NASIB KOMISIONER KPK ATAU HAKIM MK?

NASIB KOMISIONER KPK ATAU HAKIM MK DIPUTUSKAN DPR ???
Rencana DPR untuk menambah kewenangannya dengan memberikan hak memecat pejabat lembaga negara yang pengesahannya dilakukan melalui fit and proper test DPR adalah langkah yang berpotensi menimbulkan masalah serius dalam prinsip demokrasi dan pemisahan kekuasaan (separation of powers).

MARI KITA ANALISA MASALAH INI:

1. IMPLIKASI TERHADAP PEMISAHAN KEKUASAAN 
• Prinsip Trias Politica: Indonesia menganut sistem pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jika DPR memiliki wewenang untuk memecat pejabat lembaga negara seperti hakim Mahkamah Konstitusi dan Komisioner KPK, maka akan terjadi ketimpangan kekuasaan. DPR sebagai lembaga legislatif dapat mengontrol yudikatif dan lembaga independen, yang seharusnya memiliki otonomi dalam menjalankan tugasnya.
• Ancaman terhadap Independensi Yudikatif: Jika DPR bisa memecat hakim MK, maka akan muncul konflik kepentingan karena DPR adalah salah satu pihak yang bisa terlibat dalam sengketa yang diputuskan oleh MK, misalnya dalam perkara uji materi undang-undang.
• Pelemahan KPK: KPK memiliki tugas memberantas korupsi, termasuk di kalangan DPR. Jika DPR memiliki hak untuk memecat komisioner KPK, maka ada potensi intervensi politik yang melemahkan independensi KPK dalam menangani kasus yang melibatkan anggota parlemen. 

2. BAGAIMANA PRAKTIIK DINEGARA LAIN 
Beberapa negara memang memiliki mekanisme pengawasan terhadap pejabat lembaga negara, tetapi dengan sistem yang lebih berimbang:
• Amerika Serikat:
o Presiden menunjuk pejabat tinggi (termasuk hakim Mahkamah Agung), tetapi Senat hanya berfungsi untuk confirmation hearing, bukan untuk memecat.
o Pemecatan hakim Mahkamah Agung hanya bisa dilakukan melalui mekanisme impeachment di Kongres, yang memerlukan persetujuan mayoritas DPR dan dua pertiga suara di Senat.
o Lembaga independen seperti FBI dan Komisi Etika juga tidak bisa diberhentikan langsung oleh Kongres, kecuali ada proses hukum yang jelas.
• Jerman:
o Hakim Mahkamah Konstitusi dipilih oleh parlemen tetapi tidak bisa dipecat oleh parlemen. Mereka hanya bisa diberhentikan jika melanggar hukum atau tidak mampu menjalankan tugasnya, dan itu pun melalui mekanisme hukum yang ketat.
o Lembaga antikorupsi dan badan independen memiliki perlindungan hukum agar tidak mudah diintervensi oleh legislatif.
• Inggris:
o Parlemen bisa mengawasi lembaga negara tetapi tidak memiliki hak langsung untuk memecat hakim atau pejabat independen tanpa proses hukum yang jelas.

3. KESIMPULAN 
Wewenang DPR untuk memecat pejabat lembaga negara yang sebelumnya mereka fit and proper test berisiko besar terhadap demokrasi dan akuntabilitas pemerintahan. Di negara demokrasi maju, pemecatan pejabat tinggi hanya bisa dilakukan melalui mekanisme hukum atau impeachment, bukan atas dasar keputusan sepihak dari legislatif.
Jika kebijakan ini diterapkan, ada potensi pelemahan lembaga independen seperti KPK dan ancaman terhadap putusan pengadilan yang bisa menjadi tidak independen. Oleh karena itu, perlu ada diskusi lebih lanjut dengan mempertimbangkan prinsip pemisahan kekuasaan dan menjaga keseimbangan kontrol antar-lembaga negara.