MEMAHAMI AGAMA SECARA PSIKOLOGIS DAN RELASINYA DALAM UPAYA RESOLUSI KONFLIK (4)
Wira Hadikusuma Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah
Institut Agama Islam Negeri Bengkulu
Psikologi Agama sebagai Upaya Resolusi Konflik Agama
Dalam menjawab realitas keagamaan yang ada ditengah-tengah masyarakat secara keseluruhan, maka agama memiliki wajah ganda yang dapat menjadi daya tawar dalam menyelesaikan masalah-masalah jiwa keagamaan penganut agama. Menurut Walter Houston Clark dalam bukunya yang berjudul Psychology of Religion menyebutkan ciri-ciri keagamaan matang pada seseorang adalah sebagai berikut:27
Pertama, umumnya orang yang matang dalam beragama lebih kritis, kreatif dan otonom. Clark menjelaskan bahwa keagamaan matang lebih kritis karena menghendaki esensi atau makna dari ajaran agamanya, sehingga kebenaran yang mereka peroleh lebih mendalam dari pada keagamaan anak- anak dan remaja.
Kedua, memperluas perhatiannya terhadap hal-hal di luar dirinya, dicontohkan Clark dalam berdoa. orang yang matang berdoa tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga mendoakan untuk orang lain. Bagi Clark doa seseorang menjadi kriteria penting apakah orang memiliki keagamaan yang matang. Sebagi contoh, anak-anak biasanya mereka berdoa untuk mereka sendiri. Sedangkan orang dewasa atau orang yang matang keagamaannya, selain untuk diirinya juga untuk orang lain, bahkan untuk keselamatan seorang musuh.
Ketiga, tidak puas semata-mata dengan ritual dan verbalitas dari ajaran agama itu saja. Tetapi lebih dari pada itu orang-orang matang keagamaannya mencari esensi atau makna dari ritual dan verbalitas yang ada. Namun, ritual dan verbalitas tetap menjadi bagian dari kehidupan mereka dalam menjalankan ajaran agama, sehingga esensinya melahirkan prilaku yang toleran, saling menyayangi, hormat menghormati, dan begitu seterusnya. Inilah yang membedakan antara kegamaan anak-anak dan keagamaan remaja, bagi anak-
anak dan remaja keagamaan mereka dibatasi pada aspek verbalis dan ritualis, sementara bagi orang dewasa atau orang yang telah matang keagamaannya verbalis dan ritualis tetap dijalankan, tetapi esensi dan pemaknaannya lebih dari penting.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, psikologi agama menawarkan kosep kematangan beragama yang diyakini semakin kuat dan matangnya seseorang dalam beragama, akan semakin baik pula jiwanya, yang akan melahirkan jiwa penyayang, santun, damai dan akan melahirkan resolusi terhadap konflik- konflik keagamaan yang ada. Agama yang damai akan dialami oleh orang- orang yang memiliki jiwa keagamaan yang matang, tidak hanya pada tahap ritual dan verbal saja, tetapi sudah mengarah pada aspek pemaknaan. Bahkan pada tahap menghidupkan nilai-nilai ritual dan verbal, yang akan tercermin pada tingkahlaku pribadi yang bijaksana dan memiliki kedewasaan dalam bersikap.
PENUTUP
Akhirnya, agama yang matang akan berimplikasi pada sikap dan prilaku yang sejalan dengan makna bahasa agama yaitu agar manusia teratur, yang menjadi tawaran solusi terhadap konflik agama dalam masyarakat beragama