Kajian tekstual terhadap Metafora Perjalanan dalam Serat Jatimurti
Perjalanan di Alam Garis (1)
Pengarang karya ini mema-parkan adanya tiga alam di mana manusia harus datangi, masuki, dan lalui, yaitu alam garis, alam bidang atau permukaan, dan alam jirim atau material. Uraian dibawah ini memaparkan mengenai Perjalanan Di Alam Garis.
1.Setiap perjalanan memiliki titik berangkat. Dalam Serat Jatimurti, perjalanan ini dimulai dengan seseorang berada di alam garis. Istilah alam atau dunia dapat diterjemahkan sebagai realitas di mana manusia hidup dan bekerja. Soedjonoredjo menggambarkannya sebagai berikut : “Alam garis ini sangat sempit. Siapa yang duduk di alam garis hanyalah titik, titik yang ada di alam ini hanya berada di sepanjang garis. Entah ma-ju ke depan atau ke belakang, ia tidak dapat bergerak ke kiri atau ke kanan. Hanya ke depan atau ke belakang. Karena itu, bila sang titik terintang di depan atau di belakangnya, tidak ada tempat lagi baginya, kecuali bergeser ke alam bidang.
Untuk dapat bergeser ke alam,” bidang, ia harus mengikuti wujud dari alam bidang, artinya ia menjadi bundaran yang lembut, jadi tidak ada wujud garis.”
2.Menafsirkan makna kalimat-kalimat di atas yang terkait dengan metafora alam garis tidak terlalu sulit. Di dalam alam garis manusia di-gambarkan berperan sebagai titik-titik dalam menjalani kehidupannya. Namun, sang peme-ran itu tidak dapat melakukan apa-apa kecuali mengikuti garis seperti seekor semut yang ber-iringan mengikuti sebuah garis tangan. Namun, setelah menjelaskan kecilnya manusia sebagai titik atau kutu, Soedjonoredjo juga mengajukan sebuah pertanyaan yang aneh, “Apakah garis itu terdiri dari titik-titik?”
3.Per-tanyaan ini mengajak orang menyadari bahwa, menurut Serat Jatimurti, sebenarnya garis yang diikuti oleh titik-titik itu tidak benar-benar ada. Jadi garis hanyalah suatu realitas buatan alias persepsi manusia yang mendorongnya secara emosional agar ia mengikutinya. Sebe-narnya, secara esensial, titik-titik tersebut tidak bersambung menjadi suatu garis karena setiap titik terpisah satu sama lain dari titik lainnya.
4.Metafora ini menunjukkan hadirnya bayangan yang berarti bahwa kenyataan hidup hanyalah merupakan suatu bentukan dari persepsi manusia. Lebih lanjut lagi ditekankan bahwa, di alam garis, manusia sebagai titik sangat memusatkan diri pada diri sendiri dan mengikuti titik-titik yang lain. Mereka saling mendorong, namun hanya di satu alur atau garis yang benak mereka ciptakan.
5.Analisis terhadap ranah konkret dalam meta-fora ini dengan menggunakan analisis linguis-tik kognitif dapat mengidentifikasikan hal-hal yang disembunyikan dan ditonjolkan.
Hal yang ditonjolkan dalam metafora ini adalah sebagai berikut.
5.1.Pertama, sebagai pemeran perjalanan, manusia adalah Homo Viator yang terdorong mengikuti satu jalur yang, menurut persepsi-nya, merupakan realitas. Selain itu, sadar atau tidak dirinya didorong oleh orang-orang yang berjalan di belakangnya. Jadi manusia sebagai Homo Viator berperan hanya sebagai manusia yang menyesuaikan diri dengan manusia lain-nya atau mengikuti arus.
5.2.Kedua, jal ur perja-lanan hanyalah apa yang ada di dalam persepsi manusia.
5.3. Ketiga, tujuan perjalanan yang di-anggap patut adalah maju ke depan mengikuti orang lain.
6.Hal yang disembunyikan dalam metafora ini adalah sebagai berikut:
6.(1) kemampuan manu-sia untuk menyadari perjalanannya;
6.(2) ke-mampuan manusia untuk memilih atau me-nentukan respons terhadap realitas; dan
6.(3)dorongan manusia mengikuti kehendak hati sendiri sebagai Homo Viator di tahap ini.
SUMBER:
Perjalanan Spiritual Homo Viator: Studi Komparatif Serat Jatimurti dengan Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11–32)
https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/465/400
Robby Igusti Chandra Sekolah Tinggi Teologi Cipanas,
Korespondensi: Robbycha@yahoo.com