TRINITAS SEBAGAI KOMUNITAS CINTA

1.Dalam teologi modern, konsep Trinitas sering kali dilihat melalui lensa hubungan atau “relationis.” Pendekatan ini menekankan dinamika hubungan antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus, daripada hanya fokus pada substansi atau esensi mereka.

2.Teologi modern cenderung menggambarkan Trinitas sebagai komunitas cinta yang saling berhubungan dan berinteraksi. Misalnya, dalam teologi pasca Vatikan II, Trinitas dipahami sebagai kenyataan dalam sejarah keselamatan yang terjadi di dalam Kristus dan kehidupan iman umat Allah1. Ini berarti bahwa hubungan antara ketiga pribadi ilahi ini dilihat sebagai dasar dari segala hubungan dan komunitas manusia.

3.Pendekatan ini juga menekankan bahwa setiap pribadi dalam Trinitas memiliki peran unik namun tetap dalam kesatuan yang sempurna. Dengan demikian, Trinitas bukan hanya tentang tiga pribadi yang berbagi satu esensi, tetapi juga tentang bagaimana mereka berinteraksi dan berhubungan satu sama lain dalam cinta dan kesatuan23.

4.Salah satu teolog yang sangat berpengaruh dalam mempopulerkan konsep hubungan “relationis” cinta dalam Trinitas adalah Karl Rahner. Rahner menekankan pentingnya memahami Trinitas bukan hanya sebagai tiga pribadi dalam satu esensi, tetapi juga sebagai hubungan dinamis antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dia menekankan bahwa Trinitas imanen (Trinitas dalam diri-Nya sendiri) dan Trinitas ekonomis (Trinitas dalam sejarah keselamatan) adalah satu dan sama1.

Rahner juga menekankan bahwa pengalaman manusia dengan Allah dalam sejarah keselamatan adalah kunci untuk memahami hubungan dalam Trinitas. Pendekatan ini membantu menjelaskan bagaimana cinta dan hubungan antara ketiga pribadi ilahi ini menjadi dasar bagi segala hubungan manusia1.

5.Dr. Joas Adiprasetya, seorang teolog Indonesia, telah memberikan kontribusi signifikan dalam memahami Trinitas sebagai hubungan cinta ilahi. Dalam bukunya “An Imaginative Glimpse: The Trinity and Multiple Religious Participations,” Adiprasetya menekankan konsep perichoresis, yang menggambarkan hubungan dinamis dan saling mengisi antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus1.

Adiprasetya melihat Trinitas sebagai model hubungan yang penuh kasih dan inklusif, yang dapat menjadi dasar bagi dialog antaragama dan pluralisme. Dia berpendapat bahwa pemahaman Trinitas sebagai komunitas cinta ilahi dapat membantu umat Kristen untuk lebih terbuka dan menghargai keberagaman dalam hubungan antaragama12.

Pendekatan ini menekankan bahwa cinta dan hubungan dalam Trinitas bukan hanya teologis, tetapi juga praktis, mempengaruhi cara umat Kristen berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dan religius1.