku sebagai hamba-hamba-Nya yang setia. Dengan dibaptis di dalam Kristus, kita juga dibaptis ke dalam kematian-Nya. Bahwa sama seperti Dia mati dan bangkit kembali, demikian juga kita harus mati bagi dosa dan berjalan di dalam hidup yang baru (Rm. 6:3-4). Sungguh akan sangat menguntungkan apabila kita lebih sering mengingat hal ini.
(2) Bahwa hak istimewa sebagai anak-anak Allah ini, dan melalui baptisan mengabdikan diri kepada Kristus, sekarang dinikmati semua orang Kristen sejati. Hukum Taurat itu membedakan orang Yahudi dengan orang Yunani dengan cara memberi orang Yahudi keunggulan dalam banyak hal. Hal itu juga membuat perbedaan di antara hamba atau orang merdeka, tuan dengan hamba, dan laki-laki atau perempuan, mengingat bahwa orang laki-laki harus disunat. Namun, sekarang tidak begitu halnya. Mereka semua setara, karena semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Sama seperti seseorang tidak diterima berdasarkan keunggulan-keunggulan kebangsaannya ataupun pribadinya yang mungkin dimilikinya melebihi orang lain, demikian juga orang lain tidak akan ditolak karena tidak memiliki segala keunggulan tersebut. Sebaliknya, siapa saja yang benar-benar percaya kepada Kristus, tidak peduli dari suku bangsa, jenis kelamin, ataupun keadaan apa pun, akan diterima oleh-Nya dan menjadi anak-anak Allah melalui iman kepada-Nya.
(3) Bahwa, mengingat kita adalah milik Kristus, maka kita juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah. Guru-guru mereka yang masih berpegang pada ajaran agama Yahudi ingin agar mereka percaya bahwa mereka harus disunat dan memelihara hukum Musa supaya bisa diselamatkan. “Tidak,” kata Rasul Paulus, “hal itu tidak diperlukan. Sebab, jikalau kamu adalah milik Kristus, bila kamu percaya sepenuh hati kepada Dia yang adalah keturunan yang dijanjikan itu, yang melalui-Nya semua bangsa di bumi akan diberkati, maka kamu menjadi keturunan Abraham, bapa semua orang percaya itu, sehingga dengan demikian berhak menerima janji Allah. Dengan begitu pula kamu berhak menerima berkat-berkat dan hak-hak istimewa dari janji itu.” Oleh karena itu, jelaslah dari semuanya ini, bahwa pembenaran tidak dicapai dengan menjalani hukum Taurat, tetapi hanya melalui iman di dalam Kristus. Bahwa hukum Musa hanyalah merupakan ketetapan sementara, dan diberikan dengan tujuan untuk melayani dan bukannya meniadakan janji itu. Bahwa di bawah Injil, orang Kristen sekarang menikmati hak-hak istimewa yang jauh lebih besar dan baik dibanding orang-orang Yahudi di bawah hukum Taurat. Karena itu, sungguh teramat tidak bijaksana bila orang-orang Galatia itu sampai mau mendengarkan orang-orang Yahudi yang berusaha keras menjauhkan mereka dari kebenaran dan kebebasan yang disediakan Injil.
SUMBER:
http://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=48&chapter=3&verse=19