RUDOLF OTT0:KONSEP YANG KUDUS

Rudolf Otto dan Konsep “Yang Kudus”: Memahami Pengalaman Keagamaan yang Mendalam

Pendahuluan

Pernahkah Anda merasakan pengalaman yang sulit dijelaskan ketika berada di tempat ibadah? Merasa gentar sekaligus terpesona ketika merenungkan kebesaran Allah? Rudolf Otto (1869-1937), teolog Jerman, memberikan penjelasan mendalam tentang fenomena ini melalui bukunya “Das Heilige” (Yang Kudus) yang diterbitkan tahun 1917.

I.Siapa Rudolf Otto?

Otto lahir di Jerman dalam keluarga religius dan menempuh pendidikan teologi di Universitas Erlangen dan Göttingen. Ia tidak hanya mempelajari Kekristenan, tetapi juga mendalami agama-agama Timur seperti Hinduisme dan Buddhisme. Bahkan ia melakukan perjalanan ke India untuk mempelajari langsung tradisi keagamaan di sana.

Otto dipengaruhi oleh Friedrich Schleiermacher yang menekankan perasaan dalam pengalaman keagamaan, dan filsuf Immanuel Kant tentang batas-batas pengetahuan manusia. Namun Otto merasa pengalaman keagamaan memiliki keunikan yang belum sepenuhnya dipahami para pemikir sebelumnya.

Karya Utama: “Das Heilige”

Buku ini ditulis berdasarkan pengamatan mendalam terhadap berbagai tradisi keagamaan, pengalaman pribadinya, dan dialog dengan orang dari berbagai latar belakang agama. Otto ingin memahami apa yang membuat pengalaman keagamaan begitu universal namun sekaligus unik.

Otto menjelaskan bahwa “yang kudus” bukanlah sekadar konsep moral atau etis, tetapi memiliki dimensi yang jauh lebih dalam dan mysterius.

 

II.Konsep Utama: “Mysterium Tremendum et Fascinans”

Pengertian Dasar

Istilah Latin ini berarti “misteri yang menakutkan sekaligus mempesona.” Otto menggambarkan pengalaman dengan yang kudus yang memiliki tiga aspek sekaligus:

  1. Mysterium (Misteri)

Dalam mengalami yang kudus, manusia berhadapan dengan sesuatu yang sama sekali berbeda (ganz andere) dari pengalaman sehari-hari. Ini adalah realitas yang tidak dapat sepenuhnya dipahami oleh akal manusia. Bukan sekadar sesuatu yang belum diketahui, tetapi misteri yang hakikatnya memang melampaui kemampuan pemahaman manusia.

  1. Tremendum (Yang Menakutkan)

Ini bukan takut biasa seperti takut pada bahaya fisik, tetapi rasa takut religius – perasaan kecil dan tidak berdaya di hadapan yang Maha Besar. Otto menggambarkan seperti pengalaman nabi Yesaya yang berkata “Celakalah aku! Aku binasa!” ketika melihat visi Allah. Ini adalah kesadaran mendalam akan perbedaan yang sangat besar antara manusia terbatas dengan yang Mahakudus.

  1. Fascinans (Yang Mempesona)

Meskipun menimbulkan rasa takut, pengalaman dengan yang kudus juga memiliki daya tarik luar biasa kuat. Manusia merasa tertarik untuk kembali mengalaminya, seperti kerinduan mistik sufi untuk “bersatu” dengan yang Ilahi, atau orang Kristen yang merasa “haus” akan kehadiran Allah.

 

III.Pengalaman dalam Berbagai Tradisi Agama

1.Agama Kristen

Otto menemukan konsepnya dalam pengalaman Musa di Sinai, visi Yehezkiel, pengalaman Paulus di Damsyik, dan tradisi mistik Kristen seperti Meister Eckhart atau Teresa dari Avila.

2.Agama-Agama Timur

Dalam Hinduisme, konsep “brahman” dan pengalaman “darshan” menunjukkan pola yang sama. Dalam Buddhisme, pengalaman “satori” atau pencerahan memiliki karakter serupa. Dalam Islam, konsep “fana” (sirna dalam Allah) dalam sufisme juga menunjukkan pola mysterium tremendum et fascinans.

 

III.Kritik dan Tanggapan

1.Dukungan

Buku Otto mendapat sambutan luas dari teolog, psikolog agama, dan antropolog. Konsepnya membantu dialog antar-agama karena menunjukkan kesamaan dalam pengalaman keagamaan mendasar.

2.Kritik

Kalangan Rasionalis menganggap Otto terlalu menekankan aspek emosional dan irasional. Teolog Ortodoks merasa Otto mengabaikan pentingnya wahyu objektif dalam Alkitab. Ada juga kritik metodologis yang menginginkan pendekatan lebih empiris.

3.Pengaruh dan Warisan

Karya Otto memiliki pengaruh besar dalam studi agama sebagai disiplin akademik, membantu para sarjana memahami bahwa agama memiliki dimensi unik yang tidak dapat direduksi menjadi fenomena psikologis atau sosiologis semata. Teolog seperti Paul Tillich dan Mircea Eliade terpengaruh pemikiran Otto.

 

IV.Relevansi untuk Masa Kini

1.Dialog Antar-Agama

Di era globalisasi, konsep Otto membantu memahami keragaman agama. Alih-alih berdebat tentang perbedaan doktrin, kita dapat berbagi pengalaman tentang bagaimana masing-masing mengalami yang kudus.

2.Spiritualitas Kontemporer

Banyak orang modern merasa haus akan pengalaman spiritual autentik. Konsep Otto membantu membedakan pengalaman keagamaan sejati dengan spiritualitas palsu atau komersial.

3.Sains dan Agama

Otto menunjukkan bahwa agama memiliki domain pengalaman berbeda dari sains, sehingga keduanya tidak harus bertentangan.

4.Aplikasi Praktis

4.1.Mengenali Pengalaman Autentik

Otto membantu membedakan pengalaman keagamaan sejati dengan emosi biasa atau manipulasi psikologis. Pengalaman dengan yang kudus memiliki karakter unik: mysterius, menakutkan sekaligus mempesona.

4.2.Dalam Ibadah

Pemahaman Otto mempengaruhi perancangan ibadah. Ibadah yang baik harus menciptakan ruang untuk pengalaman dengan yang kudus – ada elemen yang menimbulkan rasa hormat (tremendum) sekaligus undangan mendekat (fascinans).

4.3.Menghargai Misteri

Otto mengajarkan untuk nyaman dengan misteri dan tidak selalu menjelaskan segala sesuatu secara rasional. Ada dimensi dalam pengalaman keagamaan yang memang melampaui pemahaman manusia.

 

Kesimpulan

1.Rudolf Otto memberikan kontribusi berharga dalam memahami hakikat pengalaman keagamaan. Konsep “mysterium tremendum et fascinans” menunjukkan bahwa agama bukan sekadar sistem kepercayaan atau aturan moral, tetapi berakar pada pengalaman mendalam dengan realitas yang melampaui pemahaman biasa.

2.Bagi kita di abad ke-21, pemikiran Otto tetap relevan. Di tengah dominasi pemikiran rasional, Otto mengingatkan bahwa ada dimensi kehidupan manusia yang tidak dapat sepenuhnya dijelaskan sains atau logika. Ada ruang untuk misteri, untuk pengalaman yang melampaui kata-kata, untuk perjumpaan dengan yang kudus.

3.Otto mengajarkan untuk menghargai keragaman cara manusia mengalami dan mengekspresikan perjumpaan dengan yang ilahi. Dalam dunia yang terpolarisasi, wawasan ini membantu membangun jembatan pemahaman antar tradisi keagamaan, sambil menghormati keunikan masing-masing.

4.Warisan Otto mengundang kita tetap terbuka terhadap kemungkinan mengalami yang kudus dalam kehidupan sehari-hari – dalam keheningan doa, keindahan alam, perjumpaan dengan sesama, atau momen tak terduga ketika merasakan kehadiran yang lebih besar dari diri sendiri.