Polemik Sejarah: Soeharto dan Luther, Pelajaran tentang Perspektif
Sejarah selalu menyimpan polemik yang mengundang perdebatan lintas generasi. Dua figur kontroversial—Presiden Soeharto dan Martin Luther—menunjukkan bagaimana penilaian sejarah terus berubah dan membelah pendapat.
Soeharto: Pahlawan atau Penguasa Otoriter?
Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto pada November 2025 menuai pro-kontra tajam. Pendukungnya mengakui pembangunan ekonomi dan stabilitas selama era Orde Baru. Penentangnya mengingatkan pelanggaran HAM, korupsi, dan pembungkaman demokrasi. Kedua pandangan ini sama-sama valid dari sudut pengalaman masing-masing: ada yang merasakan manfaat pembangunan, ada yang menjadi korban represi.
Luther: Dari Bidah hingga Dialog Ekumenis
Martin Luther, biarawan abad ke-16 yang memicu Reformasi Protestan, dulunya dikutuk Vatikan sebagai bidaah. Namun kini, Gereja Katolik mengambil sikap lebih terbuka melalui dialog ekumenis, mengakui kontribusi positifnya. Meski begitu, sebagian pastor tetap memandang negatif warisan Luther—cerminan sulitnya “move on” dari luka sejarah.
Sikap Bijak Menghadapi Perbedaan
Kedua kasus ini mengajarkan: sejarah bukan hitam-putih. Orang Kristen—dan semua orang—perlu mengembangkan sikap dewasa: mendengarkan berbagai perspektif tanpa terburu menghakimi, mengakui kompleksitas tokoh sejarah, dan fokus pada rekonsiliasi ketimbang perpecahan.
Perbedaan pandangan adalah keniscayaan. Yang penting bukan memaksakan satu narasi tunggal, melainkan membangun dialog penuh hormat, belajar dari masa lalu tanpa terjebak dendam, dan bergerak maju dengan kebijaksanaan yang lebih matang.