1.Kalau pertanyaan kita hanya,“Bagaimana saya dapat menjadi kudus, bagaimana saya dapat bertumbuh, bagaimana saya dapat mencapai keadaan spiritual yang maju?“ mungkin kita tidak berbuat lebih banyak daripada merestui pemusatan perhatian pada diri sendiri yang tidak sehat dan egois.
Ekstrim lain kita terlalu fokus kepada orang lain dengan menjadikan orang Samaria yang baik sebagai contoh dan teladan.
Kedua model diatas (perenungan atau tindakan) menjebloskan kita kedalam percekcokan yang sudah berlangsung berabad-abad mengenai „cara melalui tindakan“ atau „cara melalui renungan“. Kalau fokus kepada renungan kita anggap lebih tinggi nilainya maka munculllah konsep meninggalkan dunia untuk pergi kegurun untuk mendirikan biara.
2.Sadarilah kedua pembagian tadi adalah sebuah dikhotomi palsu. Pembagaian semacam itu tidak dikenal dalam praktek hidup Tuhan Yesus. Yesus aktif tanpa pernah kehilangan pusat rohaniNya. Secara teratur Ia pergi mengasingkan diri dan dalam suasana sepi itu Ia berdoa.
Pelajaran pertama dari kehidupan Yesus: perenungan (berdoa,meditasi, waktu sendiri bersama Allah) yang diimbangi dengan pelayanan umum (mengajar,menyembuhkan, melayani orang miskin). Keduanya tidak diadu satu dengan yang lain, tetapi digabung menjadi suatu kesatuan yang indah.
Pelajaran kedua dari kehidupan Yesus; ketegasan merumuskan kasih Allah berupa kasih dan melayani orang lain. Bandingkan dengan hukum utama Mat.22:36-40 .
Jadi sasaran yang baik adalah sifat terfokus kepada orang lain setelah saya diarahkan untuk terfokus kepada Allah. Kita harus memperhitungkan pola doa Kristus, tetapi juga harus disertai pelayananNya yang mengikuti doa itu. Injil Markus menurut penulis mengarahkan sasaran seperti itu.
3.Selanjutnya penulis menulis mengenai neraka ambruk dikaki Yesus. Yang dimaksudkan ialah dimana pekerjaan kegelapan, kebodohan, roh jahat, membebaskan orang sakit dan membebaskan yang tertindas, dihancurkan dikaki Yesus. Yesus dan neraka tidak mungkin berada ditempat yang sama, maka kemanapun Ia pergi neraka dibongkar. Kehidupan Yesus serta ajaranNya memberi sasaran yang jelas –melihat neraka ambruk didepan kaki kita dan datangnya Kerajaan Allah.
Untuk membuat neraka ambruk diperlukan kedewasaan rohani. Dalam keadaan tidak dewasa rohani masih tetap dapat masuk sorga, tetapi tanpa kedewasaan rohani tidak mungkin neraka ambruk .
4.Sasaran yang saya pilih (penulis) –melihat neraka ambruk didepan kakiku – memberi saya semangat untuk bertumbuh, bukan untuk saya sendiri , melainkan juga demi orang lain. Sasaran seperti itu mendorong saya untuk bergaul lebih akrab dengan Alah supaya saya dapat menjadi mitra kerjaNya dan melanjutkan pekerjaan Kristus ketika saya berkomunikasi dengan Nya.
5.Kedewasaan seperti itu tidak dapat dibuat-buat.Kita tidak dapat mengesankan iblis dengan topeng. Sesungguhnya, kita dalam bahaya dilindas kalau kita berpura-pura.
Kalau kita tidak mengalami pembubaran neraka dalam hidup kita sendiri, sebaliknya kita bertanya mengapa begitu. Apakah kita merayu neraka dan dengan demikian tidak mampu mengahdapinya? Apakah kita menolak untuk menghadapi persoalan persoalan penting dalam hidup kita, mungkin menyangkal adanya persoalan itu, dan karena itu menutup mata pada kebutuhan dan kepedihan orang lain? Atau mungkin kita menjadi malas, sudah puas untuk meluncur ke sorga daripada menjadi pelayan yang setia?
6.Inilah tujuannya, untuk mengasihi Allah sedemikian rupa sehingga kita meluap-luap dengan kasih bagi orang lain, dan sebagai akibatnya neraka ambruk didepan kaki kita, mendorong kita maju terus menjadi tipe manusia yang dapat dipakai Allah secara konsisten dan penuh kuasa.
Kita dipacu menuju pelayanan aktif yang disertai dengan waktu waktu berdoa akrab –sebab kita tidak berani terjun kedalam pelayanan ini tanpa kepastian kehadiran Allah. Tujuan ini juga dirumuskan dengan jelas oleh pertanyaan penting: Apakah orang orang disekitar kita berubah?
Dikutip dari buku: Mencari Wajah Allah ( Seeking The Face Of God ) dikarang oleh Gary L.Thomas