ZOFAR BERUSAHA “MEMBELA”ALLAH
Ayb 11:1-20
Zofar menyatakan penyebab penderitaan Ayub adalah kesalahan dan dosanya. Menurut Anda benarkah demikian?
“Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa?”(ayat 7). Zofar menyatakan pertanyaan teologis yang sulit dijawab, bukan hanya oleh Ayub, melainkan oleh siapa pun juga. Allah memang tidak terpahami dalam hakekat-Nya, siapakah yang dapat mengerti Allah? Zofar mengatakan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan kehebatan alam ciptaan mana pun, sebab Allah jauh melampaui semua buatan tangan-Nya (ayat 8-9). Zofar juga menyatakan bahwa kedaulatan Allah yang dikaitkan dengan ke-Mahatahuan-Nya tidak dapat dibantah oleh manusia (ayat 10-11). Oleh karena itu, Zofar menganjurkan agar dalam hatinya Ayub bersedia berbalik kepada Allah serta menjauhkan diri dari semua kejahatannya (ayat 13-15). Dengan berlaku demikian, Ayub hidup sebagai orang benar dengan memperoleh ganjarannya yaitu bahwa orang benar akan merasa aman, tenteram, dan berpengharapan (ayat 18).
Pada masa kini, ujaran Zofar ini mewakili orang Kristen yang “main hakim” sendiri dengan menyatakan hal yang sama. Yaitu langsung memvonis bahwa penyebab anak Tuhan menderita adalah dosa yang dibuatnya. Benarkah demikian adanya? Melalui ucapan Zofar, terlihat bahwa ia menyepelekan penderitaan yang sedang Ayub alami. Zofar tidak peka untuk menempatkan dirinya pada posisi sahabatnya. Alangkah berat tanggungan derita Ayub di tambah oleh tekanan `penghakiman’ Zofar ini. Zofar, sahabat yang seharusnya mengerti dan bersimpati terhadap penderitaan Ayub, kini malah tampil menjadi seorang hakim yang menambah dan memperberat pencobaan Ayub. Memang sulit bagi kita untuk sungguh bersimpati kepada orang-orang yang pernah mengalami penderitaan serupa.
Camkankanlah: Jangan menjadi “Zofar masa kini”. Bersikaplah kaya anugerah terhadap sesama yang sedang menderita. Itulah tanda dari orang yang hidup dalam anugerah Tuhan.
JANGAN CEPAT CEPAT MENGHAKIMI
Ayb 11:1-20
Bagaimanakah kita bersikap terhadap orang yang sedang marah kepada Tuhan? Apakah seperti Zofar yang meminta Ayub untuk langsung mengakui dosanya dan tidak lagi mengumbar gugatan kepada Tuhan?
Sebetulnya di balik kemarahan Ayub tersembunyi kesedihan yang dalam. Ayub sudah berjalan begitu akrabnya dengan Tuhan, namun Tuhan “tega” menimpakan musibah ini kepadanya, seakan-akan sahabat baiknya itu telah berbalik dan mengkhianatinya. Itu sebabnya Ayub meradang kesakitan. Malangnya, hal inilah yang luput dilihat oleh Zofar – dan mungkin oleh kita semua – karena terlalu sibuk “membela” Tuhan. Dapat kita bayangkan perasaan Ayub mendengarkan tuduhan teman-temannya; ibaratnya sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Bukannya pembelaan dan pengertian yang didapatnya, melainkan tudingan dan penghakiman!
Secara teologis ucapan-ucapan Zofar memaparkan hal-hal yang tepat yang harus dilakukan oleh Ayub. Namun, ucapan-ucapannya tersebut tidak disertai dengan hal-hal yang aplikatif yang sesuai dengan tanda-tanda kehidupan. Penderitaan yang dialami seseorang tidak dapat hanya disentuh oleh penjelasan-penjelasan teologis. Penjelasan teologis harus disertai bahkan sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang menyentuh dan dalam. Orang yang menderita tidak membutuhkan konsep-konsep teologis yang muluk. Yang mereka butuhkan adalah tindakan nyata dari konsep tersebut.
Dari bacaan ini dapat disimpulkan bahwa kita tidak akan dapat memahami berapa beratnya keberdosaan kita, sampai kita berusaha hidup kudus. Dengan kata lain, kita baru dapat menyadari betapa berdosanya kita, setelah kita mencoba untuk hidup benar. Kesadaran inilah yang seharusnya membuat kita berhati-hati menilai orang dan tidak sembarangan menuding orang. Pada faktanya, kebanyakan kita menyadari kesalahan yang kita perbuat; masalahnya adalah, kita sulit melawan hasrat untuk berdosa itu.
Renungkan: Tuhan membenci dosa, tetapi Ia mengasihi orang yang berdosa. Sebaliknya dengan kita: mengasihi dosa tetapi membenci orang yang berdosa.
PENDALAMAN AYAT
Wycliffe: Ayb 11:1-6 – Ayub // Apakah orang yang banyak mulut harus dibenarkan? // Tetapi mudah-mudahan Allah sendiri berfirman, dan membuka mulut-Nya terhadap engkau // Maka engkau akan mengetahui bahwa Allah tidak memperhitungkan bagimu sebagian daripada kesalahanmu
1-6. Ayub menandaskan bahwa Allah telah menyiksanya sekalipun mengetahui bahwa dirinya benar (ay. 4; bdg. 9:21; 10:7). Sikap itu, menurut Zofar, bertentangan dengan teori tradisional dan bersifat tidak rohani sehingga tidak bisa diterima sebagai kata yang menentukan. Apakah orang yang banyak mulut harus dibenarkan? (ay. 2a). Basa-basi pembukaan sebagai kebiasaan yang disampaikan oleh Bildad kini diutarakan lagi oleh Zofar dengan begitu tergesa dan tidak suka sehingga tuduhannya berbaur dengan pembelaan. Tetapi mudah-mudahan Allah sendiri berfirman, dan membuka mulut-Nya terhadap engkau (ay. 5). Ayub tampaknya tidak bisa ditekan di dalam perdebatan dengan sahabat-sahabatnya itu; namun jika ia diberi apa yang ia rindukan, yaitu sebuah debat terbuka dengan Allah (bdg. 9:35), maka dia pasti akan terbungkam. Maka engkau akan mengetahui bahwa Allah tidak memperhitungkan bagimu sebagian daripada kesalahanmu (ay. 6b). Secara lebih harfiah, Allah membuat sebagian dari kesalahanmu dilupakan. Di dalam semangatnya untuk menentang keluhan Ayub bahwa Allah mencari-cari kesalahan dan tanpa belas kasihan menandai setiap dosanya (bdg. 10:6, 14) dengan menyiksanya secara tidak sepadan dengan kesalahannya, Zofar berusaha menyempurnakan teori kedua sahabatnya tentang perbandingan langsung – namun dengan berlawanan arah dari Ayub! Inilah klimaks pernyataan bersalah dalam siklus debat yang pertama ini. 11:6 merupakan ayat kunci sebab ayat tersebut menyimpulkan tuduhan tetapi juga memperkenalkan tema berikutnya dengan menyebutkan hikmat Allah yang tidak terselami (bdg. 5:9).
SUMBER:
http://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=18&chapter=11&verse=1