KRISIS KEHIDUPAN 4

Pembahasan dilanjutkan dengan krisis hidup yang ketiga, yaitu krisis dalam kehidupan manusia, khususnya berkaitan dengan perasaan dan dengan penderitaan yang dialami manusia, termasuk kematian. Cootsona menganggap krisis ini juga terjadi dalam konteks Amerika, dimana orang-orang punya sebuah pandangan bahwa “Jika itu terasa benar, lakukan itu” (hlm. 111). Dalam pandangan Lewis, pandangan individualis tersebut menjadikan perasaan lebih penting dari akal sehat, sehingga akhirnya manusia ada di bawah tirani dari perasaan. Oleh karena itu, Lewis mengatakan bahwa yang penting adalah ketaatan kepada Tuhan (hlm. 112). Dalam konteks penderitaan, ketaatan ini tentu bersumber dari sebuah kepercayaan bahwa di dalam penderitaan sekalipun, Tuhan punya maksud bagi kehidupan anakanak-Nya, termasuk dalam realitas kematian. Manusia juga dapat “look along” (hlm. 119) melewati penderitaan (baca: kematian) dan mendapati bahwa setelah kematian, manusia akan sampai ke surga, “our real home” (hlm. 145), sebuah tempat dimana manusia bisa mengalami pengalaman “joy” yang utuh dan tidak berkesudahan.

SUMBER :

Cootsona, Gregory S. C. S. Lewis and the Crisis of a Christian. (Louisville:John Knox, 2014), 169 halaman.      

https://ojs.sttaa.ac.id › JAA › article › download