WILLIAM JAMES:PENGALAMAN RELIGIUS

 Pandangan William James dan Tanggapan Iman Kristen

 

I.WILLIAM JAMES MENULIS BUKU

1.Siapa William James? Ia adalah seorang bapak psikologi modern dan filsuf dari Amerika Serikat. Pada awal tahun 1900-an, ia menulis buku penting bernama The Varieties of Religious Experience (1902) {Variasi Pengalaman Religius). Buku ini punya ide yang sangat mengejutkan: agama sejati bukanlah soal aturan gereja, tapi soal perasaan pribadi.

2.James tidak peduli apakah Tuhan itu benar-benar ada. Ia hanya ingin tahu: Mengapa manusia merasa Tuhan itu ada?

Menurut James, agama lahir dari pengalaman batin kita sendiri, terutama saat kita sedang sendirian. Ia menyebut ini sebagai ‘agama tingkat pertama.’ Gereja, ritual, atau kitab suci hanyalah ‘agama tingkat kedua’—bentuk yang sudah jadi dan kaku.

3.James melihat pengalaman spiritual seperti konversi (pertobatan) atau rasa damai sebagai kejadian psikologis. Sama seperti kita merasa sedih atau bahagia. Kadang, pengalaman ini muncul dari jiwa yang sedang “sakit” (the sick soul), yaitu orang yang gelisah atau trauma, yang kemudian mencari pegangan.

4.Intinya, James berpendapat: Tuhan bagi kita adalah ‘efek samping’ yang berguna. Kita menciptakan konsep Tuhan di kepala kita karena kita butuh motivasi, penghiburan, atau cara untuk mengatasi rasa takut dan masalah hidup. Agama, kata James, tidak perlu benar secara fakta, asal ia bermanfaat bagi hidup kita.

 

II.Jawaban dari Teologi Kristen

Meskipun James brilian dalam menjelaskan sisi mental agama, teologi Kristen memiliki tiga keberatan utama:

  1. Tuhan Bukan Ciptaan Pikiran Kita (Asal Usul vs. Realitas)

James berkata pengalaman (seperti konversi) muncul karena mekanisme psikologis kita. Teologi Kristen setuju bahwa ada proses psikologis yang terjadi, tetapi menegaskan: Proses itu adalah respons, bukan penyebab.

Kita mengalami Tuhan bukan karena kita menciptakannya; kita mengalaminya karena Tuhan yang Nyata (Realitas Objektif) itu hadir dan bertindak (Wahyu). Jika Tuhan memakai trauma atau kegelisahan kita sebagai jalan masuk, itu tidak membuat Tuhan menjadi ilusi. Tuhan tetap Pencipta pengalaman itu, bukan produk sampingan dari psikologi kita.

  1. Agama Bukan Cuma Saya Sendiri (Komunitas dan Sejarah)

James sengaja hanya fokus pada pengalaman individu yang terpisah. Padahal, Kekristenan adalah agama komunal (bersama) dan terikat pada sejarah.

Iman Kristen berpusat pada Yesus Kristus—sebuah peristiwa yang terjadi dalam sejarah nyata—dan terwujud dalam Gereja (kebersamaan) dan Sakramen (ritual kolektif). Dengan mengabaikan Gereja dan Kitab Suci, James menghilangkan kerangka yang membuat pengalaman konversi seorang Kristen berbeda dari pengalaman meditasi seorang Buddha. Agama Kristen adalah tentang janji bersama yang diikat oleh Tuhan.

  1. Iman Harus Benar, Bukan Hanya Berguna (Fungsionalisme)

James menyimpulkan bahwa semua agama itu “sama-sama benar” selama membawa hasil moral yang baik. Teologi Kristen tidak bisa menerima ide ini.

Bagi Kekristenan, iman harus benar secara metafisik. Jika surga dan neraka hanyalah cara psikologis untuk merasa lebih baik atau takut, maka pengorbanan Yesus di kayu salib hanya menjadi cerita pengantar tidur yang indah, bukan peristiwa yang mengubah alam semesta. Kedamaian yang dirasakan saat berdoa bukan hanya terapi pribadi; itu adalah pertemuan sejati dengan Realitas tertinggi.

Kesimpulan:

William James berhasil menunjukkan betapa dalamnya agama tertanam dalam jiwa manusia. Namun, teologi Kristen bersikeras bahwa cermin psikologi yang ditawarkan James harus mengarah pada Realitas di luar diri kita—yaitu, Tuhan yang memanggil, bukan Tuhan yang kita ciptakan.