PERSPEKTIF ALITABIAH DAN TEOLOGIS
1.Dalam perjalanan sejarah kemanusiaan, konsep kota selalu memiliki makna simbolis yang mendalam dalam perspektif iman Kristen. Alkitab menggambarkan dua realitas kota yang kontras: kota manusia yang dibangun atas dasar kesombongan dan kota Allah yang didasarkan pada kasih dan kebenaran ilahi.
2.Kota manusia, yang pertama kali digambarkan dalam Kejadian, direpresentasikan melalui kisah Babel. Dalam Kejadian 11:4, manusia berniat membangun menara yang tinggi dengan tujuan “membuat nama bagi mereka sendiri” dan mencegah tersebarnya mereka ke seluruh muka bumi. Tindakan ini mencerminkan esensi kota manusia: kesombongan, keangkuhan, dan keinginan untuk mendefinisikan eksistensi tanpa campur tangan Tuhan.
3.Kontras dengan kota manusia, kota Allah digambarkan sebagai ruang di mana kemuliaan, keadilan, dan kedamaian Allah dinyatakan. Dalam Kitab Wahyu, tepatnya pasal 21, Yohanes menggambarkan Yerusalem Baru—simbol definitif dari kota Allah. Kota ini tidak dibangun oleh usaha manusia, melainkan turun dari surga, menandakan bahwa keselamatan dan pemulihan berasal dari inisiatif ilahi.
4.Teologi Reformed, khususnya melalui pemikiran Agustinus dalam karyanya “Kota Allah”, mengembangkan konsep ini secara mendalam. Agustinus membedakan antara “civitas terrena” (kota duniawi) dan “civitas dei” (kota Allah). Kota manusia digerakkan oleh nafsu dan kepentingan diri sendiri, sementara kota Allah dibangun atas dasar kasih dan pengabdian kepada Tuhan.
5.Karakteristik kota manusia tercermin dalam sistem-sistem yang dibangun manusia: struktur ekonomi yang eksploatatif, hierarki sosial yang tidak adil, dan mekanisme kekuasaan yang mendiskriminasi. Sebaliknya, kota Allah dibangun di atas fondasi kasih, keadilan, perdamaian, dan pemulihan. Di dalam kota ini, tidak ada lagi penderitaan, air mata, kematian, atau kesakitan.
Perjanjian Baru, khususnya melalui pelayanan Yesus Kristus, menunjukkan bahwa transformasi dari kota manusia menuju kota Allah dimungkinkan. Yesus datang membawa Kerajaan Allah—sebuah konsep radikal yang merombak logika kota manusia. Dalam Kerajaan-Nya, yang lemah dimuliakan, yang miskin diberkati, dan mereka yang ada di pinggiran masyarakat mendapatkan tempat terhormat.
6.Panggilan setiap orang percaya adalah menjadi “warga negara” kota Allah sambil hidup di tengah-tengah kota manusia. Mereka dipanggil untuk menjadi terang dan garam, menghadirkan nilai-nilai kerajaan Allah dalam setiap aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.
7.Dalam konteks kontemporer, pertentangan antara kota manusia dan kota Allah masih sangat relevan. Sistem-sistem global yang dibangun atas dasar keserakahan, diskriminasi, dan ketidakadilan terus menantang umat Allah untuk menghadirkan alternatif transformatif—sebuah cara hidup yang merepresentasikan kedaulatan dan kasih Allah.
8.Kesimpulannya, perbedaan antara kota manusia dan kota Allah bukanlah sekadar konsep teologis abstrak, melainkan realitas spiritual yang menuntut respons konkret dari setiap individu. Kita dipanggil untuk terus-menerus memilih: apakah akan terjebak dalam logika kota manusia ataukah mengambil bagian dalam visi sublime kota Allah yang penuh damai sejahtera.