KEJADIAN 6:5 – KETIKA SISI GELAP KITA MENGAMBIL ALIH
Memahami Kejahatan dengan Kacamata Psikologi Carl Jung
Pendahuluan
1.Tulisan ini tidak menggantikan kotbah atau penafsiran Alkitab yang sudah ada. Tujuannya adalah menambah pemahaman kita tentang Kejadian 6:5 dengan menggunakan ilmu jiwa Carl Jung, seorang ahli psikologi terkenal dari Swiss.
2.Kejadian 6:5 berkata: “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata.”
3.Carl Jung menemukan bahwa setiap manusia punya “sisi gelap” – bagian diri yang kita sembunyikan atau tidak kita sadari. Ketika sisi gelap ini tidak kita akui dan kita urus dengan baik, ia bisa meledak menjadi kejahatan. Inilah yang mungkin terjadi pada manusia sebelum air bah.
I.Mengenal “Sisi Gelap” dalam Diri Kita
1.Jung menyebutnya “Shadow” atau Bayangan. Apa itu?
Bayangan adalah semua hal dalam diri kita yang kita tolak, sembunyikan, atau malu mengakuinya. Misalnya:
- Kemarahan yang kita pendam
- Iri hati yang tidak kita akui
- Nafsu yang kita sangkal
- Keegoisan yang kita tutupi dengan topeng “orang baik”
2.Bayangan ini BUKAN selalu jahat. Ia jadi berbahaya ketika kita terus-menerus mengabaikannya. Seperti sampah yang tidak dibuang, lama-lama akan membusuk dan menimbulkan penyakit.
Kejadian 6:5 menunjukkan situasi ekstrem: manusia tidak lagi berusaha mengendalikan sisi gelap mereka. “Segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan” artinya bayangan mereka sudah sepenuhnya mengambil alih kehidupan.
II.Ketika Kita Kehilangan Hubungan dengan Tuhan
Jung menemukan bahwa di dalam jiwa manusia ada “pusat spiritual” – bagian terdalam yang menghubungkan kita dengan Tuhan dan membuat kita utuh. Orang Kristen mengenalnya sebagai “gambar Allah” dalam diri kita.
Pada zaman Kejadian 6:5, manusia sudah putus total dari pusat spiritual ini. Mereka kehilangan kompas moral dan spiritual. Akibatnya, sisi gelap mereka merajalela tanpa kontrol.
Ini seperti mobil yang kehilangan kemudi – ia akan melaju ke mana saja tanpa arah yang jelas.
III.Bagaimana Sisi Gelap Muncul di Zaman Kita?
- Menyalahkan Orang Lain
Jung menjelaskan fenomena menarik: ketika kita tidak mau mengakui sisi gelap kita sendiri, kita akan melihatnya pada orang lain dan menyalahkan mereka.
Contoh dalam Alkitab:
- Kain membunuh Habel karena tidak bisa menerima kegagalannya sendiri
- Raja Saul membenci Daud karena iri yang tidak dia akui
Di media sosial sekarang, ini terjadi setiap hari:
- Kita cepat menghakimi kesalahan orang lain
- Kita garang di kolom komentar
- Kita ikut membully orang yang berbeda pandangan
Padahal, apa yang kita benci pada orang lain sering kali ada juga dalam diri kita – tapi kita tidak mau mengakuinya.
- Dikuasai oleh Dorongan yang Tidak Terkendali
J4ung mengatakan ada kekuatan-kekuatan besar dalam jiwa manusia yang bisa menguasai kita kalau kita tidak waspada. Seperti seseorang yang “kerasukan” – tapi ini kerasukan psikologis, bukan mistis.
Contohnya:
- Orang yang tiba-tiba meledak marah sampai melakukan kekerasan
- Pembunuhan yang tidak masuk akal
- Tindakan sadis yang di luar karakter normal
Pelaku sering berkata: “Saya tidak tahu kenapa saya melakukannya.” Ini karena mereka dikuasai oleh kekuatan dari sisi gelap mereka yang tidak pernah mereka kenali dan tangani.
- Kecanduan Pornografi
Pornografi menciptakan masalah serius dalam jiwa. Seksualitas manusia yang seharusnya terhubung dengan cinta dan keintiman, menjadi terpisah dan menjadi sesuatu yang gelap dan tersembunyi.
Kecanduan ini adalah tanda bahwa sisi gelap terkait seksualitas tidak terintegrasi dengan sehat dalam kepribadian seseorang. Ia mengambil alih dan mengontrol hidup secara otomatis, di luar kesadaran dan kemauan.
4.Kegagalan Menjadi Manusia yang Utuh
Kejadian 6:5 menggambarkan kegagalan massal. Tidak ada satupun orang yang berusaha mengenali dan mengintegrasikan sisi gelap mereka dengan sehat. Tidak ada yang berusaha menjadi manusia yang utuh.
Jung mengajarkan bahwa tujuan hidup adalah menjadi “utuh” – bukan sekadar “baik”. Artinya:
- Mengakui semua bagian diri kita, termasuk yang gelap
- Membawa semua itu ke terang kesadaran
- Dengan bantuan Tuhan, mengintegrasikannya sehingga menjadi manusia yang matang
Ketika proses ini gagal secara massal, masyarakat jatuh ke dalam kekacauan moral – persis seperti sebelum air bah.
IV.Apa Solusinya?
- Jujur dengan Diri Sendiri
Langkah pertama: akui bahwa kita SEMUA punya sisi gelap. Orang Kristen pun tidak terkecuali. Rasul Paulus jujur mengakuinya: “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat” (Roma 7:19).
Yang bisa kita lakukan:
- Refleksi diri: Tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang saya sembunyikan? Apa yang saya tolak dari diri saya?”
- Menulis jurnal: Tuliskan perasaan dan pikiran yang tidak berani kita ungkapkan
- Perhatikan mimpi: Sisi gelap sering muncul dalam mimpi sebagai orang yang kita takuti atau benci
- Cek reaksi kita: Apa yang membuat kita sangat marah pada orang lain? Bisa jadi itu cerminan sisi gelap kita sendiri
- Berdiam Diri dengan Tuhan
Jung mengajarkan teknik “imajinasi aktif” – dialog dengan bagian dalam diri kita. Ini mirip dengan doa kontemplatif dalam tradisi Kristen:
- Duduk dalam keheningan
- Biarkan pikiran dan perasaan muncul
- Jangan langsung menolak yang gelap, tapi bawa ke hadapan Tuhan
- Minta Tuhan menerangi dan menyembuhkan
- Komunitas yang Aman
Gereja dan kelompok sel seharusnya menjadi tempat aman di mana kita bisa jujur mengakui pergumulan kita tanpa dihakimi. Yakobus 5:16 berkata: “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu.”
Sayangnya, sering kali gereja malah menjadi tempat di mana kita harus pakai “topeng orang baik”. Kita perlu menciptakan komunitas yang authentic – di mana orang boleh berkata, “Saya sedang bergumul dengan…” dan mendapat dukungan, bukan penghakiman.
- Yesus sebagai Model Manusia Utuh
Yesus adalah contoh sempurna manusia yang utuh:
- Ia mengakui semua emosinya: marah di Bait Allah, menangis saat Lazarus meninggal, ketakutan di Getsemani
- Ia mengintegrasikan semua pengalaman manusiawi, termasuk penderitaan dan kematian
- Namun Ia tetap terhubung sempurna dengan Bapa
Meneladani Kristus bukan hanya soal moral, tapi juga soal menjadi manusia yang utuh dan sehat secara psikologis.
- Batasi Media Sosial
Media sosial memperkuat kecenderungan kita untuk:
- Memproyeksikan sisi gelap kepada orang lain
- Memakai topeng “hidup sempurna”
- Cepat menghakimi
- Kecanduan pada validasi
Batasi penggunaan media sosial dan lebih banyak waktu untuk refleksi diri yang jujur.
Kesimpulan
1.Kejadian 6:5 dari kacamata psikologi Jung adalah peringatan: ketika kita tidak mau mengakui dan mengurus sisi gelap kita, ia akan mengambil alih dan menghasilkan kejahatan yang mengerikan.
Di era media sosial yang membuat kita mudah menyalahkan orang lain dan berpura-pura sempurna, peringatan ini sangat relevan.
2.Tapi ada harapan! Melalui kejujuran pada diri sendiri, doa yang mendalam, komunitas yang mendukung, dan kekuatan transformatif Yesus Kristus, kita bisa mengintegrasikan semua bagian diri kita – termasuk yang gelap – dan menjadi manusia yang utuh.
3.Jung pernah berkata: “Saya lebih suka menjadi utuh daripada sekadar baik.” Karena keutuhan sejati – yang mencakup pengakuan jujur akan sisi gelap kita – adalah fondasi bagi kebaikan yang tulus dan transformasi yang sejati.
Ingat: Tuhan tidak memanggil kita menjadi orang yang berpura-pura sempurna, tapi menjadi orang yang utuh dalam Kristus.