Memanggil Iman Radikal: Menggali Pokok Bahasan “Training in Christianity” Karya Søren Kierkegaard
PENDAHULUAN
Dalam jajaran karya Søren Kierkegaard, seorang filsuf dan teolog Denmark abad ke-19, buku “Training in Christianity” (Pelatihan dalam Kekristenan) menempati posisi yang unik dan provokatif. Diterbitkan dengan nama pena Anti-Climacus, karya ini adalah salah satu serangan paling tajam Kierkegaard terhadap apa yang ia anggap sebagai kekristenan nominal dan kepuasan diri pada masanya. Namun, lebih dari sekadar kritik, buku ini adalah sebuah panggilan mendalam untuk sebuah iman yang radikal dan otentik.
A.Kapan dan Mengapa “Training in Christianity” Ditulis?
1.”Training in Christianity” (dikenal juga dengan judul aslinya, Indøvelse i Christendom) pertama kali diterbitkan oleh Kierkegaard pada tahun 1850. Periode ini adalah fase intens bagi Kierkegaard, di mana ia semakin mengkritik Gereja Denmark yang mapan. Ia melihat Gereja telah menjadi terlalu nyaman, terlalu terintegrasi dengan negara dan budaya, sehingga kehilangan esensi keberanian dan tantangan dari kekristenan sejati.
2.Tujuan utama Kierkegaard menulis buku ini adalah untuk “memperkenalkan kembali Kekristenan ke dalam Kekristenan.” Frasa ini, yang ia gunakan berulang kali, menangkap inti dari motivasinya. Ia percaya bahwa Kekristenan yang diajarkan dan dipraktikkan pada zamannya telah menjadi begitu “mudah” dan “nyaman” sehingga ia tidak lagi menuntut apa pun dari individu. Ia ingin mengguncang orang-orang dari rasa puas diri rohani mereka dan menunjukkan bahwa menjadi seorang Kristen sejati adalah sebuah perjuangan yang intens dan personal, bukan sekadar identitas sosial atau intelektual.
3.Ia menulis buku ini untuk memaksa pembacanya menghadapi tuntutan radikal dari mengikut Kristus, tuntutan yang menurutnya telah diencerkan atau bahkan diabaikan oleh kekristenan yang “resmi.”
B.Pokok Bahasan Utama dalam “Training in Christianity”
“Training in Christianity” adalah sebuah latihan rohani yang menantang, memaksa pembaca untuk berhadapan langsung dengan Kristus yang diceritakan dalam Injil, bukan Kristus yang telah direduksi menjadi figur budaya yang jinak. Beberapa pokok bahasan utamanya meliputi:
- Kristus sebagai Tanda Kontradiksi (The Sign of Contradiction):
Ini adalah tema sentral. Kierkegaard berargumen bahwa Yesus Kristus, sebagaimana digambarkan dalam Alkitab, bukanlah figur yang mudah diterima atau menyenangkan semua orang. Sebaliknya, Dia adalah “tanda kontradiksi” (Lukas 2:34). Dia adalah Allah dalam bentuk manusia yang rendah hati, Mesias yang datang untuk menderita dan mati, bukan raja duniawi yang berjaya. Kierkegaard menantang gagasan umum tentang Yesus sebagai figur yang “dicintai semua orang” atau “pasti diterima” jika Dia datang hari ini. Dia menegaskan bahwa Yesus selalu menjadi batu sandungan: bagi orang Yahudi karena penderitaan-Nya, bagi orang Yunani karena kebodohan salib. Iman kepada Kristus yang sejati, oleh karena itu, melibatkan kesediaan untuk menanggung kontradiksi dan menerima Dia sebagaimana Dia adanya, bukan seperti yang kita inginkan.
- Tuntutan Radikal untuk Mengikut Kristus:
Buku ini terus-menerus menyoroti bahwa kekristenan sejati menuntut segala sesuatu dari seseorang. Ini bukanlah “sebuah pilihan” di antara banyak pilihan hidup lainnya, melainkan panggilan untuk penyerahan diri yang total. Kierkegaard menolak gagasan kekristenan yang bersifat pasif atau “penonton.” Dia menekankan bahwa Kristus memanggil murid-murid untuk mengambil salib mereka dan mengikut Dia, yang seringkali berarti meninggalkan kenyamanan, status sosial, dan bahkan hidup itu sendiri. Ini adalah kritik langsung terhadap kekristenan yang hanya menuntut kehadiran di gereja atau pengakuan lisan tanpa transformasi batiniah.
- Realitas Penderitaan dalam Kekristenan:
Kierkegaard dengan tegas menyatakan bahwa penderitaan bukanlah kecelakaan dalam kehidupan Kristen yang otentik, melainkan bagian integral dari mengikut Kristus. Kristus adalah seorang penderita, dan para pengikut-Nya dipanggil untuk berbagi dalam penderitaan-Nya. Ini adalah tantangan langsung bagi teologi kemakmuran atau kekristenan yang hanya mencari kebahagiaan duniawi. Iman sejati, menurutnya, adalah iman yang ditemukan dan ditempa di tengah penderitaan, yang dengan berani menghadapi kesulitan karena Kristus.
- Iman sebagai Risiko dan Perjuangan Subjektif:
Bagi Kierkegaard, iman bukanlah kepastian objektif atau warisan yang dapat diterima tanpa usaha. Iman adalah risiko yang radikal, sebuah “lompatan” yang harus diambil oleh setiap individu. Ini adalah sebuah perjuangan subjektif yang melibatkan gairah, kecemasan (Angst), dan keputusasaan (despair). Seseorang tidak bisa menjadi Kristen hanya karena lahir di negara Kristen atau dibaptis sebagai bayi. Kekristenan otentik membutuhkan keputusan pribadi yang terus-menerus diperbarui, sebuah “pelatihan” yang berulang kali menantang individu untuk mempercayai dan menaati Kristus di tengah keraguan dan ketidakpastian.
- Kritik terhadap “Kekristenan Resmi” dan Massa:
Sepanjang buku ini, Kierkegaard mengkritik keras Gereja Denmark pada masanya yang telah menjadi “institusi resmi” yang nyaman, di mana menjadi Kristen adalah normal dan tidak memerlukan pengorbanan. Dia menolak gagasan tentang “massa” yang Kristen, karena iman sejati bersifat individual dan personal. Ketika kekristenan menjadi fenomena massa, ia kehilangan tuntutan radikalnya dan menjadi nominal.
KESIMPULAN
Relevansi Hari Ini
1.”Training in Christianity” tetap sangat relevan bagi kita hari ini. Di era di mana kekristenan seringkali dikomodifikasi, di mana “iman” bisa diukur dari jumlah pengikut media sosial atau keberhasilan materi, suara Kierkegaard adalah sebuah gong yang mengingatkan kita pada tuntutan mendalam dari Injil.
2.Buku ini memanggil kita untuk:
- 2.1.Memeriksa apakah iman kita adalah iman yang hidup dan bergairah, atau sekadar label sosial.
- 2.2.Menerima Kristus sebagai Tuhan yang menuntut segalanya, bukan sekadar teman yang nyaman.
- 2.3.Berani menghadapi penderitaan sebagai bagian dari perjalanan mengikut Dia.
- 2.4.Melakukan “lompatan iman” yang personal setiap hari, di tengah segala keraguan dan ketidakpastian.
3.”Training in Christianity” bukanlah bacaan yang mudah. Ini adalah sebuah cermin yang jujur, memaksa kita untuk melihat diri kita dan iman kita di hadapan Kristus yang sejati—seorang Kristus yang menantang, bukan menghibur, dan seorang Kristus yang memanggil kita untuk menjadi Kristen otentik dalam segala aspek kehidupan kita.