***Tinjauan Psikologis terhadap seorang ex Menteri yang gagal dalam kontestasi pemilihan untuk kedudukan yang lebih tinggi dan kemudian berbicara negative terhadap Presiden ex atasannya. Ada beberapa hal yang bisa dipertimbangkan dalam mengevaluasi situasi ini, terutama dari perspektif perilaku, emosi, dan dinamika hubungan kekuasaan:
- **Kekecewaan dan Frustrasi**
Mengundurkan diri dari posisi menteri untuk mengikuti pemilihan jabatan tertentu dan kemudian gagal bisa memicu perasaan kecewa, frustrasi, atau bahkan rasa malu. Orang yang mengalami kegagalan dalam pencapaian besar seperti pemilihan tadi mungkin menghadapi tantangan emosional yang intens, seperti perasaan kehilangan makna, identitas, atau tujuan. Ini bisa menyebabkan mereka merespons secara emosional, termasuk menyalahkan orang lain atau situasi eksternal.
- **Krisis Identitas**
Setelah mengundurkan diri dari posisi yang memiliki otoritas dan status tinggi, individu mungkin menghadapi krisis identitas. Jabatan menteri memberikan pengaruh dan penghargaan sosial, dan ketika hal itu hilang, mungkin ada perasaan kehilangan kendali atas kehidupan atau ketidakpastian tentang masa depan. Ini bisa memicu reaksi yang emosional atau bahkan destruktif, seperti berbicara negatif tentang mantan atasan sebagai bentuk “self-justification” atau pembelaan diri.
- **Mekanisme Pertahanan Psikologis**
Dalam menghadapi kegagalan, orang mungkin menggunakan mekanisme pertahanan seperti *projection* (memproyeksikan kesalahan pada orang lain) atau *displacement* (mengalihkan kemarahan atau kekecewaan terhadap target yang lebih mudah). Dalam kasus ini, mantan menteri tersebut mungkin merasa lebih mudah untuk menyalahkan presiden atau keluarganya, daripada menerima kegagalan sebagai bagian dari proses politik.
- **Dinamika Kekuasaan dan Hubungan yang Rusak**
Ketika hubungan antara atasan dan bawahan memburuk, terutama di lingkungan politik, bisa timbul narasi negatif yang mengungkapkan konflik pribadi atau politik yang sebelumnya tidak tampak di permukaan. Dalam wawancara publik, mantan menteri mungkin melihat kesempatan untuk membangun citra baru dengan mengambil sikap oposisi terhadap mantan atasan, meskipun ini berpotensi merusak reputasi jangka panjangnya.
- **Kebutuhan Akan Dukungan Psikologis**
Individu yang mengalami kegagalan besar, terutama dalam karier politik, mungkin memerlukan dukungan psikologis untuk membantu mereka memahami dan memproses emosi negatif mereka dengan cara yang lebih konstruktif. Tanpa dukungan ini, ada risiko perilaku impulsif yang dapat merusak hubungan profesional dan pribadi.
***Secara keseluruhan, berbicara negatif tentang presiden atau keluarganya di depan publik mungkin merupakan cara individu tersebut untuk mengekspresikan rasa frustrasi atau melindungi egonya, namun hal ini tidak hanya merusak reputasinya sendiri tetapi juga dapat menunjukkan kebutuhan akan pemulihan emosional dan refleksi pribadi.