Alkitab merupakan kitab suci yang menjadi dasar iman bagi umat Kristen, baik Katolik maupun Protestan. Namun, di dalam sejarah gereja, terdapat perbedaan jumlah dan susunan kitab yang diakui oleh kedua tradisi ini. Perbedaan tersebut tidak menyangkut isi utama Injil atau inti iman Kristen, tetapi berkaitan dengan kanon atau daftar resmi kitab yang diakui sebagai firman Allah.
I.Alkitab Protestan: 66 Kitab
1.Gereja-gereja Protestan, khususnya di Indonesia, menggunakan Alkitab Terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yang berjumlah 66 kitab. Jumlah ini terdiri dari 39 kitab Perjanjian Lama (PL) dan 27 kitab Perjanjian Baru (PB).
2.Perjanjian Lama 39 kitab itu sama dengan kitab-kitab yang terdapat dalam Alkitab Ibrani (Tanakh) orang Yahudi, meskipun susunan dan pembagian kitabnya berbeda. Misalnya, kitab Samuel, Raja-raja, dan Tawarikh yang dalam Alkitab Ibrani dianggap satu kitab, dalam Alkitab Protestan dibagi menjadi dua. Demikian pula kitab Ezra dan Nehemia dipisahkan, padahal dalam tradisi Yahudi digabung.
3.Perjanjian Baru 27 kitab diterima secara universal oleh seluruh umat Kristen—baik Katolik, Protestan, maupun Ortodoks. Tidak ada perbedaan jumlah maupun isi, sebab sejak abad ke-4 Masehi, konsensus gereja sudah menetapkan daftar kitab-kitab Perjanjian Baru ini.
II.Alkitab Katolik: 73 Kitab
1.Berbeda dengan Protestan, Alkitab Katolik memiliki jumlah kitab yang lebih banyak, yaitu 73 kitab. Rinciannya: 46 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru. Tambahan tujuh kitab di Perjanjian Lama inilah yang menjadi pembeda utama antara kanon Katolik dan Protestan.
2.Kitab-kitab tambahan itu disebut Deuterokanonika. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani: deutero berarti “kedua” dan kanon berarti “aturan” atau “daftar resmi.” Jadi, Deuterokanonika berarti “kanon kedua,” yakni kitab-kitab yang status kanonisitasnya sempat diperdebatkan dalam sejarah, tetapi kemudian diterima sebagai bagian dari Kitab Suci oleh Gereja Katolik pada Konsili Trente (1546).
3.Sebaliknya, Protestan menyebut kitab-kitab ini sebagai Apokrifa, artinya “tersembunyi.” Martin Luther dan para Reformator abad ke-16 menganggap kitab-kitab tersebut berguna untuk dibaca tetapi tidak memiliki otoritas yang sama dengan kitab-kitab kanonik.
III.Daftar Kitab Deuterokanonika
Kitab-kitab Deuterokanonika yang terdapat dalam Alkitab Katolik adalah sebagai berikut:
- Tobit
- Yudit
- Tambahan pada Ester
- Kebijaksanaan Salomo
- Yesus bin Sirakh (Ecclesiasticus)
- Barukh, termasuk Surat Yeremia
- Tambahan pada Daniel (Nyanyian Azarya, Doa Tiga Pemuda, Susana, Bel dan Naga)
- 1 Makabe
- 2 Makabe
Totalnya ada tujuh kitab penuh plus tambahan pada Ester dan Daniel.
IV.Isi Singkat Kitab Deuterokanonika
Kitab-kitab ini memuat berbagai jenis tulisan:
- Sejarah: Tobit, Yudit, 1–2 Makabe. Misalnya, 1 dan 2 Makabe menceritakan perjuangan bangsa Yahudi melawan penjajahan Yunani di bawah pimpinan keluarga Makabe.
- Kebijaksanaan: Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin Sirakh. Berisi nasihat moral, hikmat hidup, dan refleksi iman.
- Doa dan Nubuat: Barukh dan tambahan pada Daniel serta Ester memuat doa-doa indah yang menunjukkan iman umat Israel.
Isi kitab-kitab ini menekankan kesetiaan umat Allah dalam penderitaan, pentingnya doa dan amal, serta pengharapan akan kebangkitan.
V.Nilai Rohani bagi Orang Protestan
Bagi umat Protestan, kitab-kitab Deuterokanonika memang tidak dianggap sebagai firman Allah yang setara dengan 66 kitab kanonik. Namun, membacanya tetap memberikan nilai rohani yang berharga, antara lain:
- Sejarah Iman yang Lebih Luas
Kitab 1 dan 2 Makabe menolong kita memahami masa antara Perjanjian Lama dan Baru, yakni periode 400 tahun yang sering disebut “masa sunyi.” Dari kitab ini kita melihat bagaimana umat Yahudi berjuang mempertahankan iman di tengah tekanan politik dan budaya. Ini memberi latar belakang penting bagi munculnya kerinduan akan Mesias. - Hikmat Hidup dan Doa
Kitab Yesus bin Sirakh atau Kebijaksanaan Salomo penuh dengan nasihat praktis dan doa yang dalam. Meski tidak kanonik bagi Protestan, banyak isinya yang sejalan dengan prinsip Alkitab, misalnya tentang kebajikan, kesabaran, dan ketekunan. - Inspirasi Kesetiaan
Tokoh-tokoh dalam Tobit atau Yudit menjadi teladan kesetiaan dan keberanian di tengah penderitaan. Mereka bisa menginspirasi umat Protestan untuk tetap beriman di tengah tantangan hidup.
Dengan demikian, membaca kitab Deuterokanonika tidaklah merugikan, asal dipahami bahwa posisinya bukan sebagai dasar doktrin iman, melainkan sebagai bacaan rohani yang memperluas wawasan.
VI.Mengapa Ada Perbedaan?
Perbedaan jumlah kitab ini berakar pada sejarah kanon Perjanjian Lama. Gereja Katolik mendasarkan diri pada Septuaginta, yaitu terjemahan Yunani dari Kitab Suci Yahudi yang digunakan luas di abad pertama, termasuk oleh para rasul. Septuaginta memuat kitab-kitab Deuterokanonika.
Sementara itu, Reformasi Protestan kembali ke kanon Ibrani Yahudi yang tidak memasukkan kitab-kitab tersebut. Karena itu, Protestan menetapkan 39 kitab PL saja.
Penutup
Baik Alkitab Katolik dengan 73 kitab maupun Alkitab Protestan dengan 66 kitab tetap menunjuk pada inti iman yang sama, yaitu keselamatan melalui Yesus Kristus. Perbedaan jumlah kitab tidak mengubah Injil yang memberitakan kasih Allah.
Bagi orang Protestan, membaca kitab Deuterokanonika dapat dipandang sebagai upaya memperluas wawasan sejarah dan memperkaya kehidupan rohani, meski tidak dijadikan dasar ajaran. Pada akhirnya, baik Katolik maupun Protestan dipanggil untuk menjadikan firman Allah sebagai pelita bagi kaki dan terang bagi jalan (Mazmur 119:105).