PERJANJIAN LAMA MENGAJARKAN IMAN
Gal 3:6-14
Kita mungkin sering mendengar pernyataan bahwa Perjanjian Lama mengajarkan seseorang diselamatkan karena melakukan hukum Taurat; sebaliknya Perjanjian Baru mengajarkan keselamatan adalah anugerah yang harus diterima dengan iman.
Paulus mematahkan pandangan yang keliru ini dengan menyajikan kebenaran langsung dari Perjanjian Lama.
Pertama, Perjanjian Lama mengajarkan bahwa Abraham dibenarkan oleh karena imannya (ayat 6; Kej. 15:6). Jadi, setiap orang yang percaya dengan iman seperti halnya Abraham adalah anak-anak Abraham yang juga dibenarkan (ayat 7-9).
Kedua, hukum Taurat tidak diberikan untuk menyelamatkan orang berdosa. Sebaliknya hukum Taurat diberikan untuk menyatakan keberdosaan manusia karena tidak seorang pun mampu melakukan semua perintah hukum Taurat (ayat 10-12). Oleh karena itu, Kristus telah mati untuk menebus dosa manusia supaya manusia dilepaskan dari kutuk hukum Taurat. Kematian Kristus menjadi jalan bagi bangsa-bangsa nonyahudi untuk dapat menerima keselamatan dengan cara beriman kepada-Nya (ayat 13-14). Jadi, Perjanjian Lama tidak bertentangan dengan Perjanjian Baru. Keduanya mengajarkan hal yang sama, yaitu seseorang diselamatkan karena percaya kepada karya penyelamatan Kristus dan bukan karena melakukan perintah Taurat.
Salah satu alasan mengapa ajaran-ajaran seperti itu masih bisa memperdaya orang-orang Kristen masa kini adalah karena kita jarang membaca apalagi membaca-gali Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah firman Tuhan yang benar dan sama berotoritas dengan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama memperlihatkan sisi kebutuhan manusia berdosa akan juruselamat yang bisa membebaskan mereka dari kutuk hukum Taurat. Perjanjian Baru menunjuk langsung kepada Yesus Kristus sebagai satu-satunya juruselamat itu.
Tekadku: Belajar Alkitab dengan benar dan bersandar penuh kepada kebenaran supaya tidak digoyahkan oleh ajaran sesat.
BAGI YANG MAU MENDALAMI KEBENARAN DIATAS DIPEERSILAHKAN MEMBACA URAIAN DIBAWAH INI
Matthew Henry: Gal 3:6-18 – Pembenaran oleh Iman
Setelah menegur orang Galatia karena tidak menaati kebenaran, dan berusaha keras menyadarkan mereka akan kebodohan dengan berbuat demikian, dalam ayat-ayat di atas ini ia banyak membuktikan kebenaran pengajaran yang telah mereka tolak sehingga ditegur olehnya itu, yakni tentang pembenaran oleh karena iman tanpa melakukan hukum Taurat. Ia memberi bukti dengan beberapa cara.
I. Dari contoh bagaimana Abraham dibenarkan. Petunjuk yang dipakai Paulus diambil dari Roma pasal 4. Secara itu jugalah Abraham percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (ay. 6). Artinya, iman Abraham melekat pada firman dan janji Allah, serta pada keyakinannya bahwa ia diakui dan diterima Allah sebagai orang yang benar. Sama seperti dalam uraian ini ia disebut bapa orang beriman, begitu pula Rasul Paulus ingin supaya kita tahu bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham (ay. 7), bukan secara jasmani, tetapi sesuai dengan janji Allah itu. Oleh sebab itu, mereka juga dibenarkan melalui cara yang sama dengannya. Abraham dibenarkan oleh karena iman, dan begitu pula mereka. Untuk meneguhkan hal ini, Rasul Paulus memberitahukan kepada kita bahwa janji yang diberikan kepada Abraham (Kej. 12:3), yakni bahwa olehmu segala bangsa akan diberkati (ay. 8), berkenaan dengan iman. Dikatakan bahwa Kitab Suci sebelumnya mengetahui hal itu, karena Dia yang menyusun firman Tuhan memang telah mengetahui sebelumnya bahwa Allah akan membenarkan orang-orang tidak percaya melalui iman. Oleh karena itu, dalam atau melalui Abraham atau keturunan Abraham, yakni Kristus, bukan saja orang Yahudi semata, melainkan orang bukan Yahudi juga, akan diberkati. Tidak saja diberkati dalam keturunan Abraham, tetapi juga diberkati sama seperti Abraham, dan dibenarkan seperti dirinya. Inilah yang disebut Rasul Paulus sebagai memberitakan Injil kepada Abraham. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan (ay. 9) bahwa mereka yang hidup dari iman, yakni orang-orang yang benar-benar percaya, tidak peduli dari bangsa mana mereka berasal, diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu. Mereka diberkati bersama Abraham, bapa orang beriman, melalui janji yang diberikan kepadanya, dan oleh sebab itu juga melalui iman seperti dia.
II. Rasul Paulus menunjukkan bahwa kita tidak dapat dibenarkan kecuali melalui iman yang berpegang teguh pada Injil, karena hukum Taurat menjatuhkan hukuman ke atas kita. Jika kita memberi diri diadili dalam pengadilan hukum Taurat itu, dan dihadapkan pada hukumannya, maka pastilah kita akan tercampakkan, punah dan binasa. Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Semua orang yang mengandalkan hasil upayanya sendiri sebagai kebenaran mereka, untuk dinyatakan tidak bersalah, dan bersikeras menyatakan diri sendiri benar, maka perkara mereka itu pasti akan berbalik melawan mereka. Sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat” (ay. 10). Lihat juga 26. Syarat kehidupan menurut hukum Taurat bersifat sempurna, pribadi, terus-menerus, dan penuh ketaatan. Perintah yang diberikan adalah, perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup, atau, siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya (ay. 12). Bagi setiap kegagalan dalam melakukan hal ini, hukum Taurat akan menjatuhkan kutukan. Kecuali ketaatan kita bersifat menyeluruh, sambil senantiasa melakukan segala sesuatu yang tertulis di dalam Kitab Taurat, dan kecuali hal itu dikerjakan terus-menerus (tanpa pernah gagal dalam keadaan apa pun), maka kita akan terkena kutuk hukum Taurat. Kutukan itu berupa murka yang dinyatakan, dan ancaman kebinasaan. Ini berarti terpisah dan diserahkan ke dalam segala bentuk kejahatan dengan sepenuh kekuatan dan daya, melawan semua orang berdosa, dan oleh sebab itu melawan seluruh umat manusia, sebab semua orang telah berbuat dosa dan bersalah di hadapan Allah. Jika sebagai pelanggar hukum Taurat kita berada di bawah kutukannya, maka sungguh sia-sia apabila kita mencari pembenaran melalui hukum Taurat. Namun, meskipun hal ini tidak bisa diharapkan dari hukum Taurat, Rasul Paulus kemudian memberi tahu kita bahwa ada jalan untuk meloloskan diri dari kutuk ini dan kembali memperoleh perkenan Allah, yakni melalui iman di dalam Kristus, yang telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat (ay. 13). Betapa tidak lazimnya cara yang digunakan Kristus untuk menebus kita dari kutuk hukum Taurat. Yakni, dengan jalan menjadi kutuk karena kita. Karena dijadikan orang berdosa bagi kita, Dia telah dijadikan kutuk bagi kita. Dia tidak terpisah dari Allah, tetapi untuk sesaat ditempatkan di bawah tanda murka ilahi yang mengerikan, yang disebut secara khusus dalam hukum Musa (Ul. 21:22). Tujuan dari cara ini adalah supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain. Supaya semua orang yang percaya kepada Kristus, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi, dapat mewarisi berkat Abraham, terutama janji agung Roh Kudus, yang teristimewa disediakan untuk masa Injil. Oleh karena itu, jelaslah bahwa bukan dengan cara menempatkan diri di bawah hukum Taurat, melainkan melalui iman di dalam Kristus-lah mereka menjadi umat Allah dan ahli waris janji itu. Perhatikanlah di sini,
1. Kesengsaraan yang di dalamnya kita sebagai orang berdosa tenggelam, yaitu kita berada di bawah kutuk dan hukuman hukum Taurat.
2. Kasih dan anugerah Yesus Kristus Tuhan kita terhadap kita. Ia telah menyerahkan diri untuk menjadi kutuk bagi kita, supaya dapat menebus kita dari kutuk hukum Taurat.
3. Harapan penuh kebahagiaan yang sekarang kita dapatkan melalui Dia, tidak saja karena terhindar dari kutuk itu, tetapi juga mewarisi berkat.
4. Bahwa hanya melalui iman di dalam Dialah kita dapat berharap memperoleh perkenan ini.
III. Untuk membuktikan bahwa pembenaran adalah melalui iman, dan bukan melalui perbuatan menurut hukum Taurat, Rasul Paulus menyatakan kesaksian khusus Perjanjian Lama (ay. 11). Ayat yang dirujuk adalah 4 yang mengatakan, orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya. Hal ini juga dikutip dalam Roma 1:17dan Ibrani 10:38. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa hanya orang-orang yang benar dan adil sajalah yang akan benar-benar hidup, terbebas dari maut dan murka Allah, serta dipulihkan ke dalam kehidupan yang berkenan bagi Allah. Hanya melalui imanlah orang-orang bisa menjadi benar, sehingga dengan demikian memperoleh kehidupan dan kebahagiaan ini, yaitu berkenan oleh Allah, dan dimampukan untuk hidup bagi-Nya sekarang, serta berhak menerima hidup kekal dan menikmati hadirat-Nya dalam kehidupan berikutnya. Itulah sebabnya Rasul Paulus berkata, bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas. Apa pun pendapat orang lain tentang dirinya, tidak demikian halnya dalam pemandangan Allah. Sebab dasar hukum Taurat bukanlah iman, dan hukum tersebut tidak mengatakan apa pun perihal iman yang berkaitan dengan pembenaran, ataupun memberikan kehidupan kepada orang-orang yang percaya. Namun pesan yang terkandung di dalamnya adalah, siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya, seperti yang tertulis di Kitab Imamat 18:5. Dibutuhkan ketaatan mutlak kepada hukum Taurat sebagai jalan hidup, dan oleh sebab itu, sama sekali tidak dapat menjadi aturan bagi pembenaran kita sekarang. Pembuktian Rasul Paulus ini dapat membantu kita untuk memperhatikan bahwa pembenaran melalui iman itu bukanlah pengajaran baru, melainkan telah diteguhkan dan diajarkan di antara jemaat Allah jauh sebelum masa Injil. Sungguh, inilah satu-satunya cara yang telah atau dapat membenarkan orang-orang berdosa.
IV. Untuk tujuan inilah Rasul Paulus memberi bukti dan menegaskan bahwa perjanjian yang telah dibuat Allah dengan Abraham itu tetap berlaku, tidak dibatalkan atau ditiadakan ketika hukum Taurat diberikan kepada Musa (ay. 15). Iman lebih utama dan ada terlebih dulu daripada hukum Taurat, sebab Abraham dibenarkan oleh iman. Di atas iman itulah dia membangun janji, dan janji-janji merupakan sasaran yang layak dihadapi dengan iman. Allah mengadakan perjanjian dengan Abraham (ay. 8), dan perjanjian ini bersifat teguh dan kokoh. Jika janji manusia saja bersifat demikian, terlebih lagi janji Allah. Ketika suatu perbuatan telah dilaksanakan atau butir-butir kesepakatan telah dimeteraikan, maka kedua belah pihak saling terikat, dan sudah terlambat untuk membuat perubahan. Oleh karena itu, orang tidak boleh beranggapan bahwa karena hukum berikutnya dikeluarkan, maka perjanjian Allah dibatalkan. Kata diathēkē dalam bahasa aslinya berarti perjanjian dan juga wasiat. Janji yang diberikan kepada Abraham lebih merupakan wasiat daripada perjanjian. Ketika sebuah surat wasiat berlaku pada saat kematian orang yang membuatnya, maka isinya tidak dapat diubah lagi. Oleh sebab itu, mengingat bahwa janji yang diberikan kepada Abraham bersifat sebagai wasiat, janji itu tetap kokoh dan tidak dapat diubah lagi. Selanjutnya, apabila ada yang berkata bahwa suatu pemberian atau wasiat boleh dibatalkan karena tidak adanya orang-orang yang menyatakan diri untuk menerimanya (ay. 16), maka Rasul Paulus menunjukkan bahwa dalam hal ini tidak terdapat kemungkinan seperti itu. Abraham sudah mati, dan para nabi juga sudah mati, tetapi wasiat atau perjanjian itu dibuat dengan Abraham dan keturunannya. Rasul Paulus memberi kita ulasan yang sungguh mengejutkan mengenai hal ini. Kita bisa saja berpikir bahwa yang dimaksudkan hanyalah bangsa Yahudi. “Tidak,” kata Rasul Paulus, “yang dimaksudkan hanyalah satu orang, yaitu dan kepada keturunanmu, yaitu Kristus.” Dengan demikian, wasiat itu masih memiliki kekuatan, sebab Kristus hidup selama-lamanya dan di dalam keturunannya secara rohani, dan mereka itu adalah milik-Nya melalui iman. Jika ada yang bersikeras bahwa hukum Taurat yang diberikan Musa telah membatalkan perjanjian ini karena hukum tersebut sangat mengandalkan perbuatan dan begitu sedikit membicarakan iman ataupun Mesias yang dijanjikan, maka Rasul Paulus menjawab bahwa hukum berikutnya tidak dapat membatalkan perjanjian atau janji sebelumnya (ay. 18). Sebab, jikalau apa yang ditentukan Allah berasal dari hukum Taurat, ia tidak berasal dari janji; tetapi, kata Paulus, oleh janjilah Allah telah menganugerahkan kasih karunia-Nya kepada Abraham. Oleh sebab itu akan menjadi tidak sesuai dengan kekudusan, hikmat, serta kesetiaan-Nya, apabila Ia sampai mengesampingkan janji-Nya itu melalui tindakan berikutnya, sehingga dengan demikian mengubah cara pembenaran yang telah ditetapkan-Nya sebelumnya. Jika warisan telah diberikan kepada Abraham melalui janji, dan diturunkan kepada keturunannya secara rohani, maka kita boleh yakin bahwa Allah tidak akan menarik kembali janji itu. Sebab, Dia bukanlah manusia sehingga menyesali apa yang telah dilakukan-Nya.
SUMBER :
http://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=48&chapter=3&verse=6