ANALISA DARI PERSPEKTIF FENOMENOLOGI
PENDAHULUAN
Kasus Jokowi yang tetap menjadi pusat perhatian meskipun sudah tidak menjabat sebagai presiden akan kita analisa melalui perspektif fenomenologi, yang berfokus pada pengalaman subjektif, makna yang diberikan oleh individu atau kelompok terhadap suatu fenomena, serta cara fenomena tersebut dihadirkan dalam kesadaran masyarakat. Berikut adalah penjabaran analisisnya:
- Jokowi sebagai Fenomena yang Dihidupkan dalam Kesadaran Kolektif
Dalam perspektif fenomenologi, fenomena adalah sesuatu yang “menghadirkan diri” dalam pengalaman individu dan masyarakat. Jokowi, meskipun sudah tidak menjabat, tetap hidup dalam kesadaran kolektif masyarakat Indonesia karena beberapa faktor:
- Simbolisme Jokowi
Jokowi telah menjadi simbol berbagai nilai yang diidentifikasi oleh masyarakat:
1.1.Kesederhanaan dan rakyat kecil: Latar belakang Jokowi sebagai seorang pengusaha mebel dan citra “pemimpin dari rakyat” menciptakan kesan mendalam pada banyak orang.
1.2.Kepemimpinan populis: Kebijakan seperti program Kartu Prakerja, pembangunan infrastruktur, dan blusukan membangun persepsi tentang kepedulian terhadap rakyat.
1.3.Kontroversi dan kritik: Bagi sebagian pihak, Jokowi menjadi simbol status quo, keterkaitan dengan elit politik, dan kebijakan yang dianggap problematik seperti omnibus law dan proyek ibu kota baru.
Simbolisme ini membuat Jokowi tetap hadir dalam diskursus politik, baik sebagai harapan maupun sumber kekecewaan.
- Makna yang Beragam
Fenomenologi menekankan bahwa setiap individu atau kelompok memberikan makna yang berbeda pada suatu fenomena. Jokowi dipersepsikan secara beragam:
2.1.Pendukungnya melihatnya sebagai pemimpin sukses yang meninggalkan warisan besar.
2.2.Lawan politiknya melihatnya sebagai figur yang menjadi sumber permasalahan atau hambatan bagi visi mereka.
2.3.Generasi muda mungkin melihatnya sebagai bagian dari lanskap politik modern yang lebih akrab dengan media sosial.
- Narasi Media
Media, baik tradisional maupun digital, berperan penting dalam “menghadirkan kembali” Jokowi ke dalam ruang kesadaran masyarakat. Setiap berita, pernyataan, atau diskusi tentang dirinya menciptakan pengalaman intersubjektif, di mana masyarakat bersama-sama membentuk persepsi tentang figur Jokowi.
II.Fenomenologi Kehadiran: Jokowi yang Tetap “Ada”
Menurut fenomenologi, kehadiran seseorang tidak hanya bersifat fisik tetapi juga konseptual. Kehadiran Jokowi dalam ruang politik tetap terasa meskipun ia sudah tidak lagi memegang jabatan formal. Hal ini terjadi karena:
- Warisan Kebijakan
Proyek besar seperti pembangunan infrastruktur, ibu kota baru, dan kebijakan ekonomi meninggalkan “jejak fenomenologis”. Kebijakan ini terus memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat, sehingga nama Jokowi tetap relevan dalam pengalaman kolektif.
- Konstruksi Narasi Oposisi
Dalam fenomenologi, pengalaman terhadap fenomena sering kali dibentuk oleh cara kita berbicara tentang fenomena tersebut. Kritik dari oposisi terhadap Jokowi menciptakan wacana yang terus menghidupkan perannya sebagai pusat perhatian.
- Harapan dan Kekecewaan yang Belum Tuntas
Jokowi menjadi cerminan harapan yang belum terpenuhi atau kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat. Pengalaman emosional ini—baik dalam bentuk nostalgia, rasa bangga, atau frustrasi—membuat Jokowi tetap relevan dalam diskusi politik.
III. Kritik Fenomenologi terhadap Fokus pada Masa Lalu
Fenomenologi juga menganalisis bagaimana fokus pada masa lalu dapat memengaruhi pengalaman terhadap masa kini dan masa depan:
1.Masyarakat terjebak pada masa lalu: Jokowi tetap menjadi pusat perhatian karena masyarakat belum sepenuhnya berpindah fokus pada pemerintahan Prabowo. Hal ini mencerminkan resistensi terhadap perubahan atau transisi politik.
2.Persepsi tentang kontinuitas: Pemerintahan baru mungkin dianggap sebagai kelanjutan dari pemerintahan Jokowi, sehingga kritik terhadap Jokowi adalah kritik terhadap struktur politik yang dianggap tidak berubah.
IV.Fenomenologi Kekuasaan dan Identitas
- Jokowi sebagai Identitas Politik
Jokowi tidak hanya menjadi individu tetapi juga identitas politik yang diklaim oleh kelompok tertentu. Pendukungnya menganggap bahwa ia adalah representasi politik rakyat kecil, sementara lawannya melihatnya sebagai simbol kekuasaan elit. Identitas ini terus diperdebatkan dan diperjuangkan dalam ruang publik.
- Ruang Politik yang Tidak Stabil
Dalam situasi politik yang dinamis, nama Jokowi menjadi titik referensi bagi aktor politik untuk menegaskan posisi mereka. Keberadaan Jokowi dalam diskursus ini mencerminkan ketidakstabilan identitas politik nasional, di mana aktor-aktor baru belum sepenuhnya mampu menggantikan perannya sebagai pusat perhatian.
V.Implikasi Fenomenologis
1 Dinamika Kesadaran Publik
Kehadiran Jokowi yang terus diperbincangkan menunjukkan bahwa kesadaran publik Indonesia terhadap politik masih sangat personalistik dan terikat pada figur tertentu.
- Tantangan bagi Pemerintahan Baru
Fenomenologi menyoroti bagaimana fokus pada masa lalu dapat menghambat masyarakat untuk mengalami dan mendukung masa kini. Pemerintahan Prabowo perlu menciptakan pengalaman baru yang meyakinkan, sehingga perhatian masyarakat bergeser dari Jokowi ke kebijakan yang sedang dijalankan.
- Risiko Polarisasi yang Berlanjut
Diskursus tentang Jokowi cenderung memperkuat polarisasi. Dalam fenomenologi, ini disebut sebagai “pengalaman negatif bersama,” di mana konflik identitas menjadi lebih penting daripada penciptaan visi bersama.
KESIMPULAN
Dari perspektif fenomenologi, Jokowi tetap menjadi pusat perhatian karena ia telah menjadi fenomena kolektif yang hidup dalam kesadaran masyarakat, baik melalui pengalaman langsung maupun narasi yang terus diciptakan. Untuk mengatasi ini, diperlukan:
1.Transformasi pengalaman politik, di mana masyarakat diarahkan untuk fokus pada solusi masa kini dan masa depan.
2.Penciptaan narasi baru oleh pemerintahan Prabowo, yang mampu menggeser kesadaran publik dari warisan Jokowi ke pencapaian baru.
3.Pengelolaan memori kolektif yang inklusif, di mana Jokowi diakui sebagai bagian dari sejarah politik, tetapi tidak terus-menerus menjadi pusat konflik atau perdebatan.
Dengan memahami pengalaman subjektif dan narasi kolektif, fenomena ini dapat diolah secara lebih konstruktif untuk mendorong konsolidasi politik dan sosial.
- #Fenomenologi
- #MaknaPolitik
- #SimbolismePolitik
- #KesadaranKolektif
- #IdentitasPolitik