Legenda Paus Yohana
oleh: P. William P. Saunders *
Baru-baru ini salah satu jaringan televisi menayangkan suatu program mengenai “Paus Yohana”. Tayangan televisi ini tidak cukup jelas apakah kisah ini benar atau tidak. Mohon tanggapan.
~ seorang pembaca di Arlington
Legenda Paus Yohana muncul dalam tulisan-tulisan seorang Dominikan, Jean de Mailly, pada abad ke-13. Dari karya ini, seorang Dominikan lain, Etienne de Bourbon (wafat 1261), memasukkan legenda ini dalam karyanya “Tujuh Karunia Roh Kudus”.
Legenda ini berkisah tentang seorang perempuan yang cerdas serta berbakat bernama Yohana Anglicus yang ingin meraih kesempatan-kesempatan yang tak tersedia bagi perempuan pada masa itu, melainkan hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Maka, ia berdandan layaknya seorang laki-laki. Dengan menyamar sebagai seorang laki-laki, ia pergi ke Athena dengan disertai kekasihnya dan mengejar pendidikan yang lebih tinggi (lagi, yang terbuka hanya bagi kaum laki-laki pada masa itu). Ia kemudian pindah ke Roma, di mana ia mengajar ilmu pengetahuan dan mendapatkan reputasi yang baik di bidang akademis. Pada akhirnya ia menjadi seorang notaris di Kuria Kepausan dan kemudian menjadi seorang kardinal. Setelah wafatnya Paus Leo IV, ia dipilih menjadi paus; sementara itu ia tetap merahasiakan penyamarannya sebagai seorang laki-laki. Alkisah, ia hamil oleh salah satu kekasihnya. (Sulit dibayangkan bahwa jenis kelaminnya tetap tertutup rapat sebagai rahasia di tengah para kekasihnya dan para pejabat kuria). Suatu hari, dalam prosesi dari Basilika St Petrus ke St Yohanes Lateran, dan di suatu tempat antara Colosseum dan St. Clement, ia melahirkan seorang putera. Tak usah dikatakan lagi bahwa arak-arakan pun berhenti. Sesudah itu, legenda memiliki berbagai versi kisah akhir: di salah satu versi, ia mati seketika; di versi lainnya, ia diikatkan pada seekor kuda dan diseret sekeliling kota, dirajam hingga tewas dan dikuburkan; dan akhirnya, dalam versi yang lain lagi, ia diusir dan dihukum untuk melakukan penitensi. Salah satu versi juga menceritakan bahwa puteranya kelak menjadi Uskup Ostia. Patut dicamkan bahwa semua kisah di atas adalah fiksi belaka.
Tampaknya, legenda tersebut memiliki dampak begitu rupa hingga banyak orang mempercayainya sebagai suatu kebenaran (sama seperti dampak The DaVinci Code).
Patut dicamkan bahwa bahkan pada abad ke-15, para sarjana seperti Aeneas Silvius (Epistles) dan Platina (Vitae Pontificum), dengan mempergunakan metoda historis-kritikal mendiskreditkan legenda ini sebagai isapan jempol belaka. Pada abad ke-16, sarjana seperti Onofrio Panvinio (Vitae Pontificum), Aventinus (Annales Boiorum), Baronius (Annales) dan yang lainnya mendukung pendapat ini. Bahkan para sarjana Protestan mendapati legenda ini tak dapat dipertanggungjawabkan: Blondel (Joanna papissa) dan Leibniz (Flores sparsae in tumulum Papissae). Namun demikian, sebagian Protestan, teristimewa di Amerika, terus mempergunakan legenda ini guna mendiskreditkan kepausan, meski legenda ini jelas sekedar dongeng belaka.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom’s Notre Dame Academy in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: The Fable of `Pope Joan’” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2006 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”