Ketika seorang Kristen meninggal dunia di Indonesia biasa nya diadakan Kebaktian Tutup Peti, Kebaktian Penghiburan dan Kebaktian Pemakaman atau Pelepasan Jenazah. Bagaimana dengan tradisi Kristen di Barat? Umumnya tidak ada kebaktian kebaktian seperti di Indonesia, yang ada hanyalah pada waktu sebelum pemakaman atau kremasi diadakan Kebaktian Syukur yang disebut sebagai Celeberating the Life …..nama alm atau almah . Dalam kesempatan kali ini mari kita kupas kedua tradisi ini dari perspektif teologis dan budaya.
I.PERSPEKTIF TEOLOGIS
– Kedua tradisi sebenarnya memiliki dasar teologis yang sama – keyakinan akan kebangkitan dan kehidupan kekal dalam Kristus. Seperti yang tertulis dalam 1 Tesalonika 4:13-14, orang Kristen “tidak perlu berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.”
1.TRADISI BARAT
– Tradisi Barat dengan “Celebrating the Life” lebih menekankan aspek pengharapan dan sukacita akan:
* Keyakinan bahwa almarhum telah bersama Kristus
* Perayaan akan dampak positif kehidupan almarhum
* Fokus pada warisan dan kenangan indah yang ditinggalkan.
2.TRADISI INDONESIA
– Tradisi Indonesia dengan “Kebaktian Penghiburan” lebih menekankan:
* Penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan
* Solidaritas dalam kedukaan
* Proses berkabung bersama komunitas
II. KONTEKS BUDAYA
1.BUDAYA BARAT
* Lebih individualistis – fokus pada pencapaian personal almarhum
* Pandangan kematian lebih pragmatis dan “matter of fact”
* Tradisi Victorian era mempengaruhi bagaimana kematian dipandang sebagai “beautiful death” dan perayaan.
2.BUDAYA INDONESIA :
* Lebih komunal – kedukaan dirasakan dan ditanggung bersama
* Pengaruh budaya Asia yang menghormati kedukaan sebagai proses penting
* Unsur budaya lokal yang memandang kematian dengan lebih contemplatif
* Pentingnya “pamit” atau berpamitan dalam budaya Indonesia
III.IMPLIKASI PASTORAL
1.- Model Barat membantu keluarga:
* Memproses duka dengan mengingat hal-hal positif
* Merayakan warisan spiritual almarhum
* Memberikan closure dengan fokus pada celebration
2.- Model Indonesia membantu keluarga:
* Mendapat dukungan komunal yang intensif
* Memproses duka secara bertahap melalui rangkaian kebaktian
* Mendapat penghiburan dari Firman Tuhan dan komunitas.
PENUTUP
1.Kedua pendekatan ini sebenarnya tidak bertentangan secara teologis, namun lebih mencerminkan perbedaan budaya dalam mengekspresikan iman dan kedukaan. Model Barat dan Indonesia masing-masing memiliki kekuatan dalam konteks budayanya sendiri.
2.Yang menarik, belakangan ini mulai ada perpaduan di beberapa gereja Indonesia yang mengadopsi unsur “celebrating life” sambil tetap mempertahankan elemen penghiburan komunal yang kuat. Ini menunjukkan bagaimana teologi Kristen bisa diekspresikan secara kontekstual sambil tetap setia pada esensinya.